The Bed

658 52 3
                                    

Mark memandangi ruang kosong pada ranjangnya yang masih banyak menyisakan tempat. Terasa sangat dingin. Ia menghela napas, Mark mencoba untuk melupakannya, dan segera tidur di ranjang tersebut walaupun dengan kehampaan.

Ada hari esok yang harus ia temui, pikir Mark.

「」

Mark terbangun dari tempat tidurnya karena Haechan hampir membuatnya terjatuh. Kebiasaan gadis itu apabila tidur dengannya selalu menempel, menggunakan dadanya sebagai bantal, memeluk tubuhnya seperti guling, bahkan seluruh tubuh Mark hampir menjadi kasur bagi Haechan, sedangkan masih banyak ruang tersisa di belakang gadis itu.

Mark berpikir jika terus-terusan seperti ini mungkin ia akan mendapatkan penyakit tulang yang serius. Ini adalah hal yang paling tidak ia sukai, Haechan pikir ini adalah hal romantis, memeluk pasangannya sepanjang malam ketika mereka tidur bersama. Pendapat Mark adalah ia tidak sudi seumur hidupnya harus bangun tidur dan merasakan seluruh badannya pegal.

"Haechan," Mark mengguncang pelan tubuh sang kekasih, sebenarnya mudah bagi Mark untuk melemparkan tubuh Haechan ke sisi lain tempat tidur mereka, tapi ia tidak tega karena ekspresi wajah Haechan yang lugu ketika ia tertidur dan badannya terasa remuk hanpir tidak memiliki kekuatan karena sepanjang malam tertimpa badan gadisnya itu.

Haechan hanya bergerak sedikit sambil mengerang, tapi tidak mau melepaskan Mark. Akhirnya Mark dengan tega menghempaskan tubuh Haechan ke sisi lain ranjang dan mengungkung tubuhnya.

Cara lain yang Mark sukai untuk membangunkan Haechan apabila ia bermalas-malasan.

Menciumi seluruh wajah Haechan hingga membuat gadis itu terbangun. "Hentikan, Mark. Aku sudah bangun."

"Yeah, aku juga." Dan Mark melanjutkan menciumi bibir Haechan dengan kasar lalu membuka seluruh pakaian gadis itu.

"Waktunya merasakan morning gloryku, Haechan-ah." Kata Mark, sambil menyeringai menatap Haechan dari atas.

.

.

"Mark!" Seru Haechan dari seberang ruangan, apartemen tempat Haechan dan Mark tinggal tidak terlalu luas, akan tetapi Haechan suka sekali berteriak. Kebiasaan buruk lainnya Haechan yang Mark tidak sukai.

"Haechan jarak kita tidak lebih dari sepuluh meter, aku masih bisa mendengarmu. Jangan berteriak di dalam rumah. Aku tidak suka suara berisikmu dan aku sedang bekerja sekarang." Decak Mark, dengan suara agak meninggi.

Haechan menghampiri Mark dan duduk di kursi sebrang meja kerja Mark.

"Brengsek sialan," gerutu Haechan. "Kau membuat seluruh leher dan bahuku berwarna merah. Aku harus mengajar siang nanti." Balas Haechan, tak kalah sengit.

Haechan adalah seorang profesor muda di sebuah universitas di Seoul, ia mengajar seni tari dan musik. Sedangkan Mark adalah seorang arsitek. Pekerjaan Mark banyak dihabiskan di rumah, ia jarang sekali keluar dari apartemen tetapi ia menjadi orang yang paling sibuk di antara mereka berdua.

"Kau kan mempunyai berbagai jenis dan macam make up gunakanlah untuk menutupinya. Atau pakai cara lain." Mark hanya menyahuti Haechan datar tanpa peduli.

Haechan berdecak. Mempunyai kekasih macam Mark memang sangat sulit, pria itu hanya hebat dalam hal ranjang, kentut, uang, dan desain rumah atau semacamnya yang Haechan tidak peduli. Untuk hal lainnya, Mark hanya beruntung karena gadis itu masih mencintainya.

Menghela napas pelan, ia memilih untuk melupakan apa yang terjadi. Haechan akhirnya beranjak dari meja kerja Mark, ia masih berbaik hati untuk pergi ke dapur dan membawa makanan ringan dan kopi untuk kekasihnya itu walaupun tanpa Mark sendiri minta.

Haechan menjadi pihak yang paling sering mengalah dan menghindari konfrontasi, atau lebih tepatnya untuk membawa kembali kewarasannya. Karena hanya akan percuma saja bertengkar dengan pria macam Mark. Sikap dingin dan tak acuh sang kekasih tidak akan membuat mereka benar-benar bertengkar, Haechan pada akhirnya hanya akan berbicara sendiri dengan tembok.

"Sayang, aku akan berangkat lima menit lagi. Aku sudah menyiapkan makan siangmu, panaskan saja di oven apabila kau ingin memakannya. Masih ada sisa kopi di mesin kopi apabila kau masih mau, ada beberapa kue, buah, dan camilan lain apabila kau lapar. Aku sudah menyiapkan baju gantimu di kasur. Jadi jangan lupa mandi." Ucap Haechan panjang lebar dengan senyum dipaksakan untuk Mark yang masih menunduk mengerjakan sesuatu di mejanya.

"Terima kasih, sayang." Mark berdiri dari duduknya setelah kekasihnya selesai bicara, lalu mengecup kening Haechan dengan cukup lama.

"Akhir pekan nanti ayo kita piknik." Ajak Mark sambil mengusap surai panjang gadisnya itu.

Haechan hanya bergumam tidak jelas sebagai jawaban, karena ia yakin Mark akan segera melupakannya dan ia malah sibuk dengan pekerjaannya.

"Kau tidak ingin pergi?" Tanya Mark, heran mendapati Haechan yang tidak seantusias biasanya.

"Hmm, kapan terakhir kali kita keluar bersama, Mark?" Tanya Haechan. Mark terlihat berpikir, mengingat-ingat kapan hal tersebut terjadi.

Haechan mengedikkan bahunya tidak peduli. "Sudah sangat lama, sehingga kau pasti melupakannya. Kapan terakhir kali kau menjanjikanku untuk pergi berdua?"

Mark terlihat berpikir, "mungkin seminggu yang lalu?" Ucapnya, tidak yakin dengan senyum tipis.

"Kau terlalu sering berjanji, Mark. Tapi selalu ingkar. Lebih baik simpan janjimu, aku lelah dengan semua ajakan dan omong kosongmu itu." Haechan mendesis pelan.

"Hei, kau tidak boleh berkata seperti itu."  Mark meninggikan suaranya merasa sedikit tersinggung. "Kali ini aku berjanji, oke?" Mark menarik Haechan ke dalam rengkuhannya dan mengelus pipinya dengan lembut.

Haechan membalas pelukan itu dengan perasaan lega. Karena walaupun hubungan mereka yang tidak terlalu sehat, gadis itu masih tetap mencintai sang kekasih. "Baiklah, aku percaya padamu."

"Omong-omong sepertinya aku harus membeli tempat tidur baru." Ujar Mark.

Haechan melepaskan pelukan mereka dan memberi tatapan tak percaya pada Mark.

"Kita tidur terpisah setelah bercinta. Aku mulai merasa keberatan dengan pelukanmu ketika tidur."

~~~~

20421

When I Was Your ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang