PROLOG

5 3 0
                                    

Aku pulang dari kebun di belakang rumah dan membawa keranjang buah yang sudah terisi penuh dengan buah apel.

"Hemb, manis bangettt. Besok panen lagi kalau apelnya  semanis ini," kataku sambil berjalan, tangan sebelah kanan aku gunakan untuk makan sedangkan tangan kiri ku gunakan untuk menenteng keranjang buah.

Di belakang rumah bibi sengaja ia tanami banyak sekali buah, bibi selalu menyuruhku untuk memanennya. Buah yang sudah di panen biasanya diolah menjadi wine, selai, atau di jual segar di pasar dekat rumah.

Langkahku hampir sampai di halaman depan rumah, tapi aku melihat dua mobil yang berjejer rapi di depan sana, seketika aku menghentikan langkahku. Aku berjalan mendekati mobil itu dengan menoleh ke sana ke mari apakah ada orang yang memiliki atau tidak. Pintu depan rumah memang  terbuka lebar bisa jadi pemilik mobil ini sedang berada di dalam, untung saja mobil ini tak parkir  tepat di depan pintu rumah.

" Udah keliatan  dari jauh kalau mobil ini pasti mahal," kataku berlanjut untuk memakan apel yang berada di ranjang.

Cit ... Cit ...

Suara itu timbul dari tanganku yang aku gosokkan pada badan mobil.

"Dari suaranya udah jelas, mobil mahal," ucapku dengan mengangguk-anggukan kepala. Mulut ku tak henti hentinya makan sedangkan kakiku tak berhenti untuk mengelilingi kedua mobil ini. Aku masih mengaguminya.

Dulu aku juga punya mobil seperti ini tapi karena utang piutang bibi, mobil itu dijual.
Dulu juga, aku punya orang tua yang menyayangi ku tapi mereka berdua sudah meninggal karena kecelakaan.

Ayah dan ibu meninggal karena tragedi kecelakaan yang direncanakan oleh rekan bisnis mereka. Rekan bisnis orang tua ku  tidak terima jika produk kerja sama yang di pasarkan gagal mencapai target, mereka menyalahkan orang tua ku dan merencanakan pembunuhan.

Kecelakaan itu terjadi ketika aku, ayah, dan ibu pulang dari pesta ulang tahun temanku. Kami pergi dengan pengawal tapi entah kenapa di pertengahan jalan pengawal kami menghilang dan di belakang ada sebuah mobil yang membuntuti kami, tak di sangka orang yang berada di mobil itu menembak ban mobil kami. Saat itu mobil berada di kecepatan yang di atas rata-rata alhasil mobil itu kehilangan keseimbangan dan menabrak pembatas jalan.

Hingga saat ini aku masih  ingat baik kejadian itu atau pun ketika ayah dan ibu meninggalkan ku secara bersamaan di rumah sakit setelah  di rawat selama berhari hari akibat tragedi itu.

Luka yang ku dapat dari kecelakaan itu tidak separah orang tua ku, meskipun begitu aku tetap di rawat di sana. Luka itu masih ada sampai saat ini, entah luka fisik maupun batin ia masih bersemayam dalam diriku.

"Nala!" Aku terperanjat kaget mendengar suara Bibi yang berada di depan pintu.

Aku mengintip dari  belakang mobil mewah ini, tapi terlambat, Bibi sudah mengetahui keberadaan ku dan  berjalan ke mari dengan tergesa- gesa.

"Bibi ada apa Bi?" tanyaku.

"Ayo ikut Bibi." Bukannya menjawab pertanyaan ku, ia malah membawa ku ke dalam rumah. Bibi mengunci pintu yang terbuka lebar, menutup semua  jendela dan membawaku ke dalam kamarku.

Ia mendudukkan ku di ranjang, Bibi belum menjelaskan apa yang terjadi malah mengambil koper dan memasukkan semua bajuku.

"Bibi ngapain masukin semua baju-baju aku?"

"Sekali ini aja, nurut ya sama Bibi," ucap Bibi tanpa melihat ke arahku.

"Aku bakal nurut kalau aku tau ada apa? Aku harus tau dong Bi, apa masalahnya. Kenapa buru-buru?" tanyaku dengan berurutan.

"Sebentar lagi Tuan tanah itu datang. Bibi udah jelasin kan  apa yang Tuan itu inginkan. Sekarang kamu pergi dulu ke tempat yang Bibi tunjukkan. Nanti kamu kembali ke sini kalau sudah aman."

Married With LandlordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang