Saat ini jam menunjukkan pukul tujuh tepat. Jaemin tengah duduk pada salah satu kursi di ujung kedai, menunggu Siyeon yang tadi pagi mengiriminya pesan. Perasaan Jaemin sedikit tidak enak, karenanya pemuda manis itu membooking kedai hingga jam tutup. Jaemin sempat menyuruh orang untuk menyelidiki nomor yang mengirim pesan padanya, benar saja, itu nomor milik Siyeon.
Sekitar sepuluh menit menunggu, pintu kedai terbuka, menampakkan sosok Siyeon yang memakai baju santai dengan tas selempang pada bahunya. Jika boleh menebak, sepertinya Siyeon baru saja pulang dari tempat kerjanya. Gadis itu berjalan ke arah meja Jaemin seraya mengedarkan padangannya.
"Sepertinya aku tak perlu bertanya kenapa kedai ini sepi." Ujar Siyeon setelah mendudukkan dirinya di depan Jaemin.
Jaemin mengendikkan bahunya lalu bersandar pada sandaran kursi sembari menopang kaki. "Sepertinya aku juga tak perlu basa-basi. Kenapa kau meminta bertemu?"
"Aku tau kau orang sibuk." Jawab Siyeon, entah kenapa ia tiba-tiba mengingat kebiasaan Jaemin yang selalu menawarinya makanan atau minuman sebelum memulai percakapan. "Kalian memang egois."
Jaemin mengernyit, tak paham arah perkataan gadis di depannya. "Aku sudah mengaku padamu jika kami memang egois."
"Dan aku juga akan egois."
"Apa?"
"Aku ingin egois. Aku tidak rela Jeno denganmu. Jadi aku juga ingin egois, seperti kalian."
"Huh!" Jaemin mendengus tak percaya. "Kau akan egois? Memang apa yang akan kau lakukan?"
"Aku akan merebut Jeno darimu."
"Kau akan merebutnya tapi kau mengatakannya padaku? Lucu sekali." Jaemin tertawa mengejek, rasa bersalahnya pada Siyeon telah menguap entah kemana.
"Kau sudah mengaku padaku, jadi aku perlu mengaku juga padamu." Balas Siyeon tenang.
Jaemin menghela nafas, menatap gadis di depannya yang tampak tenang. Bahkan sekilas Jaemin mendapati sudut bibir Siyeob terangkat meski hanya beberapa detik. Sepertinya Jaemin harus berhati-hati, Siyeon memang nampak lemah namun tak menutup kemungkinan jika gadis itu bisa melakukan hal berbahaya. Jaemin hanya berharap Siyeon tidak membual atau membuat drama picisan yang dapat tertebak endingnya. Mengaku hamil misalnya.
"Aku tidak akan percaya apapun yang kau katakan." Ujar Jaemin setelah menegakkan tubuhnya sambil melipat tangannya di atas meja. "Aku hanya ingin memberitahu, jika kau akan membuat drama, itu tidak akan mempan."
Siyeon menggertakkan giginya, mengeratkan genggaman tangannya pada tali tasnya. "Aku tau. Kau terlalu pintar untuk dibohongi dengan kata-kata bulshit seperti itu. Tapi...," ia beranjak dari kursi dengan masih menatap Jaemin. "Kau boleh menunggu jika suatu saat nanti aku akan membalasmu."
"Terima kasih. Terima kasih sudah memperingatiku." Balas Jaemin dengan senyum manisnya. "Sudah akan pergi? Tidak ingin mencicipi sesuatu dulu?" Basa-basi Jaemin selalu berhasil membuat Siyeon mendesis kesal.
"Selamat malam." Ucap Siyeon berlalu dari meja bundar yang masih di tempati Jaemin, ia tau ini akan terjadi. Kekuatannya tak cukup besar untuk melawan Jaemin, terlebih Jeno sudah memilih untuk meninggalkannya. Kembali pada cinta lamanya dan mencampakkannya. Siyeon hanya ingin terlihat kuat, ia benci ketika Jaemin menindasnya.
Sepeninggal Siyeon, Jaemin kembali bersandar pada sandaran kursi. Pertemuannya dengan Siyeon ternyata sangat singkat, sebelumnya ia berfikir Siyeon akan meneriakinya atau memakinya, tapi Jaemin baru ingat jika Siyeon bukan orang seperti itu. Siyeon masihlah gadis baik yang cantik, gadis yang berhasil membuat Jeno sempat melupakan bahkan membencinya. Tetapi Jaemin tak menyesal membuat Siyeon kalah dalam perdebatan kecil ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Drama [NOMIN]
FanfictionCOMPLETE✔ [Drama] [Hurt/comfort] [Romance] ▪ Tidak selamanya pihak wanita atau submissive yang lemah dan miskin akan menang dalam sebuah panggung. Mendapatkan cinta yang utuh dan hidup bahagia bersama pria kaya yang rela meninggalkan segalanya hanya...