deep talk, kind of?

1.1K 145 27
                                    

"Mau kemana?"

Sambil menuangkan serealnya, Jeno memperhatikan teman sekamarnya yang sudah berpakaian rapih. Ini baru jam tujuh pagi, di hari minggu pula. Tentu saja ia heran setelah melihat sohibnya pagi ini.

"Temenin Jisung cari buku." Jawabnya sambil mengenakan kaos kaki semata kaki berwarna abu-abu.

"Belum ada yang buka, lah, Jaem."

"Emang," jawab pria itu enteng, "nyari bukunya sore. Sekarang mau sarapan di luar, terus keliling kota sebentar, habis itu nonton jam satu nanti, baru deh cari buku"

"Anjir, nge-date kali itu, mah."

"Kind of." Jaemin mengerutkan bibirnya lucu, "kasian dia anak rantau sendiri. Makannya mau gue ajak jalan ke setiap sudut kota"

"Najis." Sejak kapan juga Jaemin sepeduli ini terhadap orang lain. Lagipula banyak juga anak rantau lain yang seperti Jisung. Oh, Jeno lupa, ini kan tentang Jisung, adik tingkat kesayangannya. "Mau naik apa lo berdua?"

"Bus kota, biar sekalian gue ajarin." Jaemin tersenyum bangga.

"Lupa kali lo dulu pernah nyasar naik busway."

Jaemin pura-pura tak dengar saja dengan perkataan Jeno tadi, lalu bangkit dari sofa menghampirinya di meja makan.

"Gua cabut ya," Jaemin iseng mengacak rambutnya yang sudah berantakan karena baru bangun tidur jadi makin berantakan.

"Hati-hati."

...

Gak diragukan lagi, bubur ayam Pak Abdul itu adalah bubur ayam paling enak sedunia, setidaknya menurut Jaemin. Tempat makan ini udah jadi langganan Jaemin sejak jaman dirinya masih mahasiswa baru dulu. Itu juga alasan Jaemin mengajak si adik tingkat kesini, untungnya Jisung juga suka.

"Kak, abis makan kita mau kemana?" Tanya Jisung di seberang meja, "masih lama banget, loh, ini. Kenapa berangkatnya gak pas mau nonton aja, dah"

Benar, memang ide jalan pagi ini adalah milik Jaemin. Jisung itu anak rumahan, menurut penglihatanya, ya. Jadi Jaemin tak yakin pria itu mau sekedar keliling kota barunya ini untuk cari tahu. Padahal sebenarnya itu adalah salah satu hal dasar ketika seseorang menjadi anak rantau. Jaemin tak mau Jisung tak tahu apa-apa tentang tempat tinggal barunya ini. Setidaknya pria kelahiran 2002 itu tahu harus kemana saat butuh sesuatu.

"Udah, diem. Pokoknya lu ikutin gue aja. Ok?" Jisung sendiri hanya balas mengangguk, padahal dirinya masih ngantuk banget pagi-pagi gini, di hari minggu pula harus keluar kosan.

"Lu liat kan tuh gedung-gedung tua?" Tanya Jaemin sambil menunjuk ke luar kaca dari dalam bus. Jisung yang duduk di sampingnya mengangguk kecil, "nah, di belakangnya ada stasiun kota, jadi nanti lu ga perlu anter jemput sama orang tua terus."

"Gue kan ga ngerti cara naiknya, kak"

"Ya tinggal naik aja, angkat kaki lu. Susah amat"

"Ih bukan gitu maksud Jisung. Kan harus beli tiket gitu-gitunya"

Jaemin kembali membenarkan posisi duduknya ketika bus sudah melewati daerah stasiun. "Nanti gue ajarin. Liburan semester nanti lo balik bareng gue sama Jeno aja."

"Bang Jeno bukannya ada mobil?"

"Kadang dia males kalo pulang ke rumah bawa mobil, kejauhan. Kan, gue juga ga bisa naik mobil jadi ga bisa gantian," Jaemin terkekeh sendiri mengingat Jeno yang suka marah-marah kalau pulang semesteran naik mobil karena lelah menyetir, lalu menyalahkan dirinya yang tak kunjung mau belajar menyetir mobil.

"Oh, iya kak, gue mau nanya, deh" Jaemin hanya bergumam menanggapinya.

"Lo sama Bang Jeno tuh apa sih? Gimana gitu maksudnya"

sohib.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang