tentang Nana.

1.1K 162 3
                                    

Iya, gapapa judulnya Nana. Panggilan sayang Jeno buat Jaemin mulai sekarang.

Ew, Jeno is such a cheesy.

Sebenarnya 'Nana' ini memang panggilan yang Jeno buat dulu saat sekolah menengah pertama karena sifat Jaemin pada masa itu sangat kekanakan menurut Jeno.

Sering bertingkah 'imut' saat mau sesuatu misalnya. Kadang juga merengek jika keinginannya tak dituruti. Dan itu hampir ke semua orang, bukan hanya Jeno.

Tapi anehnya orang-orang malah ikut gemas dengan kelakuan si Na ketimbang kesal sepertinya. Jeno yang hampir 24 jam bersama Jaemin sudah gumoh melihat hal itu. Tak jarang Jaemin kena jitak olehnya.

Selain sifat Jaemin yang itu, ceroboh merupakan salah satu contoh lainnya. Dari yang selalu meninggalkan barangnya entah dimana, lalu heboh sendiri saat sadar barangnya hilang. Sering kesiangan sampai Jeno suka ikut telat karena harus berangkat bareng Jaemin. Lupa mengerjakan pr terus besok paginya dengan rusuh menyalin tugas miliknya.

Paling parah dan membuat Jeno kepalang kesal adalah ketika pria itu hilang di taman hiburan saat sedang rekreasi sekolah. Karena terlalu bersemangat dengan semua wahana, pria itu sampai terpisah dari gerombolan sekolahnya. Jeno yang dikenal paling dekat dengan Jaemin ikut disalahkan karena dirinyalah yang selalu ada di samping Jaemin.

"Lo kemana, sih? Semua orang heboh tau lu ilang" Jeno udah menahan amarahnya saat Jaemin akhirnya ditemukan di dekat pusat informasi.

"Kan, tadi gue bilang mau naik kora-kora. Lo-nya ga dengerin"

Karena pada dasarnya Jeno tak bisa marah ke sahabatnya ini, ia hanya bisa mendengus kasar. Coba kalau gurunya bilang ke orang tua Jaemin, lalu ibunya juga tahu, beneran bisa habis Jeno. Pasalnya orang tua Jaemin sudah menitipkan anak itu padanya.

"Mulai sekarang, lo pegang tas gue, baju gue atau apa gitu biar gue tau kalo lu ilang lagi."

Beneran deh, saat itu Jeno berpikir kalau tidak ada dirinya pasti sudah sangat berantakan banget hidup Jaemin.

Sampai akhirnya Jeno sadar ini tak baik bagi sahabatnya. Apalagi saat itu mereka sedang menunggu pengumuman masuk sekolah menengah akhir. Jeno tak bisa berhenti berpikir bagaimana jadinya kalau mereka tak satu sekolah. Tak yakin ada orang yang sanggup menghadapi kelakuan Jaemin.

"Na, gue mau ngomong serius, nih." Kata Jeno waktu itu. Jaemin sendiri sedang asik membaca komik one piece milik Jeno.

"Kapan sih lo bercanda, No"

Seperti biasa, Jaemin itu susah kalau diajak bicara serius. Jeno pun mengambil komiknya meletakannya asal, menarik tangan Jaemin agar pria itu bangkit dari kasurnya agar mereka bisa duduk berhadapan.

"Gue rasa lo harus ubah sedikit sifat lo, Na"

"Gue bukannya ga terima sikap lo, tapi kepikiran aja kalo nanti kita ga satu sekolah. Gue takut ga ada yang bisa ngerti lu. Walaupun ada, it takes time pastinya."

"Lo ngerti, kan maksud gue?"

Jeno itu irit bicara. Bahkan semenyebalkan apapun Nana akan sifatnya, Jeno tak pernah komentar sedikit pun. Jadi Jaemin sangat mengerti saat Jeno mengatakan hal itu padanya yang berarti sangatlah penting baginya.

Walaupun pada akhinya mereka tetap satu sekolah, perkataan Jeno tempo lalu sepertinya benar-benar diingat Jaemin. Bisa Jeno katakan, Jaemin hampir seratus delapan puluh derajat berubah. Tak ada lagi Nana yang manja, tukang merengek, tak bisa melakukan segala hal dengan benar, dan ceroboh.

Tentu saja Jeno senang, melihat bagaimana sahabatnya itu menangkap maksudnya dengan baik. Tetapi sekarang, kecil bagian dalam dirinya menyesal pernah mengatakan hal itu kepada Jaemin. Jeno terkadang merindukan bagaimana Jaemin mengandalkannya dalam hal kecil sekalipun. Kadang juga ia tak bisa menebak apa yang ada di pikiran sahabatnya itu. Jaemin tak sepolos saat SMP dulu yang selalu jujur mengungkapkan perasaannya. Memang, pria manis tersebut masih blak-blakan tentang apapun, tetapi untuk masalah pribadi pria itu sering menutupinya. Seperti kejadian tempo lalu saat Jaemin enggan tidur di apartemen mereka.

Tapi ya sudahlah. Toh, kalau dilihat lagi, banyak sisi baiknya dari perubahan sifat Jaemin sekarang. Dan Jeno tak seharusnya tak mensyukuri hal itu.

Terlepas dari pendewasaan diri, ternyata bukan hanya itu yang berubah dari seorang Na Jaemin. Entah karena pubertas atau memang masa sekolah menengah akhir seperti itu, Jeno merasa sahabatnya itu mulai sadar kalau dirinya menarik di mata orang lain. Sifat Jaemin yang ramah juga membuat pria itu dengan cepat dikenal seantero sekolah, yang pada akhirnya menjadikan Jaemin seorang primadona sekolah.

Jeno ingat Jaemin punya pacar pertamanya saat kelas sepuluh, semester kedua, di hari terakhir ujian tengah semester. Jeno ingat karena Jaemin sendiri saat itu memintanya untuk menemaninya berbicara dengan si wanita. Masa keduanya menjadi sepasang kekasih pun tak lama, hanya berkisar sebulan setengah. Saat Jeno tanya kenapa bisa begitu singkat, sahabatnya hanya menjawab 'bosan'. Sejak saat itu Jeno tahu kalau Jaemin memang seorang player.

"Masih umur segini buat apa serius, sih. Kayak mau nikah besok aja." Kata Jaemin waktu itu dengan gamblangnya.

Perlahan demi perlahan, panggilan 'Nana' yang sering ia ucapkan pun menghilang dengan sendirinya. Jeno pikir, sifat sahabatnya yang sekarang lebih cocok dicerminkan dengan nama 'Jaemin' ketimbang 'Nana'.

Sebenarnya sangat banyak yang bisa dibicarakan tentang Nana, karena Jeno tahu persis bagaimana perkembangan anak itu setidaknya sejak sekolah menengah pertama. Iya, Jeno sedetil itu memahami Nana. Seperti Jeno tahu bagaimana jika sahabatnya itu sedang marah, nada bicaranya saja tak terdengar biasa di telinganya. Walau memang susah terlihat karena Jaemin bukan tipe orang yang menangkap hal secara serius, tapi entah kenapa Jeno hanya tahu saja kalau pria itu merasa tak setuju, tak suka, ataupun marah.

Hal lain yang patut diakui dari perkembangan Nana adalah kemampuan memasaknya. Asal tahu saja dulu Jaemin sangat payah dalam hal memasak. Sampai-sampai kedua ibu mereka bingung bagaimana jadinya kalau Jeno dan Jaemin satu apartemen dimana baik keduanya tak bisa memasak. Bisa-bisa setiap hari hanya bisa pesan makanan cepat saji. Apalagi Jeno tak boleh secara terus-menerus makan makanan cepat saji mengingat keadaan lambungnya yang berbeda.

Tapi sejak saat pindah, Jeno terus melihat Jaemin yang berkutat di dapur sambil melakukan panggilan video dengan ibunya sendiri. Belajar memasak katanya. Setiap minggu juga pria itu rutin pergi berbelanja bulanan di supermarket. Saat itu Jeno sadar kalau Jaemin sangat bersungguh-sungguh hanya untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Jadi jangan salahkan Jeno kalau ia sangat bergantung dengan Jaemin kalau soal makan, karena memang hanya pria itu yang bisa ia andalkan. Selain ibunya tentu saja.

Makannya kalau ada yang tanya siapa orang yang paling tidak dibutuhkan dalam hidup Jeno, Jaemin adalah pilihan terakhirnya. Atau bahkan tak pernah ada dalam pilihannya.

Bahkan kalau boleh dibilang, Jeno ini posesif terhadap sahabatnya. Iya, saking ga mau kehilangan Nana. Pernah sekali Jeno tak suka saat melihat Jaemin dekat dengan seorang mahasiswa baru, Park Jisung namanya. Bahkan saat kaderisasi yang seharusnya kakak tingkat terlihat garang, sahabatnya malah terus-menerus menghampiri pria itu. Lucu katanya.

"Adek gue mana adek gue?" Jaemin yang ada di sampingnya saat itu berjinjit-jinjit sambil melihat ke depan yang berisi barisan mahasiswa baru.

"Adek apaan, sih anjir?" tanya Jeno dengan nada sedikit meninggi. Bukan karena marah, tapi biar kedengaran karena beberapa anak komdis sedang teriak-teriak juga di hadapannya.

"Si piyikk"

"Itu, tuh di pojok barisan, Jaem" tiba-tiba Chaeyeon yang ada di samping keduanya ikut nimbrung.

"Ish kasian banget adik kecil gua dibentak-bentak. Itu si Felix gausah kenceng-kenceng gitu suaranya. Sunwoo juga jangan deket-deket adek gue, lah. Udah mau pingsan itu diliatin mulu. Eh, Lia suruh standby dong takut adek gue pingsan."

Jeno yang lagi menghapal naskah pidato untuk nanti disampaikan ke para maba pun langsung buyar karena Jaemin heboh banget ga berhenti ngomong.

Walaupun tak suka, Jeno tetaplah Jeno yang tak gamblang menunjukkan semuanya. Makannya Jaemin sendiri tak sadar kalau Jeno sebenarnya sudah posesif dengannya sejak dulu.

sohib.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang