Arc Reuni - II. Jenius Mana

51 9 0
                                    

"Jadi... apa yang kau lakukan selama aku tidak ada?"

Mencari cara supaya Ratu dan Raja tidak mati, merencanakan masa depan supaya kau tidak membunuhku, dan belajar geografi untuk menemukan titik kabur yang tidak akan pemeran utama sepertimu ketahui.

Jujur saja, kalau kau pikir aku menghabiskan waktu untuk tiduran tidak jelas. Kayaknya aku lebih memilih bunuh diri karena orang tuaku sepertinya sudah menandaiku untuk jadi objek pengawasannya. Aku bahkan tidak tahu apa salahku dan tidak bertanya karena terlalu takut. Sialan.

"Yah, belajar mengendalikan mana...?"

"Huh, tapi kenapa?"

Wah, dengar dia.

"Seperti yang kau lihat aku tidak bisa mengendalikan mana-ku. Jadi aku bisa tiba-tiba kehilangan energi atau tepatnya tidur saat menggunakan sihir." jelasku menjawab Cain yang kebingungan setelah mendengar pernyataanku.

"Maksudmu hal berbahaya seperti sebelumnya? Tapi kalau kau terus-terusan nggak sadar begitu tanpa disadari bukannya malah akan melukaimu?"

Pertanyaan bertubi-tubi Cain membuatku melakukan kilas balik untuk mengingat beberapa percobaan pengendalian mana secara mandiri.

"Ruliii, kakiku!"

"Aaa, tulangku retak."

"TANGAAN! RULI TANGANKU NGGAK MAU BERGERAK!!"

Yah... Sepertinya lebih banyak momen yang tidak ingin kuingat karena tidak ada yang menyenangkan. Haha.

"KAU PASTI SERING TERLUKAN KAN?!" serunya mengagetkanku hingga reflek menutup telinga.

"Hanya sedikit kok, lagian kan sudah ada perban sihir jadi nggak akan membekas juga."

"Sihir buatan nggak seefektif itu tahu. Rasa sakitnya saja yang hilang, efeknya tetap sama. Kau kira kenapa masih ada orang-orang yang membuat obat herbal?"

"Cih, lagipula yang penting nggak terasa."

"Kau ini... seenggaknya sayangilah dirimu sendiri."

Cain mengeluarkan sebuah cahaya yang menyelingkupi tubuhku. "Itu sihir penyembuhan menyeluruh. Sekarang harusnya kau sudah sembuh."

Uwah. Ini dia yang kubutuhkan, kehebatan pengendalian dari si pemeran utama di buku novel.

"Cain, gimana caramu mengendalikan mana?"

"Entahlah, bisa begitu saja."

Cih. Nggak membantu sama sekali.

"Ayolah coba kau pikir-pikir lagi."

Kali ini Cain berpikir dengan serius. "Guru di Kota Chaeltis bilang mengendalikan mana sama seperti memanah. Jauhnya, kekuataannya, titik sasarannya. Kalau bisa memikirkan itu nanti bakal gampang. Tapi aku nggak serumit itu, bagiku mengendalikan mana sama dengan bermain-main dengan air."

Iya, sudah, jangan membicarakan kehebatanmu.

Tapi panah ya... di dunia nyata aku lebih sering menggunakan senapan. Dan tentu aja senapan cuma butuh titik sasaran.

"Hah... Besok aku bakal sekolah."

"Huh?"

Kenapa tiba-tiba membahasnya. Kau kan emang sudah dua belas tahun. Iya juga, apa kabar pangeran pengganggu itu ya? Lirikku pada sebuah buku di rak.

"Waktu kita bermain jadi makin sedikit. Padahal aku baru saja kembali."

Aku malah senang tuh nggak bersamamu.

"Kenapa sih akademi nggak dibuat di kamarku saja?"

Aku menatapnya datar.

Walau kau seorang pangeran, permintaanmu sudah keterlaluan.

"Kalau aku nggak sekolah..."

Jangan macam-macam! Ceritamu nanti makin nggak jelas dong. Kau bakalan ketemu Leia disana tahu. Kau juga bakal ketemu dengan rivalmu. Kalau sampai kau nggak sekolah gimana nasib mereka??

"Kau itu payah dalam belajar. Kalau nggak sekolah gimana bisa mengalahkanku."

"Kau orang pertama yang memanggilku payah padahal di Chaeltis aku dipanggil jenius."

"Kau harus berterimakasih padaku. Aku yang pertama mengatakannya."

Kami saling berpandangan beradu. Ya, seenggaknya sifatnya masih sama, bodoh-bodoh keras kepala.

"Ya ya, aku bakal sekolah. Lihat saja, aku bakal menyusulmu setelah meninggalkanmu untuk sekolah dalam setahun."

Gimana ya.. Aku rasa kau butuh empat belas tahun untuk mengalahkanku. Seenggaknya dalam umurku di dunia sebelumnya.

***

Cain memamerkan seragamnya yang menandakan kalau dia beneran sekolah. Waktu kami bertemu makin sedikit, itu benar. Dan sekarang Cain tiap hari menyuruhku datang ke kamarnya untuk membantunya mengerjakan tugas.

Biar dia jenius dalam sihir, dia sangat payah kalau soal belajar!

Dan sebaliknya, sampai sekarang aku nggak bisa mengendalikan mana. Tertidur di sembarang tempat? Itu sih sudah jadi hal biasa, walau akhir-akhir ini lebih sering terbangun di kamarku karena Cain tampaknya selalu menemukanku. Lagian aku memang cuma berkeliaran di sekitar istana pusat sih.

Waktu berlalu dengan cepat. Dan di tengah-tengah perkembangan kami berdua. Aku sudah dua belas tahun. Saat ini aku sedang belajar untuk masuk tes sekolah akademi umum. Walau aku rasa ini nggak diperlukan, tapi ternyata si Raja itu menyuruhku untuk sekolah.

Karena ternyata pelayan yang punya sihir itu jarang. Aku baru tahu. Kalau gitu keberadaanku langka banget dong. Tapi setahuku, Rosetta juga bisa menggunakan beberapa sihir kok.

Ya, pokoknya! Ayo berjuang demi hidupku! Aku akan mencari teman selain Cain untuk mendukung hidupku.

Haha selamat tinggal pembunuh masa depanku!!

***

27.03.2023

I'm not A Princess, But...Where stories live. Discover now