5 Januari 2020

591 37 1
                                        

Sudah 3 hari aku rasa, Ana sama sekali tidak memberi kabar. Dia tetap tidak memberi alasan mengapa akhir-akhir ini dia murung. Dengan dalih 'Ana akan memberi tahu nanti, sekarang kalian pulang aja, Ana butuh sendiri'.

Ini sudah kesekian kalinya, sambungan ditelepon memperdengarkan suara khas seorang wanita yang tidak bisa menyambungkan dengan nomor telepon yang dituju. Kita semua dilanda kekhawatiran. Tapi mau bagaimana lagi?

Jika kalian berpikir kita tidak mengunjungi rumahnya, itu salah besar. Tetap nihil, mereka tidak mengijinkan siapapun masuk, perintah Ana tepatnya. Kita sudah mencoba berbagai cara untuk menemuinya, Papah dan Mamahnya pun ikut kalang kabut diluar kota sana. Mungkin ini salahku juga, karena mengabari hal yang buruk ketika mereka seharusnya fokus akan pekerjaan mereka.

Siapapun yang dengan berani memberi tahukan kondisi Ana, bagaimana Ana menjalani hidupnya beberapa hari ini, kepada siapapun Ana tidak akan segan-segan memarahinya. Sebagai contoh, Kita ambil saja Bibi Sri. Seorang maid dirumahnya yang telah bekerja sangat lama tidak sengaja memberi tahukan kondisi Ana pada 2 hari yang lalu, tepatnya setelah hari dimana Ana menyuruh kami untuk pulang. Dia memberitahukan bahwa Ana tidak keluar dari kamarnya dan tidak mau membukakan pintu kamarnya meski hanya mengambil sarapannya.

Mungkin itu semua salahku juga karena meminta para pekerja dirumahnya memberitahukan kondisi Ana pada kita. Hanya memberi tahukan hal seperti itu, tidak ada yang berani lagi membuka suara akan kondisi Ana.

'Maaf den, kita semua tidak berani membuka suara lagi terkait Ana. Kita semua takut, takut Ana berbuat semaunya lagi, dan kita gamau kena marah lagi. Ana udah gabisa nahan emosinya lagi kalo kita ganurut. Beberapa barang rusak, kita semua dimarahi, dan kita semua gaakan ngambil langkah terlalu jauh lagi, Maaf'

Itulah kalimat terakhir didalam isi pesan text kami.

Ini sudah 3 hari, teleponnya masih tidak bisa dihubungi. Orang tuanya pun masih berada dikota yang berbeda saat ini. Aku tidak ingin gegabah untuk mengambil keputusan, tapi ini yang terbaik. Aku harus menemuinya segera.

**

Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, aku sudah siap untuk menancapkan gas menuju rumah Ana. Tapi siapa sangka, ada sebuah pesan masuk yang muncul pada notifikasi handphone-ku.

My cute baby
Aan, aku bosan dirumah.

Sungguh, memang Tuhan itu baik. Tak mau berlama-lama lagi, ku tancap gasku secepat mungkin untuk segera bertemu dengannya.

Tin... Tin... Tin...

Seorang satpam membukakan pintu gerbang untukku. Kulihat di halaman maupun di garasi tidak ada mobil orang tuanya, ya memang belum saatnya mereka untuk pulang.

Semoga Ana sudah dalam kondisi yang baik dan yang pasti dengan mood yang baik. Karena jika tidak aku tidak tahu harus berbuat apa.

'Seperti biasa'

Tok... Tok... Tok...

Kusebut namaku agar Ana bisa tau siapa yang datang. Tetapi tidak ada jawaban apapun setelah beberapa kali ku ketuk pintunya.

Aku tidak bisa menerobos layaknya seorang maling, tetapi aku khawatir. Ah, mungkin dia sedang mandi, pikirku. Lalu kuputuskan untuk menunggu diruang tamu.

Tidak lama aku duduk disofa diruang tamunya sebuah notifikasi masuk dihandphoneku.

My cute baby
Aan, ana ada di kamar papah, aan boleh masuk

Ah rupanya, pantas saja tidak ada jawaban dari kamar Ana. Tidak berlama-lama, aku langsung menuju kekamar Orangtuanya dan membuka pintunya.

Ah shit, apa ini. Coba jelaskan, apa yang harus aku rasakan ketika yang pertama aku lihat seperti gambar diatas? Haruskah aku terkikik gemas atau khawatir?

Aku berjalan mendekati Ana yang sedang terduduk disofa kamar orangtuanya itu. Aku tidak boleh canggung.

Ana~~

Lihatlah dia sekarang, berlari dan membuatku hilang keseimbangan karena tanpa aba-aba dia memelukku. Aku tekikik gemas karena perbuatannya itu. Tidak lupa boneka kesayangannya yang masih digenggam olehnya.

Saat ini kita berada diatas ranjang orangtuanya, dan Ana masih tidak mau membuka suaranya. Dia masih memperlihatkan ekspresi cemberut yang menggemaskan ini.

'Ana mau makan~~'

Itulah kalimat pertaman yang ia lontarkan. Bukan kah itu berarti dia diam karena lapar? Ah salahku juga kenapa tidak menawarinya makan.

Disinilah kita sekarang, berada di meja makan. Dengan masakan berbagai macam ini. Dari raut wajah Ana, sepertinya dia masih marah kepada orang rumah. Begitupun sebaliknya, orang rumah irit sekali ketika berbicara. Banyak dari mereka yang memilih pergi lagi dan menyelesaikan pekerjaan lainnya. Dibanding harus berada di satu ruangan yang sama dengan Ana, mungkin?

'Aku sudah tidak nafsu makan'

Eh? Bahkan dia belum memasukkan nasi ke dalam mulutnya sedikitpun.

'Makanlah sedikit, kamu makin kurus nanti'

Itu yang bisa aku katakan sekarang, karena aku tidak ingin berdebat ataupun membuat moodnya menjadi buruk.

Namun mungkin ucapanku tadi membuat Ana tersinggung? Lihatlah dia, Berjalan menjauh untuk menuju kamarnya sambil menghentak-hentakkan kakinya.

'Na..

Brak...

Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, pintu sudah ditutup oleh Ana. Salahku lagi?

**

Jam di dinding ruang tengah telah menunjukkan pukul 5 sore. Sudah beberapa jam Ana tidak mengijinkanku masuk dan tidak meninggalkan kamarnya.

Kubaca tulisan dikertas yang Ana tulis tadi ketika aku mencoba masuk kekamarnya dan dikirimkan lewat sela-sela pintu.

'tinggalkan aku sendiri'

Begitulah isi dari kertasnya. Lagi dan lagi? Ada apa sebenarnya dengan Ana?

Still, nothing happened. Meskipun hari sudah malam, Ana sama sekali tidak luluh dan tidak membiarkanku berbicara dengannya. Apa aku harus memaksa untuk masuk? Ahh tidak-tidak, Ana tidak akan suka dengan hal seperti itu.

Namun kekhawatiran ini tengah memanipulasi diriku, aku tidak bisa membiarkan ini terus terjadi.

Teringat, setiap ruangan dirumah ini memiliki kunci cadangan. Kuputuskan untuk memasuki kamarnya, entah akhirnya bagaimana, terpenting aku harus memastikan Ana dalam kondisi baik-baik saja.

Berhasil, pintu telah berhasil terbuka.

Cih... Apa ini, Aku mati-matian menahan rasa khawatir diluar sana, tetapi kenyataannya adalah Ana sedang tertidur dengan lelapnya dengan iPad yang berada di tangan sambil memeluk boneka kesayangannya.

Kuputuskan untuk membereskan semua mainan yang tergeletak dilantai kamar dan diatas kasurnya, merapihkan semuanya agar Ana dapat tertidur dengan nyaman. Dan ya, kuputuskan juga untuk menginap disini. Jangan tanya apa yang akan terjadi besok ketika Ana membuka mata dan melihat aku berada disana memeluknya.

.
.
.

Tbc...

Just him, Only himTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang