Arc Awal Mula - I. Reinkarnasi

567 55 0
                                    

Semuanya menggelap. Lantai ubin berwarna kusam, menjadi lautan abu yang tidak tahu lagi kata putih. Langit bahkan enggan menunjukkan birunya.

Kota terkutuk.

Kota ini hanya tahu caranya untuk menambah jumlah kematian akibat perang setiap detiknya. Bahkan mayat menjadi pemandangan wajar di kota kelahiranku.

Orang tua? Kerabat? Teman? Anak-anak dari kota ini sama sekali tak diberi kesempatan untuk mempercayai orang lain. Bahkan mereka yang sudah memiliki anak, justru berakhir dengan membunuh satu sama lain.

Hanya ada dua kata yang dikenal disini. Dibunuh atau membunuh.

Meski aku tidak ingin membunuh siapapun, aku juga tidak ingin dibunuh siapapun.

Pemikiran polos oleh anak usia lima tahun. Kami hanya tahu caranya bertahan hidup, tapi kami tak pernah diajari caranya. Orang dewasa bahkan tak akan peduli jika anak kecil seperti kami berlutut untuk meminta makanan.

Kota yang selalu dihiasi dengan perang akan selalu berakhir begini. Jika saja malaikat akan menjemputku seperti dongeng yang pernah kudengar dulu.

Aku mendekap baju kumalku. Tanganku penuh darah, tapi aku tidak terluka sama sekali. Itu darah seseorang yang saat ini terbaring di depanku. Aku tidak tahu apakah dia hidup atau mati, nyatanya aku sama sekali tidak mau peduli.

"Apa kau yang membunuh semua orang disini?"

Pria tua dengan pakaian hitam itu teringat di kepalaku dengan jelas. Aku tidak ingat wajahnya, tapi aku tahu dia memakai topi hitam besar dan bukan berasal dari kota kelahiranku.

"Kenapa kau membunuh mereka?" pria itu bertanya lagi.

Aku hanya mengangguk dan menyembunyikan wajahku di lutut. "Aku tidak mau dibunuh."

"Jadi karena tidak mau dibunuh, kau membunuh mereka?" pria itu memberikan sesuatu dari balik pakaiannya. Permen...

Sosoknya yang lebih mirip malaikat kematian dibandingkan malaikat yang kupikirkan tiba-tiba saja menunjukkan wajah tertawa.

"Jika kau bisa mempertahankan idealisme mu, ikuttlah denganku. Tapi setelah ini, kau tidak akan bisa mendekati cahaya lagi. Kau akan tinggal di kegelapan selamanya."

Aku sudah pernah mendengar banyak perkataan seseorang sehingga aku tahu apa seseorang itu berbohong atau jujur.

Tapi kata-kata yang diucapkan pria ini tidak memiliki sedikitpun kebohongan. Dia benar-benar tahu caranya untuk menyelamatkanku. Dia pasti malaikat dalam dongeng itu.

"Aku ikut..."

Pria itu tersenyum. "Maka ucapkan selamat tinggal pada cahaya untuk terakhir kalinya."

***

HAH!?!?!

Aku mengerjapkan mata, kepalaku sesaat berdengung dan menjadi pusing. Pandanganku tidak jelas, malah sangat samar seperti berada di dalam kabut.

Mimpi sialan.

Sepertinya masa laluku benar-benar jadi mimpi terburuk. Lagipula kenapa tiba-tiba aku harus mengingatnya lagi padahal sudah dua puluh dua tahun berlalu sejak saat itu — saat Paman membawaku untuk menjadi seorang pembunuh.

Jika saat itu aku tidak bertemu dengannya, akan bagaimana nasibku saat itu? Apakah aku akan menyesal seperti saat ini?

Dua puluh dua tahun berada disana dan aku baru meragukan pekerjaanku. Aku juga ingin menjalani kehidupan yang normal. Tapi pada akhirnya semua itu tidak pernah terjadi. Karena ketika memutuskan untuk berhenti menjadi pembunuh bayaran, besoknya aku langsung dibunuh.

Sampai mengirim pembunuh untuk menangani pembunuh, siapapun yang melakukan ini patut diacungi jempol.

Tapi dibandingkan itu...

DIMANA AKU!!

Seingatku aku sudah mati dibunuh. Jadi kenapa aku malah masih hidup?! Jelas sekali ini bukan akhirat kan!!

NGGAK! Lagian kenapa aku malah jadi anak bayi??

"Huwee........"

"Cup, cup, Aeselyn. Kepala pelayan Rosetta sedang mengurus pangeran."

Secara samar mataku menangkap seorang wanita dengan pakaian hitam dengan model asing. Aku tahu wanita ini bukan ibu bayi ini, tapi aku nggak tahu dia siapa.

Tetapi...

Kenapa aku nggak bisa menghentikan tangisanku sendiri!!
Apa ini naluri dari tubuh bayi?
Jadi aku nggak bisa ngendaliin tubuh ini sesuai keinginanku?!
Malu-maluin banget!! Aku ini mantan pembunuh loh!

"Nah, ini dia minum susu dulu."

GAKKK!!!! Jauh-jauh dariku susu sialan! AKU INI ALERGI SUSU TAHU!

"Aduh jangan begitu, Aeselyn. Jadilah anak baik ya?"

Wanita itu langsung saja memberikan susu itu ke mulutku tanpa peringatan.

"Huwaaa!!!!" aku menangis sejadi-jadinya tanpa keinginan.

"Astaga, bagaimana ini..." dia bergumam.

Bagaimana apanya!???! Cepat buang saja susu sialan itu!! Aku sungguhan nggak mau meminumnya!!

"Kalau begini aku harus memanggil kepala pelayan Rosetta!"

Lalu wanita itu meninggalkanku sendirian yang masih menangis.

Hei, apa ini caramu memperlakukan anak bayi!??! Hentikan tangisanku dulu!!!

HEI!!!

***

11.12.20

I'm not A Princess, But...Where stories live. Discover now