Chapter 16: The Fall of the First Pillar

343 41 2
                                    

Ozono Rei, siswi tingkat 3. Saat ini ia tengah berada di dalam ruangan khusus dengan dinding beton yang dingin—suatu tempat di dalam lingkungan Sakurazaka Academy. Bagian yang paling tersembunyi, dimana tempat itu hanya diketahui oleh teman-teman terdekatnya yang paling ia percaya. Bahkan petugas keamanan pun tidak mengetahui keberadaan tempat itu sejak tahun pertama ia berada di Sakurazaka. 

Bagi dirinya tempat itu sudah hampir seperti rumahnya sendiri. Sebagian besar waktunya sebagai pelajar ia habiskan di ruangan itu. Bahkan saat libur, atau malam hari dia akan memakai student card miliknya untuk menyelinap masuk ke dalam area akademi dan bekerja di dalam sana, sendirian.

Ruangan itu terbagi menjadi dua dan dipisahkan oleh pembatas kayu yang tebal. Ruangan utama adalah tempat dimana Rei berada sekarang. Terdapat tumpukan kertas dan file arsip di atas meja, dengan beberapa kursi dan sebuah kulkas kecil. Ruangan lainnya tidak memiliki perabotan selain papan tempat perkakas digantung, beberapa karung goni kosong dan sebuah kursi yang beradadi tengah-tengah ruangan. Di ruang perkakas, lampu yang digunakan adalah lampu dengan aliran listrik yang rendah sehingga cahaya yang dihasilkan tidak terlalu terang.

Ia mengetuk-ngetuk meja kerjanya yang penuh dengan goresan sembari tangan kirinya memegang ponsel. Menunggu seseorang di seberang sana menjawab pesan darinya. Matanya sesekali melirik monitor CCTV di atas meja.

Suara langkah kaki yang menggema masuk ke dalam indra pendengarannya. Ia tak mau repot-repot menengok untuk mencari tahu siapa orang yang baru saja datang karena sekarang memang hanya ada dua orang yang sedang berada di basement—dirinya sendiri, dan satu orang lagi, Endo Hikari. "Takemoto sudah berada di lokasi?" tanya Endo. Ia berdiri di hadapan sebuah laptop, layarnya menunjukkan tampilan utama dari blog sekolah.

"Ya. Inoue juga bersama dengannya," Rei menjawab singkat. Ia meletakkan ponselnya dan bangkit berdiri untuk berjalan mendekati dinding ruangan yang cat nya mulai mengelupas. Di sana terpajang lima bingkai foto, di bagian bawah foto diberikan kode angka yang ditulis dengan tinta merah. "Gadis itu terlihat ragu. Aku jadi sedikit khawatir." ucapnya kemudian.

"Saat melihatnya, aku merasa seperti sedang melihat diriku sendiri di masa lalu." Endo menggumam pelan, "Dia baru beberapa kali melihat hal serupa. Sebagai manusia, wajar saja dia merasa seperti itu. Ingatkan saja dia dengan seniornya dan dia akan mematuhimu lagi seperti anjing liar yang berhasil dijinakkan dengan sepotong tulang."

"Benar. Biarkan anak itu melihat pertunjukan ini, biarkan perasaan puas dari dendam yang terbalaskan itu menghangatkan hatinya yang hancur." Rei tertawa. Suara tawa nya menggema di ruangan tertutup itu, bersamaan dengan bunyi notifikasi dari ponsel miliknya. Saat ia melihat email yang masuk, sebuah senyuman terpatri jelas di wajahnya. Sebuah senyuman—seringaian yang mengerikan dan mengintimidasi.

"Informan kita sudah memberi izin. Sekarang giliran kita untuk bergerak." diambilnya palu bernoda coklat dari atas meja, mengayun-ayunkannya dengan penuh semangat. "Hikari, hancurkan pilar pertama." tepat setelah itu, Rei mengayunkan ujung palu dan menghantam bingkai kaca bertuliskan angka satu.

" tepat setelah itu, Rei mengayunkan ujung palu dan menghantam bingkai kaca bertuliskan angka satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
UnnaturalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang