Nol lima; Deadline Tugas

110 17 6
                                    

Suara musik keras menggema di seluruh ruangan remang-remang. Gladis duduk di sofa di temani minuman haram—kalau kata Saras sambil memperhatikan Bara yang sedang berjoget gila dengan perempuan-perempuan disana.

Buaya.

Gladis meneguk sekali lagi minuman yang sudah menjadi candu untuk dirinya. Ingat; mabuk dulu baru kuliah, prinsip hidup Gladis Aqueena. Masa bodo dengan tugasnya Pak Tio nanti yang penting malam ini Gladis bersenang-senang.

“Gimana mobil lo?”

Gladis menoleh, menatap Saras. “Bengkel” katanya tenang, meskipun otaknya sedang memikirkan perempuan cantik sore tadi.

“Lo bilang namanya Gica?” Pertanyaan Saras di balas anggukan Gladis. Seingatnya namanya Gica, Gladis tidak tau perempuan itu berasal dari fakultas mana.
“Kenal lo?”

Saras menggeleng, “Tapi setau gue yang namanya Gica di kampus cuma satu” katanya membuat Gladis mengernyit. “Adiknya Naresh” kalimat itu membuat Gladis tersedak minumannya sampai terbatuk-batuk.

“Anjing!” Gladis mengumpat kasar, “Yang gue tabrak mobil audi” katanya melanjutkan sambil meringis merasa bersalah.

“Lah, mobilnya baru?”

“Hah?”

“Biasanya pakai range rover si Naresh”

Gladis mengidikkan bahunya, “Mobil adeknya kali nyet, kan yang bawa si Gica” katanya membuat Saras mengangguk membenarkan opini Gladis.

“Saka gimana Dis?” Saras meraih gelas yang Gladis pegang, meneguknya dalam satu kali tegukan membuat Gladis protes kesal.

“Gimana apanya?”

“Udah lo chat?”

Gladis mendengus. “Dia yang chat gue. Nggak gue respon, males” jawabnya santai yang di hadiahi plototan tajam dari Saras.

“Goblok lo!” umpatnya, “Tugas Pak Tio di majuin, deadline tiga hari lagi” katanya tapi sama sekali tidak membuat seorang Gladis panik.

“Suruh ngapain sih?”

”Si anying musnah aja lo sat” kesal Saras. Gladis hanya terkekeh sambil menuang bir ke gelasnya lagi, yang entah sudah berapa kali tuang.

“Dis, gue serius”

Gladis mengangguk, meraih hpnya yang bergetar sambil mendengarkan ocehan Saras. Panjang umur, yang di bicarakan datang dengan sendirinya tanpa Gladis perlu repot-repot menghubunginya lebih dulu.




+6285425xx
deadline maju.
besok kerjain

Gladis
y






Hanya satu huruf untuk membalas chat dari Saka. Gladis beranjak, meninggalkan Saras yang terus mengomel. Ia lebih memilih untuk ikut bergabung bersama Bara.

“Gladis anjing”

Gladis berbalik, tertawa pelan sambil berjalan mundur dan memberikan acungan jari tengah untuk Saras.














-











“Cuma orang tolol yang mundurin mobil pakai ngecengin gas.” Komentar Harsa saat melihat kondisi mobil Saka dan mendengar setengah cerita dari Gica tadi.

“Dan lo tambah tolol karena biarin tuh orang gitu aja. Suruh ganti rugi nyet!” tambah Rendi sampai meringis menatap mobil Saka yang baru saja datang tiga bulan yang lalu.

“Alah, nggah parah juga”

“Udah sinting orang kaya modelan lo nih” sahut Harsa yang terus memaki-maki Saka sejak tadi.

“Dia udah minta maaf tadi” Kata Saka kemudian duduk di teras rumah Naresh, setelah mengantar Gica tadi ia jadi malas untuk pulang.

“Siapa sih yang nabrak? Goblok banget, tapi kata Gica cewek cantik” Harsa menoleh, menunggu jawaban dari Saka. “Siapa Sak?” tanyanya lagi.

“Nggak tau, nggak kenal.” Saka menatap layar hpnya sekilas sebelum kembali menatap Harsa. “Deadline tugas Pak Tio di majuin Sa” katanya memberitahu membuat Harsa mendelik kaget.

“Anjrit serius?”

Saka berdeham pelan. “Presentasi di pertemuan ke tiga. Kirim file-nya ke email Pak Tio, batas waktu jam 12 malam” katanya menjelaskan sambil mengetik chat di grup kelasnya.

“Ah, Tio bangsat” umpat kesal, “Lo udah bikin Sak?” tanyanya membuat Saka lagi-lagi berdeham pelan.

“Materinya doang. Ppt-nya belum gue bikin”

“Lo jadi nge-chat Gladis?” Pertanyaan Harsa itu mengundang telinga lain untuk ikut mendengarkan. Rendi langsung menoleh, juga Naresh yang baru saja selesai mandi.

“Jadi”

Rendi mendelik. “Anjrit, beneran Sak?”

“Hm, di read doang” Jawabnya yang langsung di hadiahi tawa bahak ketiga sahabatnya. Saka mendengus malas memilih untuk membuka aplikasi game di hpnya.

“Lo kerjain sendiri aja nyet, dia nggak butuh nilai kayaknya” Kata Rendi masih dengan tawa mengejeknya. “Lagian apa yang lo harapin dari cewek kayak dia. Ngerjain enggak, nyusahin iya”

“Asli lo abis makan ayam geprek level berapa Ren?” sahut Naresh yang merasa ucapan Rendi sudah kelewat pedas.

“Naresh bacot.”

“Lo kalau di gantungin adik gue, emosinya jangan ke gue juga dong bangsat”

Rendi mendelik. “Bacot ini juga gara-gara lo ya anying” katanya makin emosi sambil menoyor kepala Naresh.

“Sorry Ren, sebelum kembarannya Harsa nerima gue. Gica nggak akan gue lepas gitu aja”

“Temen bangsat”

Harsa tertawa, lebih tepatnya menertawakan nasib Rendi. Kisah cinta dua sahabatnya ini terhalang oleh restu saudara kandung gebetan-nya sendiri.

Untuk Harsa yang sangat amat melindungi kembarannya dengan sepenuh hati, tentu belum bisa melepas begitu saja pada laki-laki seperti Naresh. Meskipun Harsa tau Naresh sebenarnya baik, tapi Harsa belum sepenuhnya percaya.

“Lo kalau jadi sad boy nggak usah ngajak-ngajak gue juga anjir” Protes Rendi pada Naresh yang hanya memarkan senyum lebarnya.

“Solidaritas dong Ren”

“Babi lo”

Harsa dan Naresh tertawa melihat raut wajah kesal Rendi. Hanya satu di antara mereka yang sejak tadi diam. Saka memang tidak terlalu banyak bicara, tapi Saka kali ini terus diam sejak lima menit yang lalu setelah suara notifikasi hpnya berbunyi.

meaninglessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang