Seorang wanita bersurai pink dengan bangganya mengibar-ngibarkan kertas kelulusan serta topi sarjananya dan tak lupa menampilkan senyuman indah kepada seorang wanita paruhbaya didepannya.
"Ibuuuu... Aku lulus." Mebuki tersenyum hangat menatap emerald hijau anaknya yang berkaca-kaca, ia tahu Haruno Sakura putrinya itu, sedang menangis bahagia.
Sakura tak tinggal diam ia berlarian kecil memeluk ibunya, ia sangat bahagia difikirannya sekarang adalah kebahagiaan ibunya yang akhirnya tercapai dengan kelulusan dirinya.
"Ibu sangat bahagia denganmu Sakura." Mebuki melepas pelukan anaknya itu, dan tersenyum menatap wajah cantik sang anak.
"Kau tahu ibu, hari dimana aku bisa membuatmu tersenyum bahagia ini, akhirnya aku bisa melihatnya aku bahagia.. Sangat bahagia." Sakura mengeratkan genggaman tangannya kepada sang ibu ia tidak ingin moment ini terbuang sia-sia akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke taman potret sekolahnya yang dikhususkan untuk memotret sebagian sarjana untuk menjadi kenang-kenangan."Ino-chan.. Cepat foto aku dan ibuku dengan foto yang sangat bagus, jika tidak aku tak akan berteman denganmu lagi." Ino menghiraukan racauan dari sahabat pink nya itu, ia memutar bola mata malas kenapa juga ia yang harus memotret moment bahagia sahabatnya sementara tukang potret kan ada?
"Sialan kau forehead, tak bisa melihat sahabatmu ini tenang." Ino dengan malas berdiri membawa kamera ditangannya, ia tersenyum hangat kepada ibu dari sahabatnya itu, tanpa menoleh kepada Sakura.
"Baiklah, gaya yang bagus yah bibi Mebuki dan Sakura-chan, cepat-cepat aku akan memfoto kalian." Sai melihat Ino yang menjadi potografer tersenyum hangat kepada sang kekasih, entah kenapa sai sangat ingin segera menikahinya, apalagi Ino yang terlihat sangat cantik dimatanya.
Satu
Dua
Tiga
Cekrek.....
"Bagaimana pig????" Ucap Sakura sedikit teriak, ia ingin cepat melihat hasilnya itu.
"Bagus forehead, aku memang ditakdirkan untuk menjadi sang potografer sepertinya." Ino tersenyum girang melihat hasil potretnya itu.
Sakura dan Mebuki menyusul Ino dan melihat foto yang berukuran kecil didepannya.
Sakura tersenyum,"Benar kau pig, kau sangat berbakat, terima-kasih pig ku, jadi aku tak akan melupakanmu teman sekaligus sahabatku, ululuh pig yang manis." Sakura memeluk Ino dengan erat ia bahkan mengusap-ngusap pipi chubby milik Ino.
"Ishh.. Forehead sialan kau, jangan gunakan tangan kotormu itu untuk menyentuh pipiku, dan sekali lagi aku juga senang bersahabatan denganmu, walau kau sedikit memaksa." Ino mendengus kecil dan melepaskan pelukan sahabatnya.
"Mari foto Ino mamahh..." Sakura Menjulangkan tinggi sebuah tongkat selfie, ia ingin sebanyak-banyaknya mencetak foto dari moment kelulusannya ini.
"Saiii-kun kau juga ikut." Akhirnya mereka berempat bergaya didepan layar handphone hingga kehabisan gaya, karena sakura terus-menerus memotret mereka.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Setelah kelulusannya kemarin, Sakura kini tengah memajang indah foto-fotonya itu ditembok kamarnya, ia akan merawatnya sepenuh hati dan tak mungkin melupakan hari itu.
"Sakuraaa!!!." Teriak sang ibu dari ruang makan, sepertinya Sakura harus cepat sekarang, karena 20menit yang lalu ibunya memanggil namanya juga, padahal diposisi itu Sakura sedang memasang bingkai foto miliknya akhirnya terpaksa ia harus hiraukan panggilan sang ibu, dan untuk yang kedua kalinya ibunya memanggil.
"Iyah ibu, Sakura akan turun sebentar lagi." Sakura membereskan sisa sampah-sampah plastik yang ia gunakan untuk menghias foto miliknya itu.
Setelah semua beres, akhirnya ia turun dari tangga dan menghampiri ibunya yang sudah duduk dikursi ruang makan.
"Makanlah... ibu tahu kau belum makan sejak tadi." Sakura mengangguk dan segera memilih kursi untuk diduduki lalu memakan masakan yang sudah ibunya buat.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Forehead, aku mempunyai kabar gembira untukmu!"
"Kabar gembira apa?" Ucap Sakura.
"Kau ingin bekerja bukan? Ada sebuah lowongan kerja menjadi sekretaris kantor ditempat Uchiha form, kau ingin mencoba untuk kesana tidak?".
Sakura mengangguk-anggukan kepalanya, ia mengerti memang benar apa yang sahabat pirangnya itu katakan, ia sedang butuh sebuah pekerjaan sekarang.
"Aku akan mencoba melamar pekerjaan besok, terima-kasih pig kau sangat baik kepadaku."
"Ahh tak ku sangka kau akan melamar di perusahaan itu, semangat forehead aku tahu kau pasti diterimaa. Sama-samaa byy untukmu forehade jaga kesehatanmu yahh."
"Baikk pigg."
Tuttt tutttt tuttt.
Sakura mematikan sambungan telponnya dan tersenyum hangat, ia akan mencoba melamar pekerjaan esok hari, semoga bos nya itu menerima ia sebagai sekretaris kantor miliknya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Apa sudah dilakukan Sai?" Sai menganggukan kepalanya, ia sudah memberitahu semua orang bahkan teman-teman dekatnya itu bahwa sang bos sedang membutuhkan sekretaris kantor sekarang.
"Sudah Mr. Uchiha" Ucap Sai, Sasuke tersenyum dibangku mejanya itu.
"Apa adalagi perintahmu Mr. Uchiha?" Sambung Sai menatap bosnya itu.
"Tidak, kau boleh pergi." Sai membungkukan badannya sedikit dan mulai melenggang pergi keluar ruangan.
"Inooo bagaimana???".
"Tenang Sai, sahabatku Sakura esok akan melamar menjadi sekretaris bosmu itu."
"Ahh. Jadi Sakura, baiklah terima-kasih Ino, kuharap Sakura akan menetap dipekerjaannya ini." Sai menghembuskan nafas dalam, ia terlihat tenang sekarang walau difikirannya adalah Sakura yang akan menjadi sekretaris dari bos dinginnya itu.
"Apa maksdumu Sai?" Ino menatap bingung layar handphonenya itu.
"Ah.. Tidak Ino, nanti juga kau akan tahu dari Sakura".
"Hmm begitu yah, yasudah Sai aku matikan telponnya yah, jika kau rindu padaku temui aku di apartement."
Tutt tutt tutt.
Sai tersenyum simpul melihat layar handphonenya itu, justru bukannya Sai yang akan rindu kepada kekasihnya, malah sebaliknya Ino akan merindukan dirinya.
"Dasar kau ini." Ucap Sai pelan dan mulai memasukkan handphonenya kedalam kantong celana lalu pergi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Right Here Waiting For You
FanfictionAku Haruno Sakura putri dari Haruno Mebuki ibuku sementara ayahku ia sudah terlalu pergi meninggalkan kami berdua, Hidup dalam lingkup sederhana dengan aku yang menjadi tulang punggung keluarga adalah hal yang sudah terbiasa bagiku jika hidup bergul...