2. PERGI

1 1 0
                                    

Mobil ini benar-benar meninggalkan rumah Paman dan Bibi, sesak sekali rasanya. Rumah itu penuh dengan kenangan, saat harta dan orang tua ku direnggut paksa, hanya rumah itu yang mampu menampungku.

Aku menatap kakiku sendiri, di mobil ini aku melihat kakiku mengenakan satu sandal rumah berbentuk kepala kelinci. Bukan satu pasang seperti pengawal di samping, hanya satu buah sandal yang melekat pada kakiku.

Klasik memang, seperti cinderella, tapi aku tak yakin, aku akan seperti dirinya. Ya, karena aku bukan cinderella.

Aku yakin, sandal yang satunya jatuh di rumah paman, jadi aku tak khawatir. Ini pasti gara-gara pengawal yang menggendongku tadi, dia harus membayarnya lihat saja nanti!

Aku menghadap ke depan, mobil ini sedang melaju di tengah hiruk pikuk pasar. Aku tak tahu akan di bawa kemana, aku menebak akan di bawa ke rumah Tuan Tanah. Bibi berkata kalau rumah Tuan Tanah itu sedikit menjauhi keramaian.

"Ekhm! Permisi, dimana Tuan kalian?" tanyaku sedikit berteriak, aku melirik pengawal yang ada di sampingku untuk menanti jawaban darinya.

"Dia sedang ada tugas, Nona." Jawab pengawal dengan tenang.

"Huhhh!" Aku membuang muka kesal. Lebih baik aku menghadap jendela yang berada di sebelah kananku, jalan yang kami lewati silih berganti dengan rumah-rumah penduduk yang tenang. Aku  jadi teringat akan pertanyaan ku tentang Tuan Tanah pada Bibi.

Waktu itu, aku sedang membuat teh untuk Paman dan Bibi yang duduk  di ruang keluarga. Rencananya kami ingin bersantai dengan menikmati hasil panen, ketika aku sampai di ruang tamu dengan membawa teh dan camilan, Bibi sedang bercerita tentang pemilik tanah di desa ini.

Aku meletakkan nampan bertepatan dengan Bibi yang memulai cerita.

"Sayang, kau tau Tuan Tanah di sini bukan?" Tanya Bibi pada Paman dengan nada lembut.

"Iya, aku tahu. Bukankah beberapa minggu lalu tangan kanannya  ke sini?" Paman mengangkat cangkir teh buatan ku dan meminumnya.

"Ya, Tuan jesper. Dari gosip yang beredar ia menginginkan seorang gadis untuk di bawa pada Tuan tanah, jika musim semi tiba. Para warga yang mengelola kebun Tuan tanah sangat antusias terhadap apa yang di umumkan oleh Tuan Jesper."

"Aku tidak setuju jika Naya akan ikut," kata Paman, ia meletakkan cangkir teh tersebut dan meletakkan tangannya pada lengan kursi.

"Begitu pun, aku" Bibi juga setuju dengan Paman

"Mengapa  bi?" tanyaku  heran.

"Itu tidak boleh terjadi! Kita belum tau kenapa Tuan itu menginginkan seorang gadis, lagi pula kita tidak rela jika kamu pergi. Kami sudah menganggap kamu sebagai anak kita, di sini kita cuma punya satu sama lain." ujar Bibi menjelaskan.

"Bi, kenapa Tuan tanah itu ingin gadis dari desa kita? Bukankah dia sudah beristri?"

Dari cerita yang kudengar, Tuan tanah sudah beristri, dia belum pernah menampakkan wajahnya kesini. Hanya Tuan Jasper si tangan kanan Tuan tanah yang ke sini. Aku tidak tahu kapan Tuan Jasper itu berkunjung kesini.

"Dia memang sudah beristri. Untuk urusan gadis, Bibi dan Paman tidak tahu. Orang kaya memiliki pemikiran yang berbeda."

"Bukankah dulu kita juga orang kaya?" Aku mengingat akan hal itu.

"Tapi sekarang tidak lagi," ujar Paman.

"Benar apa yang di katakan Paman" ucapku dengan mengangguk-angguk.

" Waktu rapat kemarin Tuan Jasper meminta data orang tua yang memiliki anak gadis. Entahlah untuk apa, mungkinkah gosip itu benar?"

Paman memang ikut dengan rapat-rapat itu, karena dia memang salah satu orang yang mengelola kebun  terbesar, Tuan tanah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Married With LandlordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang