SEVEN

3.2K 449 22
                                    

29 Des 2020

Note : diksi berantakan bak rollercoaster. Hati-hati jika ada typo yang bikin pusing.

***

Kebohongan demi kebohongan acap kali terucap dari belah bibir merah pekat Marlene. Kadang kala ia berpikir untuk mengakhiri kebohongan dengan sebuah tindakan. Tak pula tindakannya membuahkan hasil yang cemerlang, tak membawa rasa puas akan ketakutan yang seharusnya tertutupi oleh kelegaan. Marlene berada pada titik di mana ia berpikir bahwa tindakan adalah prioritas untuk membayar rasa takut dalam dirinya.

Tak menunggu satu dua hari, tindakannya malah menjadi beban tersendiri. Lontaran kalimat kebencian menjadi serangan balik tanpa ada kalimat sanggahan yang dapat membungkam sang lawan. Kemampuan berbahasa luluh lantak karena tindakan tertangkap basah oleh seorang wanita berstatus ibu untuk si anak yang dia inginkan menghilang dari lingkaran kehidupan rumah tangganya.

Sungguh sangat disayangkan. Bayangan keharmonisan rumah tangga yang dia pikir berada di depan mata terhapus bagai butiran debu diterjang angin badai. Lengkingan amarah menjadikan ketakutan akan masa depan yang meredup, berada satu langkah disampingnya.

"Wanita ini!" Terngiang lengkingan amarah Chloe dengan segala perwujudan kebencian yang tergambar jelas di wajah wanita itu. Jaehyun bahkan tak melakukan tindakan untuk mencegah Chloe berbuat anarkisㅡ mengatas namakan bahwa Chloe adalah ibu kandung Mark.

Hatinya tersayat oleh rasa kecewa yang besar. Suaminya tak tanggung-tanggung mengukir malu di wajah Marlene.

Pria muda dengan segala eksistensinya dan kedekatanya kepada sang suami, membuat iri terbakar hebat seperti kobaran api yang melahap setumpuk buku bekas dan plastik. Lee Taeyong adalah sosok yang sulit untuk tersentuh seujung jari. Iri menjadi gelisah.

"SIALAN KAU MARLENE!" Suara itu jelas masih terngiang dengan keras. Marlene merutuk dalam, mengutuk akan lengkingan kemarahan yang berubah menjadi teriakan mengerikan yang membayangi dalam pikirannya.

Rasa gelisah, keringat dingin yang membanjiri pelipis, seolah ia sedang mengalami gejala demam. Itu ia rasakan sebagai awal dari ketakutan luar biasa yang mendekatinya perlahan demi perlahan.

Lekukan telapak tangan seorang Lee Taeyong bersamaan panas yang terasa seolah menempel dengan kulit di wajahnya masih tergambar jelas dalam ingatan. Itu seolah tertinggal dengan menyisakan sedikit bekas kemerahan.

Chloe, Taeyong dan Mark. Orang-orang itu menghujaninya dengan kebencian yang begitu banyak. Tatapan mata mereka seolah melempari wajahnya dengan batu. Sakit dan perih, namun tak sedikit pun darah mengalir di wajahnya.

Ada sekelebat harapan bahwa Jaehyun akan memulihkan keadaan. Setidaknya sedikit memberikan teguran atas reaksi berlebihan dari Chloe. Namun justru tamparan keras paling memalukan yang ia dapatkan. Ketika dengan jelas bahwa Jaehyun berpihak pada Chloe yang merupakan orang di masa lalu rumah tangganya, bukan dirinya yang merupakan penghuni tetap sekarang ini.

Marlene tak mengerti apa yang sedang ia lakukan. Rasa iri dan haus perhatian menjadikannya bodoh dalam satu waktu. Membuat cara berpikirnya bergerak mundur, dan lupa akan sikap tenangnya.

Ingatan itu menyerang isi kepalanya, menusuk denyut yang semula tak terasa kala bayangan Jaehyun menatap sendu putra kandungnya yang menolak uluran tangannya. Marlene tersenyum kecut, wajah masam dengan hati yang perih tak terelakkan.

Suaminya ditolak oleh sang putra, sementara dirinya juga ditolak oleh sang suami. Sungguh ironi rumah tangga yang terlalu dramatis untuk dibagikan kepada pendengar setia yang disebut sahabat. Jika setidaknya ia memiliki salah satunya.

Little Ones | JaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang