Unnatural

Chapter 15: The Four Digits Numbers

Minggu menjadi satu-satunya hari saat seluruh siswi Sakurazaka Academy tidak datang dan menjalankan kehidupan sebagaimana seorang pelajar pada umumnya. Ketika hari ini datang, biasanya Habu selalu berlatih di lapangan umum bersama beberapa anggota klubnya. Mereka juga terkadang mengajak orang-orang lain yang kebetulan berada di lapangan itu untuk melakukan sparring. Tapi khusus hari ini, ia harus rela menjadi supir pribadi.

Semua tempat duduk di dalam Grand Cherokee miliknya terisi penuh sekarang. Bangku penumpan di samping bangku kemudi diisi Koike, dan bangku penumpang di belakangnya ditempat oleh Akane, Matsuda, dan Fuyuka. Mengabaikan suara-suara lantang dari dalam mobil, ia fokus mengemudi sementara Koike dan teman-temannya mengobrol dari tempat duduk masing-masing dengan suara cukup keras. Habu memang mengenal teman-teman kekasihnya itu, tetapi tidak terlalu dekat. Oleh karena itu, ia memilih menjawab dan tertawa seadanya agar situasi tidak terlalu canggung.

"Omong-omong, Akane, kau terlihat dekat dengan The Elites. Atau itu hanya perasaanku saja?" Fuyuka bertanya, itu pertanyaan yang sudah diduga oleh Akane sebelumnya. Tapi ia tetap tidak siap menjawab hal tersebut.

"Benar juga. Kemarin kau langsung ikut berlari ke klinik dan membawa Kobayashi ke rumah sakit. Atau jangan-jangan mereka mengancammu agar mau menjadi budak mereka?" Matsuda menyahut.

Habu menoleh sekilas, "Hei, hei... tidak mungkin, kan? Moriya tidak terlihat seperti orang yang lemah."

"Ah, sulit dijelaskan. Waktu itu aku hanya refleks ikut berlari. Apalagi saat melihat tetesan darah di sepanjang koridor, aku langsung sadar itu bukanlah masalah sepele." Akane menjelaskan, "jika kalian melihat luka Yu—Kobayashi, aku yakin kalian akan trauma dengan darah."

Sebuah tangan dapat ia rasakan mengusap-usap pucuk kepalanya. Itu adalah tangan Koike. "Lihat, teman kita yang satu ini benar-benar bersikap seperti pahlawan." Ia berkata, disusul dengan tepuk tangan dari Matsuda dan Fuyuka. Sementara Habu tertawa sambil mengacungkan jempol.

Mobil berbelok memasuki gang, menjauh dan meninggalkan jalanan utama yang ramai. Kini mereka memasuki jalanan yang tergolong sepi. Dengan rumah-rumah penduduk yang tidak terlalu padat. Habu agak mendekatkan wajahnya ke kaca, memperhatikan dengan cermat, memastikan apakah mereka berada di jalan yang tepat.

Setelah beberapa menit, mobil berhenti didepan sebuah bangunan. "Jadi, ini tempatnya?" Akane memastikan. Menatap keluar jendela mobil untuk memperhatikan bangunan berwarna pucat di sisi kiri mobil. Semua jendela di bangunan tersebut ditutup oleh tirai sehingga tidak terlihat apa yang ada didalam.

"Ini seperti penjara untuk pelaku kejahatan tingkat tinggi," Matsuda berkomentar. "Apa kau tidak salah tempat?"

"Aku masih ingat betul jika ini benar-benar tempatnya. Agak suram memang, tapi kita di tempat yang benar." Habu menjawab. Ia kemudian menyalakan mesin mobilnya dan menjalankan mobil untuk masuk ke halaman parkir setelah melewati sepasang petugas keamanan.

Sekali lagi, Akane memperhatikan bentuk bangunan rumah sakit jiwa tersebut. Memang benar apa yang Habu katakan jika rumah sakit jiwa tempat Hirate dirawat berada di tengah kota. Yang ada di bayangan Akane, rumah sakit tersebut tepat berada di pinggir jalan dimana banyak kendaraan yang lewat dan toko-toko di sekitarnya.

Tapi rupanya ekspetasi Akane benar-benar meleset. Lokasi rumah sakit jiwa memang berada di tengah kota. Tetapi berada di daerah yang jauh dari keramaian manusia. Bahkan saat mereka hanya berpapasan dengan satu atau dua mobil saja saat hampir mencapai lokasi. Hanya ada convenience store beberapa blok dari situ dengan dua mobil terparkir di halamannya.

Keberaniannya yang semula berapi-api langsung turun drastis. Ia tidak pernah masuk kedalam rumah sakit jiwa sebelumnya, jadi ia tidak tahu gambaran tentang apa yang terjadi didalamnya. Ia hanya mengingat gambaran rumah sakit jiwa dari game Outlast yang ia mainkan beberapa bulan yang lalu.