16 Desember 2020
.
Nyonya Jung menyapa seorang wanita seumurannya yang masih tampak begitu cantik. Keduanya bertemu karena nyonya Jung yang meminta. Ia tahu bahwa wanita ini adalah pendengar yang baik dan mereka pernah berada di sekolah yang sama dahulu, sebelum akhirnya terpisah karena menjalani kehidupan masing-masing.
"Rumah tangga kedua putraku tetap tidak sejalan seperti yang pertama." Nyonya Jung menghela napas berkali-kali. Ia hampir mengalami tekanan darah tinggi beberapa hari lalu, karena bertengkar dengan Marlene.
"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?"
Nyonya Jung terdiam, berpikir apakah ia harus mengatakan segala-galanya. Namun pada akhirnya memilih untuk menceritakannya dan mengusap wajah setelah kehilangan sosok bernama Irina dan Markㅡ cucunya yang juga cucu angkat orang di hadapannya tanpa ada yang menyadarinya, kecuali nyonya Lee.
"Lee, ini terasa berat dan aku sangat menyesal kenapa aku tak segera kembali." Nyonya Jung menitikkan air mata, dan nyonya Lee mengerti tentang perasaan wanita itu.
Nenek yang seperti apa yang akan dengan tega menambah penderitaan sang cucu yang sudah menderita. Jika ia perhatikan baik-baik, nyonya Jung adalah orang berbeda dari putranya. Dia terlihat begitu menyayangi cucunya meski sudah cukup lama tak bertemu.
"Apakah kalian berhasil menemukannya? Kau pasti memiliki foto Mark bukan?"
Nyonya Jung menggeleng pelan, raut wajahnya semakin mendung dari sebelumnya.
"Fotonya selagi bayi, tidak banyak membantu. Kami kehilangan jejak Irina."
Nyonya Lee menghela napas, mungkin nanti setelah pulang. Ia harus membicarakan hal ini dengan Taeyong. Ia yakin anaknya memiliki keputusan yang terbaik dan bisa menghadapi masalah ini. Setidaknya nyonya Jung harus tahu bahwa cucu semata wayangnya hidup dengan sangat layak setelah Irina meninggal.
***
Marlene tampak begitu bahagia. Hari itu ia baru saja mendapatkan koleksi mewah sepasang high heels yang pernah digunakan oleh seorang model dalam pagelaran Fashion Weeks di Paris beberapa bulan lalu. Sepasang high heels yang dikenakannya saat ini, semakin menambah rasa percaya dirinya. Sebelum rasa bahagianya luntur karena ia hampir menabrak Taeyong dan putranya.
Wajah Taeyong yang datar dengan aura dingin yang mendominasi disekeliling mereka, membuat Marlene kehilangan kata-kata. Ia mencoba menghindar, namun sayangnya ia tak mampu bergerak. Ia yakin bahwa Taeyong menaruh dendam kepadanya atas kejadian tempo hari pada saat pertemuan di Jepang.
"Selamat sore, Tuan Lee." Sapanya berusaha setenang mungkin. Meski begitu, perasaan Marlene menjadi tidak nyaman ketika putra Taeyong memperhatikan dirinya dan kemudian memeluk kaki Taeyong ketakutan.
"Ya, selamat sore." Suara Taeyong terdengar menusuk, entah apa makna dari ucapannya yang begitu singkat. Namun Marlene sangat ingin segera berlalu dari tempat itu dan menghindari tatapan Taeyong.
"Ahㅡ kalau begitu, saya permisi." Marlene segera menghindar. Mengutuk dalam hati bahwa ia tak mampu berkata apa pun di hadapan Taeyong. Padahal ia benar-benar kesal dengan kejadian tempo hari saat acara amal. Tatapan Taeyong yang seolah memiliki makna untuk melubangi kepalanya membuat dirinya bergidik.
***
Jaehyun mengusap wajahnya kasar berkali-kali. Begitu sedih ketika dirinya bahkan tak mampu mengingingat bagaimana rupa darah dagingnya sendiri. Semakin ia memikirkan bagaimana rupa Mark, maka semakin tertekan perasaan yang ia rasakan saat ini. Sementara itu ia berusaha menghubungi Chloe yang beberapa hari terakhir tampak sibuk dan sulit untuk dihubungi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Ones | Jaeyong
Fanfic"Putramu, adalah putraku juga." - Jaeyong. (Sinetron vibe edition) Start : 15 Des 2020 Jaeyong area Hurt-comfort + Family (Romance)