Nol enam; Mau Sholat

157 25 4
                                    

Saka mengecek hpnya sejak lima belas menit yang lalu, berharap seseorang yang sejak tadi ia telfon segera muncul di hadapannya.

Seusai kelas pagi tadi, Saka menghampiri Saras. Berhubung tugas Pak Tio harus segera di kumpulkan, ia terpaksa untuk menanyakan keberadaan partner kelompoknya—Gladis. Meskipun yang di katakan Rendi benar, Saka bisa mengerjakannya sendiri. Tapi, ini adalah tugas kelompok, sudah menjadi kewajiban anggota kelompok untuk mengerjakan bersama.

Lalu, sekarang Saka sudah berdiri di depan unit apartemen Gladis. Cukup gila dan mengherankan, jika ketiga sahabatnya tau pasti Saka akan di olok-olok dan di maki-maki.

“Anaknya lagi tepar di apart, semalam abis mabuk. Lo samperin aja, kalau dia nggak ada keluar passwordnya 112233.”

Saka masih mengingat jelas ucapan Saras. Jujur saja Saka juga merasa aneh dengan dirinya sendiri yang tanpa sadar menggerakkan kakinya menuju apartemen Gladis. Alasan klasik dalam otaknya mengatakan semua demi tugas Pak Tio.

Kalau Naresh tau, ia pasti akan menertawakan ke-labilan seorang Sakala. Sejak kapan Saka perduli dengan orang lain selain sahabat dan orang-orang terdekatnya?

“Ah anjing!” umpat Saka yang kemudian berbalik memilih untuk menjauh dari apartemen Gladis setelah lebih dari lima belas menit ia berdiri dan berperang dengan isi kepalanya.

“Naresh bangsat” umpatan kasar kembali keluar dari mulutnya. Entahlah Naresh selalu ia sebut tiap kali sedang kesal. “Ngapain juga gue kesini, goblok!” kesalnya pada diri sendiri.






Naresh
Adek gue lo drop mana nyet?


Satu chat masuk dari Naresh membuat Saka mendecak dan mengumpat kembali.


Saka
sama rendi

Naresh
ye anjing lo

Saka
lo anjing

Naresh
Dih

Saka
diem lo anjing

Naresh
kata gue lo aneh

Saka
bacot

Naresh
fak.



Saka mengumpat kasar sambil bersandar di mobilnya, ia mendecak lagi-lagi merutuki keputusannya yang sampai di apartemen Gladis. Tangannya meraih satu bungkus rokok di saku celananya, mengambil satu batang.

Ah, sial.

Saka sudah lama menghindari nikotin yang membuat candu ini.

“Ck!” decaknya kesal sambil mencari korek di saku celana dan bajunya. Ia mendengus, masih dengan rokok di bibirnya.

“Ngapain lo?”

Saka berjengit kaget sampai oleng ketika suara khas orang bangun tidur itu berada di dekatnya. Rokok di mulutnya bahkan sudah berpindah tempat membuat Saka semakin terkejut.

“Butuh korek?” Gladis menaikan sebelah alis matanya, ia menghidupkan korek dan menyulut ujung rokok milik Saka. “Thanks” katanya kemudian sambil menghisap rokoknya dan mengebulkan asapnya di depan Saka.

Deadline” Saka berdeham pelan, agak merasa canggung. Pertama kali berinteraski secara langsung pada Gladis. “Gue Saka” katanya yang makin terlihat seperti orang bodoh.

“Gue nggak nanya”

Saka mengumpat dalam hati. “Gue serius” katanya membuat Gladis menoleh dengan satu alis terangkat.

For what?” Gladis tersenyum miring, “Gue nggak minat untuk relationshit atau kalau lo cuma mau tubuh gue lo bisa per—”

“Pinjem apart, gue mau sholat dzuhur” Saka memotong ucapan Gladis sambil berjalan masuk kembali menuju lift untuk ke unit apartemen Gladis.

Meninggalkan Gladis yang terbengong seteleh terbatuk-batuk kaget karena tersedak asap rokoknya. “Pinjem apart, gue mau sholat—WHAT THE FAK?!!!” umpatan Gladis sama sekali tidak membuat Saka berhenti ataupun menoleh.

“112233 stupid password

Gladis mendelik mendengar angka yang sangat ia hafal itu keluar dari mulut Saka. Ia langsung berlari, mengejar Saka yang hampir menutup pintu lift.

Stupid password?

Gladis rasanya ingin memaki-maki Saka sekarang juga. Tapi mengingat ancaman terkahir Saras, Gladis rela turun dari unitnya hanya untuk menghampiri laki-laki yang tidak akan pernah Gladis terima dalam hidupnya.












“Sajadah lo mana?”

Kening Gladis mengernyit. “Sa—SAJADAH?” tanyanya sambil menatap Saka yang baru saja selesai wudhu. Gladis hampir saja berteriak histeris sambil bilang.




“OH INI YANG KATANYA NIKMAT TUHAN MANA LAGI YANG KAU DUSTAKAN???? LIAT COWOK ABIS WUDHU????”








Lo nggak punya?” Tanya Saka memastikan membuat Gladis langsung berlari menuju kamarnya. Sekarang perempuan itu sedang amat sangat berdosa karena lupa meletakkan sajadahnya dimana.

“Lo beneran nggak punya?” Saka kembali memastikan, lalu beberapa detik kemudian ia tersadar. “Sorry, lo non islam?” tanyanya merasa tidak enak.

“GUA ISLAM!” teriak Gladis protes.

“Oh, oke. Kalau nggak ketemu nggakpapa” kata Saka sambil berdeham pelan, “Gue sholat dimana nih?” Saka menoleh, melihat Gladis sudah berdiri di ambang pintu kamarnya.

“Dimana aja, terserah”

“Ha? Lo biasanya di—”

“Bacot. Lo sholat aja di masjid!”

Saka mengulum bibirnya, menahan umpatan untuk membalas Gladis. Sabar Saka, jangan sia-siakan air wudhu. “Di kamar lo? Atau ada kamar lain?” tanyanya berusaha tenang.

“Kamar gue”

“Gue mau lewat”

Gladis mengerjap dan langsung menjauh dari pintu setelah sadar keberadaannya mengganggu Saka yang ingin lewat. Saka mengulum bibirnya untuk yang kedua kalinya, kali ini ingin menertawakan raut wajah bodoh Gladis.

Cute.

“Bisa tolong siapin laptop? Selesai gue sholat langsung kerjain tugas” Saka menoleh, menunggu jawaban Gladis.

“Iya, bacot”


















Hai, sorry baru bisa update. Terima kasih yang sudah mau menunggu cerita ini, semoga part ini bisa menebus kangen kalian sama Sakala dan Gladis <3333






meaninglessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang