"Kejutan apa lagi yang akan aku dapat, rasanya aku sudah cukup kebal dengan gadis satu ini, Unik! "
☘
Sudah tiga hari selepas kunjungan vian dan wanda ke panti jompo, sejak saat itu vian belum lagi melihat wajah wanda. Malam itu setelah mereka dari panti jompo, vian dan wanda makan malam bersama. Di tengah mereka makan vian dan wanda bercerita banyak hal, vian mulai memahami wanda dan mulai terbuka kepada wanda, namun di satu sisi vian masih waspada kepada wanda.
Wanda bercerita bahwa diantara para lansia, John adalah yang terdekat dengannya. Sejak awal kedatangan wanda ke Panti Jompo, tepatnya 3 tahun yang lalu saat wanda masih duduk di bangku SMA, John adalah lansia pertama yang membuat ikatan pertemanan dengan wanda. Itu sebabnya wanda merasa sedih ketika john mengatakan kata itu kepada wanda.
Vian berjalan menikmati angin yang cukup berhembus kencang siang itu, membuat terik mata hari menjadi lebih sejuk.
"Bang viaaannnn"
Vian menoleh menuju asal suara. Wanda berjalan sembari membawa tas besar beserta peralatan seperti tali dan sleeping bag.
"Maaf aku lupa mengabari, kemarin aku pergi mendaki gunung bersama kawan- kawanku. Aku lupa kalau kita belum saling bertukar nomor handphone!" Seru wanda sembali meletakan tas yang tampak sangat berat.
"Aku cukup lega melihat kamu hari ini. Ku kira kamu masih bersedih, rupanya sudah kelayapan." Ucap vian, tampak dari kalimatnya mereka sudah menjadi lebih cair usai kunjungan mereka ke panti jompo.
"Iya!!, aku mendaki dengan niat ingin melepas penat sembari refresh. Tapi ternyata mendaki sembari membawa beban mental malah menjadikan berkali-kali lipat lelaaaahnyaaa. " ucap wanda dengan raut muka yang lelah.
Vian tertawa, kemudian mengamati wanda. Rambut berantakan, pakaian kotor, tanah dan rumput liar tampak di sepatu yang ia kenakan. Setelah dilihat- lihat sepertinya wanda belum sempat pulang ke rumah, bagaimana bisa ia tidak pulang dahulu ke rumah tapi malah ke kampus?, tanya vian dalam hati.
"Kamu belum pulang ke rumah?" Tanya vian pada wanda yang menjadikan tasnya sebagai tumpuan dagu untuk menyangga kepalanya yang terasa berat.
"Belum, aku sengaja ke sini untuk mencarimu karna kemarin lupa mengabari kalau aku pergi mendaki." Wanda memejamkan matanya, namun tidak tertidur. sesekali menepuk punggung dengan kepalan tangan kecilnya sembari meringis.
Vian beranjak berdiri, menepuk pundak wanda yang masih mengistirahatkan matanya. "Ayok ku antar pulang"
"Tapi lapar bangg!" Ucap wanda sembati merengek.
"Balik dulu. Mandi biar segar, setelah itu aku antar cari makan" Ujar vian sembari menarik wanda untuk berdiri, wanda mengangguk kemudian berjalan bersama vian menuju tempat parkir.
"Minggir" ucap vian sembari mengambil tas wanda dan mengambil alih tugasnya untuk membawa carrier yang pastinya sangat berat karena berisikan peralatan mendaki. Wanda terkejut seketika karena perlakuan vian, memiringkan kepalanya sembari berfikir namun kemudian menyusul vian yang sudah tampak menjauh dari dirinya berada.
'Sejak kapan boneka ku jadi jantan begini.. Shhh, menarik' ucap wanda dalam hati
....
Vian duduk di ruang tamu wanda. Sembari menunggu wanda mandi, vian melihat- lihat interior yang berada di dalamnya, namun kemudian ia memilih untuk duduk karena merasa di perhatikan oleh potret prof yudi yang tergantung di ruang tamu tersebut.
"Yuk bang. Aku tau tempat makan yang enaaak." Wanda keluar dengan wajahnya yang segar setelah mandi.
Vian mengangguk dan berjalan menuju motornya, ia menyerahkan helm kepada Wanda, tanpa diminta wanda langsung naik ke jog belakang motor matic vian. Mereka menikmati berjalanan bersama dengan angin yang berhembus cukup deras. Matahari mulai terbenam, cahaya langit berubah warna menjadi jingga. Tak vian sangka, ia dapat menikmati semua pemandangan dan suasana ini bersama dengan orang yang unik. Wanda memegang pundak vian dan mulai berdiri, membuat vian yang tadinya sedang menikmati pemandangan sore hari menjadi oleng dan terkejut.
"Tuhaaan, terimakasih atas keindahan iniii." Wanda berseru kepada langit, bak menyampaikan rasa terimakasihnya kepada tuhan secara langsung.
Vian melihat wanda melalui spion, lagi- lagi.. tanpa sadar vian tersenyum. Vian mengalihkan pandangannya dari spion menjadi ke langit. Benar, langit jinga itu sangat indah. Vian tersenyum dan mulai berteriak,
"Tuhannn, kuatkan aku menghadapi Nona satu inii." Vian menengok ke belakang, wanda sudah berkacak pinggang, kemudian mencubit pinggang vian diikuti tawa keduanya.
Tak terasa mereka sudah berada di atas motor selama 30 menit. Akhirnya mereka sampai di warung makan di pinggir lapangan. Tempat makan itu sangat sederhana, hanya terdiri dari tikar- tikar yang di bentangkan secara memanjang. Tampak seorang lelaki paruh baya sedang mempersiapkan dagangannya.
"Ayaaaaahhh", wanda mengagetkan lelaki paruh baya tersebut, diikuti dengan tawa keduanya yang tampak sangat renyah.
'Ayah? apakah istri prof yudi pernah menikah dua kali?' Vian menatap keduanya dengan senyum yang canggung.
"Kamu mau makan apa nak?" ucapnya sembari menyuruh wanda untuk duduk di tikar.
"Tunggu dulu ayah, kenalkan, dia Novian. Selama satu bulan ini dia juga akan membantu Ayah!" Ucap wanda dengan riang, sedangkan orang yang di panggil ayah tampak bahagia dan merangkul Vian. Berbeda dengan yang dirangkulnya, vian masiih tampak mencoba memahami situasi dan terkekeh bingung.
"Em.. Membantu apa?" Tanya vian kepada Wanda sembari berbisik, memastikan orang yang di panggil ayah tidak mendengar suaranya.
Tak menggubris pertanyaan dari Vian, wanda langsung duduk di atas tikar. "Ayah tapi sebelum itu kami ingin makan, tolong dua bakmi goreng ya ayah. Nanti biar bang Vian yang mencuci piring dan bantu- bantu Ayah, wanda sedikit lelah sehabis mendaki gunung. "
"Siap Bos. Sebelum bantu- bantu Ayah, kalian harus makan yang banyak dulu, hahahahaha" Sosok Ayah tersebut sudah berada di balik penggorengan dan menyalakan kompor yang harus di pantik dulu apinya dengan sebatang korek api.
Vian mendekat ke arah Wanda dan berbisik "Apa ini maksudnya? Tolong jangan seenaknya kalau bertindak!" Vian yang tadinya mulai melunak kepada wanda menjadi kebingungan kembali dan sedikit terbawa emosi.
"Ahh tidak ada waktu untuk bercerita, aku sangat lapar, dan setelah ini pasti warung Ayah akan sangat ramai, kamu harus membantu Ayah, nanti aku ceritakan." Ucap wanda tidak mau tahu.
'Luaar biasa.. Sungguh Luar Biasa' Vian mengumpat di dalam hati sembari menatap tajam ke arah wanda yang nampak sangat santai dan tidak memahami situasi bahwa vian sekarang sedang sangat ingin kejelasan dan tampak marah.
-end of part 6
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Memory
RomansaNama Kota yang selalu menjadi takut serta rindu bagi vian. Kota dengan segala kenangan manis, tapi juga kota yang ia paksa hilangkan dari pikirannya. Takdir yang membuatnya melupakan kota itu, namun takdir juga yang membuatnya kembali ke kota itu, d...