5. Friendship cross ages

8 1 0
                                    

"Mereka tampak lemah, namun juga sangat cerah dan bahagia. Wanda benar- benar membuat persahabatan lintas generasi yang indah."

Vian mengikuti langkah wanda yang tampak bersemangat.

"Tak sabar aku memperkenalkan kamu sama John, dia pasti suka sama kamu hihihi." Ucap wanda, sedangkan orang yang ia ajak bicara masih kebingungan dengan keberadaannya tempat itu.

"Anu, Wanda. Sebelum itu, bisa kamu jelaskan kenapa kita ada di panti jompo?"

Tak menghiraukan pertanyaan vian, wanda masih berjalan hingga sampai pada satu pintu dihadapan mereka.
"Ah kita sampai, jam segini biasanya mereka baru menikmati teh hangat di taman sembari bersantai."

Wanda mulai mengetuk pintu kemudian membukanya.
"Selamat soreee sahabat- sahabat kuuu, bagaimana kabar kalian"

Semua orang di sana menoleh, memandang wanda dengan sumringah.

"Wanda! Kami kira hari ini kamu tidak datang. Kenapa lama sekali." Ucap salah satu lansia dengan jepit bunga pada rambut di dekat telinga kirinya.

"Nenek Mar, kamu tampak cantik dengan bunga violet hari ini." Ucap wanda yang membuat lansia tadi tertawa sembari menutup mulutnya dengan tangan.

Wanda menyapa satu per satu lansia itu sembari memperkenalkan vian kepada mereka. Mereka tampak bersemangat ketika berbicara dengan wanda, sebagian melanjutkan kegiatannya. Vian mengikuti wanda dan membalas senyum yang di lontarkan para lansia kepadanya.

"Ah iya. Si tua Jojon hari ini banyak mengumpat. Sepertinya ia menunggumu di bangku bawah pohon sana." Nenek Mar menunjuk ke arah satu bangku dimana terdapat satu orang lansia laki- laki dengan umur berkisar 65 tahun.

"Nenek Mar, pasti ia mengumpat karna kamu panggil dia Jojon, panggillah John, dia akan suka hahaha."

Nenek Mar mengibaskan tangannya sembari menggeleng, tanda tidak setuju dengan Wanda, "Apanya yang John, sudah mendekati ajal saja masih mau narsis si jojon." Ujar Nenek Mar yang kemudian duduk dan melanjutkan kegiatan merajutnya. Wanda tertawa, kemudian meninggalkan Nenek Mar bersama kegiatannya, dan berjalan menuju bangku yang di tunjuk tadi.

Sembari berjalan, wanda mengadahkan kepalanya menatap langit biru, kemudian ia menyengol vian, seakan hendak memberi tahu vian sesuatu

"Setiap hari selasa aku selalu ke sini. Sekedar berbincang atau tertawa bersama mereka.

Mereka yang pada masa mudanya selalu berkegiatan, kemudian pensiun dan sampailah ke tempat ini, pastilah mereka merasakan kekosongan pada hatinya, dan mulai merenungkan apa saja yang sudah mereka lalui sampai masa tua ini, baik keberhasilan maupun kegagalannya. Beberapa ada yang ketakutan akan ajal." Diam sejenak, wanda melanjutkan kalimatnya.

"Maka dari itu, aku sering mengunjungi mereka. Menciptakan persahabatan lintas generasi, dan mencoba membuat mereka bahagia hingga mereka lupa akan hal- hal tersebut." Wanda tersenyum, namun matanya terlihat sayu. Vian dapat memahami emosinya.

"Heii john, lihat! Aku membawa teman baru untukmu." Ucap wanda sembar melambaikan tangannya kepada lansia itu.

"Wandaa, sahabatku, ku kira kamu lupa kalau ini hari selasa hahaha." John tampak cerah dan sehat, walau fisiknya terlihat lemah.

Wanda duduk di sebelah john, dan vian berdiri di samping wanda,  tersenyum melihat john.

"Tampan! Pacar kamu kah?" Ucap john sembari menyenggol lengan wanda dan menggodanya.

Wanda tertawa dan menggeleng, kemudian menjelaskan kenapa vian dapat bersamanya, serta menceritakan bagaimana ia bertemu dengan vian, bahkan kejadian tadi pagi yang membuat John tertawa terbahak- bahak sembari memegang perutnya. Sedangkan vian hanya terkekeh sembari memegang tengkuknya yang tidak gatal.

"Kawanku vian! Maafkan wanda yang keterlaluan hahahah" John berdiri merangkul vian, ia menepuk- nepuk pundak vian seakan mereka sudah kenal lama. Vian tersenyum canggung.

Mereka memutuskan untuk berjalan mengitari taman sembari menikmati sore hari yang indah itu.

John menatap langit sembari tersenyum. "Sore ini juga indah. Beruntungnya aku di saat- saat terakhir hidupku aku masih bisa melihat bunga- bunga ini, bahkan aku bertemu teman baru." Ucapnya sembari menatap vian.

Wanda meremas celananya, menahan  semua emosi yang dia rasakan, kemudian ia tersenyum seakan ia tidak mendengar perkataan john tadi.
"Jangan berkata seperti itu, Nenek Mar akan sedih jika kamu berkata seperti itu. Dia sangat suka sekali menggoda kamu kan? hahaha"

John tertawa dan mengiyakan kata- kata wanda.

Jam menunjukan pukul 5 sore, sudah saatnya para lansia untuk kembali ke kamar mereka karena hari mulai dingin. Wanda berpamitan kepada para lansia termasuk John dan Nenek Mar.

John berbalik, dan berkata kepada wanda, "Aku serius wanda, aku bisa merasakannya, waktuku tak lama lagi. Dan jika tiba saatnya nanti, tolong jangan terlalu lama bersedih dan hiburlan Mar."

Wanda lagi- lagi meremas celananya, menatap punggung kakek John yang di tuntun perawat menuju kamarnya.

"Ayo bang vi, kita balik" ucap wanda dengan lemah. Wanda menundukan wajahnya, ia tak dapat menutupi kesedihannya.

"Setelah kamu antar saya pulang, hari ini kita sampai disini saja ya. Terimakasih Vian, hari ini sangat seru hihihihi" wanda tersenyum menyembunyikan kesedihannya. Wanda berjalan mendahului vian.

Vian paham dengan apa yang wanda rasakan. Vian memegang tangan wanda yang membuat wanda menoleh heran.

"Ehm.. kamu belum makan kan? Mau makan bareng?"

Wanda tersenyum, kemudian mengangguk. "Boleh"

Vian tidak tau kenapa secara tiba- tiba ia mengajak wanda untuk makan bersama. Aneh rasanya bagi vian, mungkin rasa simpati terhadap wanda akibat perkataan john tadi yang mendorongnya untuk mengajaknya makan malam bersama. Namun di sisi lain vian juga merasa penasaran terhadap wanda yang sangat tidak terduga.

Vian menjadi tidak sabar dengan hari- hari esok yang akan dia lalui bersama wanda.

-end of part 5

The Eternal MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang