1

152 4 10
                                    

Jalani hari sesuai keinginanmu, jangan membiarkan siapapun ikut campur menyusun nya. Ini kehidupan mu lakukan apa yang ingin kau lakukan, jangan mendengarkan pertimbangan orang-orang yang membisikan segala hal lalu pergi karna telah selesai menghancurkan.
***

Matahari bersinar terang memasuki celah gorden kamar sederhana yang kontras sekali bergaya wanita.
ini bukan lagi panas pagi hari yang penuh vitamin melainkan panas yang sedikit menusuk kulit tubuh dan menandakan bahwa hari sudah mulai siang.

Namun, gadis yang menempati kamar itu sama sekali tak terusik dengan sengatan sinar matahari yang mengenai kulit nya.

Ia masih terlihat pulas tidur sesekali mengeluarkan dengkuran halus.

Sementara di luar kamar terdapat wanita paruh baya yang tengah sibuk mencuci piring,dengan wajah masam sarat menandakan kekesalan.

Wanita itu berguman sesekali menaruh piring yang telah selesai di bilas ke barisan rak bersusun.

"Punya anak gadis kaya nggak punya anak gadis, pagi-pagi nyuci piring sendiri, nyapu sendiri, nyuci baju sendiri," sambil berguman keras wanita itu mengambil alih sapu karna telah selesai membilas piring.

Mendengar hal itu wanita yang berada di dalam kamar langsung terbangun kalut.

Ia berdiri cepat keluar dari kamar berlari tergesah menghampiri wanita paruh baya yang terlihat tengah memandang nya dengan tatapan sinis sambil tetap menyapu.

"Eh nyonya udah bangun ya nyonya? ini bibik lagi nyapu, itu makanan udah ada di meja makan tinggal di makan aja, oh atau mau bibik suapin?" ucap si wanita paruh baya dengan senyuman manis yang terlihat sekali di buat-buat.

Wanita yang baru saja keluar dari kamar hanya cengegesan ketakutan, "heheh nggak kok mah, aku bisa makan sendiri mamah nggak usah repot-repot suapin,"ucap nya tanpa rasa bersalah.

Wanita paruh baya itu tampak murka dan berancang -ancang melempar sapu yang tengah ia pegang.

Gadis yang masih saja berdiri itu memelototkan kedua matanya melihat apa yang akan sang ibu lakukan. "mah mamah! amp—"

Sebelum benda itu mendarat ke wajah sang anak teriakan keras terdengar dari arah ruang tamu.

"MAMAH!"

Wanita paruh baya itu sontak menghentikan gerakan tangan nya ia berpaling menghadap ke arah ruang tamu yang memang tidak berjarak jauh dari dapur.

"APA?! APA HAH?"

Sosok yang tadi berteriak keras terdiam mematung,
nyali nya tiba-tiba saja menciut.

"Engga—ak mah nggak papa, Ini apa?"tanya pria itu yang masih binggung memkirkan alasan apa yang akan ia pakai untuk melindungi sang putri.

"Papah diam ya nggak usah ngalihin pembicaraan, mamah mau nampol nih orang!" ucap nya penuh emosi sambil menunjuk ke arah sang anak.

Sedangkan yang di tunjuk menampilkan wajah cemas ketakutan berharap bantuan dari sang ayah, menyatukan kedua tangan nya ke arah pria berkepala jontos itu seperti memohon keselamatan hidupnya.

"Ja—ngan dong kasian buah hati kita," sang anak sebenarnya mual sekali mendengar ucapan ayah nya itu. Tapi, ini demi keselamatan hidupnya.

"Yang kaya gini nih yang buat Yola malas, ngelunjak apa-apa di belain!" ucap nya menantap tajam suami.

"Papah bukan ngebelain, namanya juga anak-anak masih harus belajar biarin aja dulu, nanti juga bisa sendiri,"

"Kalau di biarin terus nanti dia nya nggak bisa-bisa pah! ntar gimana kalau udah nikah nggak bisa ngurus suami. masak nggak bisa, nyuci nggak bisa, bangun siang,
yang ada sehari nikah langsung di cerein sama suami nya."

"Mamah ngomong nya kok gitu?! Ola kan masih kecil baru juga SMA ngomong nya udah nikah nikah aja!" ucap sang ayah tak terima.

"La sana mandi, udah siang," perintahnya kepada anak perempuan nya.

Yolanda tak membuang kesempatan ia langsung berlari kencang ke arah kamar mandi sambil tetap cengegesan.

***

Yolanda agilia gadis yang masih duduk di bangku SMA.
Ia memang sedikit pemalas, kapasitas otak yang rendah, tidak ada semangat hidup.

Hari-harinya hanya di penuhi dengan kegiatan unfaedah. bangun tidur makan, sekolah, pulang tidur lagi.

sang ibu Rianti terkadang suka dibikin darah tinggi jika melihat kelakuan putrinya. Bukan apa Ia sangat khawatir putri nya kelak tidak ada masa depan.

Tapi, akan ada ayah yang selalu membela nya. Bukan bermaksud membela ya tapi seperti sosok ayah pada umum nya tidak akan pernah tega.

Seperti yang baru saja terjadi tadi, keributan seperti itu memang sering terjadi bahkan hampir setiap hari khusus nya dihari minggu. Yola sangat susah bangun pagi, harus ada kegiatan perang dulu diluar kamar baru gadis itu akan bergegas bangun.

Di sekolah pun tak jauh berbeda gadis itu juga berprilaku seperti itu. Pemalas, jarang mengerjakan tugas. Rianti sudah belasan kali dipanggil kesekolah karna kelakuan anaknya itu.

Ia tidak tau mau bermimpi jadi apa, tidak ada bakat, tak trampil, tidak ada semangat hidup bahkan ia pernah berfikir untuk tidak bersekolah saja.

Karna pikirnya sama saja dia sekolah tapi tidak bisa apa-apa jadi buat apa?

Miris kan cerita gadis ini, horor.

***

happy reading!

Be with me till the end Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang