1. PERTEMUAN PERTAMA

4 3 0
                                    

"Bi, ini nggak mungkinkan?" tanyaku dengan nada bergetar.

"Bibi nggak bohong sayang," jawab Bibi dengan air mata yang berurai, "Ayo, bantu Bibi beresin ini semua, pamanmu sedang mengulur waktu."

"Baik Bi."

Aku yang semula hanya menonton kini bergerak untuk membantunya. Aku hanya membawa pakaian yang di perlukan, satu ransel berukuran sedang sudah terisi penuh.

Aku dan Bibi berdiri secara bersamaan, menatap satu sama lain dengan perasaan yang berkecambuk.

"Jaga—"

Cklek

Belum sempat Bibi menyelesaikan perkataanya pintu kamar terbuka. Aku ingin melihat siapakah yang datang, tapi Bibi sudah menyembunyikan diriku di belakang tubuhnya.

"Kami di perintahkan Tuan muda untuk menjemput— "

"Cukup! Aku akan ke sana sendiri. Jangan ada yang menyeret kami, aku akan ke sana sendiri. Dimana Tuanmu itu?!" Suara Bibi sangat tegas, tak biasanya ia mengeluarkan nada bicara seperti itu, ini benar-benar dalam bahaya.

"Tuan Muda tidak ada di sini, ia menyuruh kami untuk menjemput Nona Muda."

Apa!? Belum sempat aku bertanya, Bibi sudah berjalan.

"Ayo, sayang."

Aku mengangguk dengan ragu-ragu dan Pengawal itu membawa tasku.

Aku masih berada di belakang tubuhnya, bahkan ketika berjalan wajahku sengaja di sembunyikan. Aku hanya bisa menatap lantai yang aku tapaki, ketika aku akan menegakkan kepala Bibi selalu menundukkan nya.

Kami berhenti melangkah, dalam keadaan berdiri aku merasa ada seseorang yang mendekat.

"Kenapa belum pergi?" Suara itu terdengar berbisik tapi aku masih bisa mendengarnya, itu suara Paman.

"Kami hampir saja mau pergi tapi pengawal itu sudah mengetahui kami," jawab Bibi dengan suara yang berbisik juga.

"Sial, kita harus bagaimana?"

"Mana aku tau. Aku juga tidak rela jika Nala bersama mereka!" Bibi menjawab dengan tegas tapi lirih.

"Ekhem!"

"Tuan."

Suara itu mengagetkan kami semua, suara yang asing di telingaku. Paman dan Bibi membungkuk hormat untuk pemilik  suara itu. Aku yang berada di belakang tubuh Bibi hanya mengikuti apa yang di lakukannya.

Aku melirik ke depan, ada  dua pasang kaki bersepatu hitam mengkilap di depan pintu. Ku tebak dia adalah orang yang kami hormati, tapi tak pernah ku lihat wajahnya dan satu orang lagi pengawalnya.

Aku juga melirik ke belakang, orang yang berada di belakang kami melakukan hal yang sama dengan Paman dan Bibi.  Apakah mereka juga pengawal si pemilik suara? Kurasa benar.

Mereka mempunyai badan yang besar, sepatu hitam yang tak kalah mengkilap dengan orang yang di depan sana, juga jas yang terlihat  mahal. Sangat di sayangkan mereka tidak sopan! Aku bicara sesuai fakta, coba aku ingat kejadian tadi, waktu di kamar, mereka langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Bukankah itu tak sopan?

"Mari, Tuan duduk terlebih dahulu." Suara Paman membuat ku berhenti melirik ke arah pengawal. Kami berjalan ke meja ruang tamu, aku tetap menunduk dan sejujurnya ini capek harus menundukkan kepala sedari tadi.

Kami semua sudah duduk kecuali para pengawal tadi, suasana menjadi tegang, jantungku berdetak tak beraturan.

"Sebelumnya, maaf Tuan Jasper,  apakah kedatangan anda kemari untuk menanyakan  stok wine yang kami kirim ke mansion, Tuan?"

Married With LandlordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang