"Dia sedang marah pada kita ya?"
Rimbun daun berdesir nyaman menyapu indera. Dipoles manis dengan sayup belai angin, yang menggoda kala aroma rumput basah terbawa pada hembusannya. Langit pagi kini nampak cerah dengan gumpalan awan kapas yang bertabur menjadi teman siang setia.
Tapi, yang menemani tak selamanya berdampingan di sisi. Putih bisa jadi abu. Cerah bisa jadi mendung. Desir hangat jadi menusuk kala temperatur menurun setelah kelabu datang menggulung.
Begitu pula manusia.
Manik samudra terlihat lamat memandang cakrawala biru. Sedikit belajar dari langit, jikalau gelap tak selamanya akan singgah di tempat. Esok pasti cerah. Luapkan segala beban dan lupakan kenangnya kala hari esok menjemput.
Menarik lesu atensi, sang pemuda kini menyadari bahwa tetramnya suasana tak berpengaruh besar pada gundah hatinya. Pikirnya kacau balau. Selepas diri membiarkan bisik tebak beragam alasan yang mempertanyakan 'mengapa ia berubah?' beradu sengit dalam angan.
"Mungkin." balasnya sendu.
Gadis bernama Nobara mendecik lidah sebagai jawaban, "Kau ini bagaimana!? Cari tahu dong kalau mau dicap sebagai pacar yang pengertian."
Lensa samudra memilih berlayar pada hamparan rumput liar yang menghijau. Tak sedikit pun menoleh kepadanya. Bahkan keinginan untuk menjawab sepatah kata saja ia tidak punya.
Pitam seketika naik begitu manik hazelnya tertimpuk pada wajah acuh sang pemuda, berteriak "Hei! Jawab aku!!"
"Dia ga mau bicara dari kemarin."
Rahang sudah menganga lebar sebagai ancang-ancang. Niat hati yang menginginkan diri menghakimi Fushiguro pun terurung, begitu indera mendengar suara sapa dari kejauhan.
"Hei kalian!!" lambai tangan menyapa hangat pada pelupuk mata. "Apa [Name] sakit?" surai jambunya nampak mencolok pada hamparan hijau rumput, menyadari, siapa lagi manusia pemilik surai jambu selain Itadori.
"Itadori!! Kemarilah!!"
Langkah kaki diambil cepat setelah indera menangkap sinyal lampu hijau. Nampaknya Itadori begitu antusias, terlihat dari mimik wajahnya yang menginginkan diri segera duduk bergabung, lantas ikut membahas apa yang mengganjal dipikiran mereka.
"Hei!! Kau merasakannya juga?" Nobara menyambut kedatangan dengan menepuk kecil bahu sang pemuda jambu.
"Tentu," pandang kini berganti pada sosok pemuda yang menjadi pujaan hati si gadis omongan, "Memang kenapa dia?"
Fushiguro tak bergeming. Dirinya lebih memilih bermain pandang dengan gulungan awan yang bergerak tersapu angin, tak berniat menjawab, terlalu sulit baginya merangkai kata yang kalut menjadi gumpalan benang kusut di kepala.
"Hei kalian ayo!! Berkemahnya sudah selesai!!" teriak lantang seorang pria bertudung mata berhasil memecah lamunan. Dengan senyum yang tak kalah benderang dari sang mentari pagi ia melambai, mengisyaratkan untuk segera berkumpul dan memulai pelajaran.
"Ayo Fushiguro. Gojo sensei memanggil." Nobara beranjak pasrah dari duduk nyamannya, sejenak menepuk-nepuk rok untuk kemudian melenggang pergi bersama Itadori disampingnya.
Meninggalkan Fushiguro sendiri.
Berteman sepi dan gundah hati.
Dengan harap besar jika badai dalam hati mereka cepat berlalu. Tak akan singgah lama hingga bertahta. Juga bukan badai yang menjadi pertanda buruk bagi hubungan mereka.
⚜️
Pepatah orang dulu pernah menyatakan,
Jikalau hasil akan sesuai dengan perjuangan.
Dan itu benar.
Kerja keras mereka berhasil menorehkan hasil manis, terbilang cukup mulus untuk menyucikan sebelas roh terkutuk yang mengganggu aktivitas warga. Semuanya bahagia, hingga Gojo memutuskan untuk singgah sejenak pada restoran Yakiniku di tengah kota.
Yap. Merayakannya.
Gelak tawa yang menggema seakan angin lalu baginya. Semua ini tak berarti. Kebahagiaan ini tak bernilai tanpa hadir sosok [Name] di sampingnya.
"Fushiguro!! Aaa~" Gojo meraih sepotong daging hangat dari atas pemanggang, alih-alih memakannya, sang pria lebih memilih untuk menyuapi daging pangganganya pada sang pemuda lesu.
"E-eh-- T-terima kasih Gojo sensei."
bukannya menolak, Fushiguro hanya merasa tindakan Gojo akan memicu kambuhnya sifat kera rekan setimnya. Maka dari itu ia putuskan menerima daging pemberian Gojo dengan sumpitnya, lantas memasukkannya sendiri ke dalam mulut."Hm, enak."
"Ini tidak enak."
Seorang gadis tengah terduduk pilu di atas ranjangnya. Seraya memeluk selimut dan menekuk lutut. Membenamkan wajah menawan dalam lekukan lengan penuh luka miliknya.
Sepiring hidangan makan malam tertumpah, berceceran di lantai kayu yang selama ini nampak bersih.
Ruangan juga nampak kacau, gelap, pengap sebab seharian akses masuk udara segar tak dibukanya. Memilih untuk terpuruk sendiri berteman sendu hati. Dari pada diri terlanjur melampiaskan kepada sahabat yang tak mengerti apa-apa, bahkan mungkin akan meninggalkannya setelah ia mengatakan semua yang terjadi semalam.
'Gojo Sensei'
Nama itu terputar selalu dalam angan. Memeras tenaga, menghancurkan lagi kepingan rasa. [Name] berpikir untuk apa dia berlama-lama sembunyi dengan aib besar yang dipikul pada pundak.
Ia harus pergi.
Dengan segenggam rasa benci yang menyulut dengki hati.
Untuk gurunya. Gojo Satoru.
Bersumpah akan menghukumnya suatu hari nanti. Membuatnya menyesal, memohon ampun atas segala dosa yang telah ia perbuat. Mengantam kepala batunya pada tembok beton. Agar terpecah pemikiran yang selama ini menyimpang dalam dirinya.
Ia tak mau ada [Name]-[Name] lain di luar sana. Yang menjadi korban kebringasan orang terdekatnya, yang menjadi hina sebab menaruh percaya pada orang yang salah.
"Maafkan aku Megumi." jemari mengusap pelan permukaan tembok. Berharap, jikalau sang pemuda akan mendengarkan dari baliknya. Meski besar kemungkinan sang pemuda telah terlelap atau belum pulang dari misi. Ia tak peduli.
Setidaknya dengan mengutarakan hal yang mengganjal dalam hati ia sedikit merasa tenang.
Berharap.
"Semoga kita bisa bertemu lagi."
✧ ೃ༄*ੈ✩
09 December 2020
©agathis_
KAMU SEDANG MEMBACA
Alexithy ✿ Gojo Satoru
FanfictionHidden Feelings Project ೄྀ࿐ [COMPLETED] Hidupku sudah berakhir Bahagia ku telah dirampas paksa olehmu Ingat ini Aku membencimu, Gojo Satoru . . ...