Chapter 5. Cerita Dalam Hujan

109 14 1
                                    

“Hujan kembali memberi kisah. Tentang bagaimana kamu hadir di bawah hujan, dan tentang bagaimana aku menyaksikan kamu dalam diam.”

—Keyra Vanillaisya

—Keyra Vanillaisya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌦️🌦️🌦️


Bisik-bisik yang terdengar ramai bahkan tahapan-tatapan semua orang, tidak menghentikan langkah Elang untuk terus berjalan menuju ruang kepala sekolah. Bahkan sepanjang koridor yang ia lalui, tidak ada satu pun orang yang tidak menatap ke arahnya.

Elang hanya berjalan santai, dengan satu tas yang terlampir di bahu kirinya. Tatapannya lurus, tidak sama sekali menoleh ke arah mana pun. Kedua tangannya pun tidak masuk ke dalam saku celana, namun entah kenapa langkahnya terus membawa tatapan kagum semua kaum hawa.

Karena ia anak baru, mungkin itu salah satu alasan yang tepat untuk mereka yang tengah memandang ke arahnya. Juga tampan. Adalah alasan untuk bisik-bisik dan pandangan kagum dari mereka semua.

“Permisi.” Elang mengetuk pintu bertuliskan ruang kepala sekolah. Sembari menunggu, Elang bersiul halus.

“Silakan masuk.”

Elang buka hendel pintu, kemudian masuk dan berdiri di samping meja kebesaran sang kepala sekolah. “Saya siswa baru,” katanya tanpa basa-basi.

“Elang Ray Adinata?” Pak Damian mendongak menatap siswa barunya.

“Ya.” Elang mengangguk tidak menyahut panjang.

“XII IPS-II. Kamu bisa tanya di mana kelasnya sama siswa lain,” ucap Pak Damian.

Elang mengangguk singkat. “Terima kasih, saya permisi,” pamitnya dan langsung melangkah hendak keluar.

Langkahnya sedikit memundur saat melihat beberapa siswi berdiri tepat di depan pintu, hingga membuat Elang nyaris mengumpat sebab terkejut.

“Ngapain?” tanyanya dengan nada datar.

“Hah?” salah satu dari keempat siswi tersebut mengerjap, kemudian terkekeh canggung. “Nggak papa,” sahutnya kemudian.

Elang mengangguk, kemudian mengambil langkah untuk pergi di mana kelas barunya berada. Sudah tidak ia pedulikan lagi tatapan mereka-mereka yang terus memandang ke arahnya tanpa bosan. Elang gumamkan saja dalam hati bahwa mereka hanyalah patung buatan.

“Whats up, bro?” seorang cowok berdiri di tengah-tengah pintu masuk ruang yang bertuliskan XII IPS-I. Tak lupa, ada handphone yang di pegang dengan menampilkan wajahnya—memvideo dengan gaya vlog.

“Apa kabar kalian Gio lovers? Gue harap baik-baik aja, soalnya nanti gue sedih kalau fans Gio Oppa sakit.”

Dan Elang, menatap terheran-heran cowok ini. “Gue mau lewat,” ucap Elang tanpa basa-basi, “bisa lo minggir?” Elang sedikit menolehkan wajahnya di hadapan cowok bernama Gio ini.

PluviophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang