Chapter 28: The Judgement Day II

392 45 14
                                    

Risa menggenggam erat pergelangan tangan Karin dan menuntunnya untuk berlari ke gedung kelas tiga yang merupakan gedung paling jauh dari basement, dengan harapan Rei dan kawanannya akan kehilangan jejak mereka. Tapi kenyataannya tidak. Mata mereka seolah terbiasa melihat dalam kegelapan pekat seperti ini, persis seperti hewan buas yang hidup di hutan belantara.

Tak begitu jauh di belakang mereka, Takemoto mengejar dengan membawa sebilah golok. Langkah kakinya yang bertalu-talu pada lantai marmer membuat jantung Risa berpacu cepat. Meskipun ia sudah terbiasa berlari karena seringnya melakukan latihan fisik, di saat seperti ini entah kenapa kemampuannya itu seperti tidak berguna. Ia menjadi cepat lelah, otot kakinya kaku dan panas terbakar. Tiap kali telapak kakinya memijak, rasa nyeri akan menjalar dari bagian telapak dan menyebar ke bagian yang lain.

Ia tidak tahu dengan Karin tapi sepertinya ia merasakan hal yang sama. Ditambah lagi gadis itu lebih lama disekap, sudah pasti ia kehilangan lebih banyak energi karena jatah makanan yang sedikit. Sembari berlari, Risa sesekali menengok ke belakang untuk mengecek keadaan Karin. Tampak Karin membuka mulutnya sedikit, berusaha keras untuk tetap bernapas meskipun sesak mulai menjalari dadanya.

Karin mengerang kecil. Ia berusaha mempercepat pace larinya agar bisa menyamai kecepatan Risa. Ketika mereka sudah beriringan, ia berucap, "Kita tidak bisa berlari terus. Harus memancing cecunguk sialan itu ke suatu tempat dan menjebaknya di sana." Risa awalnya terdiam, berpikir beberapa waktu. Hingga akhirnya ia menoleh ke belakang dan mengangguk setuju tanpa mengatakan apapun lagi.

Mereka memperlambat kecepatannya dan menengok ke belakang, Takemoto mulai mengikis jarak dan menjadi semakin dekat dengan posisi mereka. Pandangan Risa berpendar dengan liar pada lorong dan pintu di sekelilingnya, hingga pilihannya jatuh pada satu ruangan. Ditendangnya pintu laboratorium, ia membawa Karin masuk ke ruang laboratorium biologi dan membiarkan pintunya terbuka, menunggu Takemoto masuk dan memakan umpan. Selama beberapa detik Risa dan Karin berdiri di dinding dekat pintu. Setiap detik berlalu, semakin berat dan sesak napas mereka.

Langkah kaki terdengar semakin dekat dan akhirnya Takemoto melesat masuk ke dalam. Tepat saat itu, Karin mengangkat meja dan melemparkan meja tersebut ke tubuh Takemoto.

Suara keras saat meja jatuh membentur lantai membuat telinganya berdengung sesaat. Tapi Karin tidak berhenti karena ia melihat Risa meraih tubuh Takemoto dan mencekik lehernya dari belakang. Ia memberikan kesempatan bagi Karin untuk menyelesaikan Takemoto dengan satu pukulan lagi. Jadi, ia mencoba mengambil kembali meja yang sudah nyaris hancur untuk kembali menghantam tubuh Takemoto.

Namun—

CRASH

"A—Argh?"

Karin tersentak. Bagian lengan hingga ke bawahnya terpotong dengan rapi dan jatuh ke lantai. Darah muncrat keluar dari lengannya, juga potongan tangannya yang ada di lantai. Ia meraung, menggunakan tangan kanannya untuk menutup aliran darah dari lengannya yang terpotong. Takemoto berhasil menebas tangan kirinya saat Karin hendak mengambil kembali meja yang jatuh. Risa menatap kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri, saat golok Takemoto menebas tangan kiri Karin seperti dirinya sedang memotong sebuah tahu. Sangat cepat, rapi, dan halus.

Ia tidak tahu setajam apa golok Takemoto hingga benda itu dapat memotong tulang yang bertekstur keras, daging dan jaringan otot yang ada melekat di sana.

"K—Karin!" Risa menggeram. Otot-otot tangannya menegang, memperkuat cekikannya pada leher Takemoto. "Sialan kau, berani-beraninya!"

Ia mendorong tubuh Takemoto menjauh dan hendak melayangkan pukulan ke lehernya. Tapi Takemoto dapat dengan mudah menghindar karena pukulan Risa jauh meleset dari sasaran. Memanfaatkan kelengahan Risa, Takemoto langsung menghantam wajah Risa dengan siku. Suara hidung yang patah tidak serta merta membuatnya berhenti, malahan Takemoto terus menambahkan pukulan-pukulan lain di rahang, leher, dada, dan perut Risa.

UnnaturalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang