turning point.

897 123 8
                                    

Si pria dengan senyum manis sedang berjalan dengan wajah sumringah sepanjang koridor kampus. Suasana hati Jaemin sedang sangat baik hari ini. Bagaimana tidak, desain gambarnya akhirnya diterima oleh dosennya setelah seminggu lebih ia kerjakan dan terus ditolak untuk revisi.

Langkahnya ia percepat menghampiri sahabatnya yang sedang mengobrol dengan orang lain di depan lab metalurgi fisik. Bersamaan dengan Jaemin sampai disana, kedua orang tersebut menoleh. Dari ekspresi Jaemin saja Jeno bisa tahu bahwa desain pria itu diterima. Jeno tersenyum kecil.

"Seneng banget, Jaem, keliatannya," Ujar Mark yang tadi sedang berbincang dengan Jeno.

Jaemin tersenyum bangga, "gambar gua di-acc, gimana gak seneng."

"Tumben lu ke kampus, kak."

Jaemin mendudukkan bokongnya tepat di samping Jeno. Pasalnya Mark dan angkatan diatasnya memang jarang ke kampus selain karena jadwal mata kuliah yang sudah sedikit, mereka lebih disibukkan dengan skripsi.

"Iya, tadi ngurus dokumen ke dekanat," Jawab pria tampan tersebut sementara Jaemin mengangguk mengerti.

Pria yang mengenakan jaket windbreaker tersebut menggerakkan kepalanya pelan, meregangkan lehernya yang terasa pegal sejak kemarin. Melihat pergerakan pelan tersebut, tangan Jeno kemudian terulur untuk memijat pelan bagian pundak Jaemin.

Jeno tahu pasti pria itu lelah karena selama tiga hari ke belakang harus mengikuti pelatihan desain yang ia sarankan demi meningkatkan keterampilan menggambarnya. Walaupun kasihan, tak urung pria itu juga senang. Akhirnya Jaemin yang selalu lepas tangan tentang akademiknya sekarang menunjukkan kepeduliannya lebih tinggi. Jeno senang bagaimana pria itu dengan tanpa alasan langsung mengiyakan ajakannya. Jadi ia bisa mengesampingkan kekhawatirannya perihal keseriusan Jaemin berkuliah.

Pasalnya Jeno sebagai orang terdekat Jaemin tak mau pria itu menjadi kesusahan nantinya. Ia juga sudah dititipkan oleh orangtua Jaemin untuk menjaga anak itu dan mengawasinya selagi menempuh perguruan tinggi.

"Liat Haechan gak? Kak Mark nungguin daritadi."

Jaemin menggeleng kecil. Setelah selesai kelas tadi dirinya langsung menuju lab mekatron untuk menemui dosennya. Tak sempat melihat Haechan pergi kemana. Tapi saat Kak Mark bilang bahwa motor Haechan masih terparkir di parkiran kampus, Jaemin yakin pasti pria itu juga masih berada di kampus.

Kasihan juga Kak Mark, padahal disela waktu senggangnya yang sangat sedikit itu ia pasti mau menghabiskan waktu bersama kekasihnya walau hanya sekedar bertemu di kampus. Tapi yang ada malahan pria itu harus berlama-lama menunggu Haechan. Di telepon gak diangkat, dicari ke setiap kelas tak kunjung ketemu. Untung pria yang sebentar lagi akan mendapatkan gelar sarjananya itu merupakan tipe orang yang penyabar. Gak tahu, deh, gimana jadinya kalau itu Jaemin.

Sedang asik mengobrol sambil menemani Mark menunggu Haechan yang entah ada dimana, tiba-tiba saja satu pria lain lewat di koridor sambil berlari kecil. Tentu saja Jeno yang melihat partner kerjanya langsung menegur pria yang mengenakan sweater putih tersebut.

"Ngambil charger-an ketinggalan di kelas," Jawab Renjun saat ditanya Jeno. Dirinya sedikit terburu-buru karena takut charger-annya hilang lagi entah yang keberapakalinya semester ini karena kecerobohannya sendiri.

Tapi saat melihat Mark, langkahnya kembali terhenti. Menegur kakak tingkatnya sejenak sambil membalas lambaian tangan Mark yang tersenyum lebar.

"Liat Haechan gak?" Tanya Mark.

Renjun sedikit membulatkan bola matanya, "sumpah jangan bilang lu nungguin itu anak?"

Mark mengangguk bingung dengan pertanyaan adik tingkatnya tersebut. "Haechan daritadi tidur di sekre, kak."

sohib.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang