Hyunjin tersenyum tipis sembari mengendikkan bahunya acuh. Ia merasa dirinya adalah lelaki baik yang mau saja menolong Jeno untuk bersatu dengan kekasihnya. Hyunjin tau dibalik kebaikannya sendiri, ia menyimpan rencana sendiri untuk mendekati Jaemin. Tapi Hyunjin tidak seegois itu untuk memaksa Jaemin menerima dirinya. Perasaan dan kebahagiaan Jaemin lebih penting, meski Jaemin tak menjadi pasangannya Hyunjin tak apa. Selama ia masih bisa berada di sisi pemuda manis itu, ia tak keberatan jika harus melihat rasa cinta Jaemin pada orang lain. Yang utama, Hyunjin mencintai Jaemin tanpa mengharapkan balasan.
Merasa terlalu lama berkutat dengan pikirannya sendiri, Hyunjin memilih untuk keluar dari ruang VIP yang sengaja ia pesan untuk perbincangan singkatnya bersama Jeno. Sebelah tangannya ia masukkan ke dalam saku celana seraya berjalan ke arah parkiran. Hyunjin mengecek ponselnya sejenak sebelum masuk ke dalam mobil, jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ia yakin Jaemin sudah selesai dengan pekerjaannya. Hari ini kantor tidak terlalu sibuk, dan Hyunjin mensyukuri hal itu. Berarti Jaemin tidak perlu lembur malam ini.
Sepanjang perjalanan Hyunjin beberapa kalu tersenyum karena ia merasa beruntung bekerja di kantor milik Jaemin. Membuatnya bisa bertemu dan bahkan berteman dengan pemuda acuh itu. Hyunjin juga tersenyum geli saat memikirkan dirinya yang akan menggoda Jaemin nanti.
Sampai di kantor, Hyunjin segera memasuki lift menuju lantai dimana ruangan Jaemin berada. Bibirnya bersiul pelan sambil berjalan ke arah ruangan Jaemin setelah pintu baja lift terbuka. Tanpa mengetuk, Hyunjin membuka pintu ruangan Jaemin. Ia berencana untuk mengejutkan Jaemin. Namun senyum Hyunjin seketika luntur begitu saja melihat Jaemin yang duduk pada kursinya dengan Jeno yang mencium Jaemin tepat di bibir.
"Maaf."
Dapat Hyunjin dengar suara lirih Jeno yang terbaur dengan detikan jam. Ia lebih memilih untuk bersandar pada dinding sebelah pintu, dengan daun pintu yang terbuka sedikit. Hyunjin tidak ingin mengganggu.
"Aku pulang."
Hyunjin terkesiap mendengar ucapan singkat dari Jaemin. Ia berpura-pura akan membuka pintu hingga kini Jaemin sudah berada tepat di depannya.
"Oh! Sudah selesai? Ku kira kau lembur." Ujar Hyunjin sedikit kaku.
Jaemin menoleh hingga batas bahu, melirik Jeno yang masih berdiri di samping mejanya. Jaemin tak sebodoh itu untuk mengabaikan ucapan dusta dari Hyunjin. Ia yakin Hyunjin tau pasti tentang jadwal pekerjaannya, dan pintu yang terbuka sedikit membuat Jaemin semakin yakin jika lelaki berbibir tebal itu sudah datang sedari tadi.
"Ayo pulang."
"Denganku?" Hyunjin menunjuk dirinya sendiri.
"Lalu? Bukankah kau kesini untuk mengajakku pulang?"
"Ah! Iya.. benar." Hyunjin terkekeh sambil menggaruk kepala belakangnya.
"Ayo." Jaemin berjalan melewati Hyunjin tanpa menoleh, diikuti Hyunjin yang berjalan tergesa setelah sempat bertatapan dengan Jeno.
Keduanya berjalan menuju lift, meninggalkan Jeno yang terdiam dengan perasaan berkecamuk. Lelaki berkulit putih itu terkekeh hambar. "Aku melakukan apa tadi? Apa aku bodoh?"
.
.
.
"Emm.. Jaemin--"
"Aku tau."
"Apa?" Hyunjin menoleh cepat, tetapi kemudian kembali fokus pada jalanan di depannya. Ia tidak mau terjadi kecelakaan karena lebih memfokuskan rasa penasarannya.
"Aku tidak bodoh Hyunjin."
Hyunjin mengangguk pelan, membasahi bibirnya dan sedikit meremas stir. "Ah, aku sudah menduganya." Hyunjin terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Drama [NOMIN]
FanficCOMPLETE✔ [Drama] [Hurt/comfort] [Romance] ▪ Tidak selamanya pihak wanita atau submissive yang lemah dan miskin akan menang dalam sebuah panggung. Mendapatkan cinta yang utuh dan hidup bahagia bersama pria kaya yang rela meninggalkan segalanya hanya...