42| Memulai Kembali

886 98 65
                                    

NOSTALGIA, yang dalam bentuk nominanya berarti kerinduaan—kadangkala berlebihan—pada suatu peristiwa atau dalam bentuk verbanya berarti mengenang peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi di masa lalu, memang tak pernah kehilangan cara untuk membuat orang-orang menjadi tunduk pada kegagalan move on yang selama ini dijadikan resolusi tiap-tiap manusia yang baru saja putus cinta.

Ketidaksejalanan hati serta memori, membuat beragam hal yang memicu gagalnya usaha melupa itu mencuat silih berganti. Ada saja hal-hal sederhana yang membuat pikiran kita mengoneksikan jutaan kenangan ke dalam relung dada, hingga membuatnya bergetar luar biasa.

Obrolan-obrolan ringan sampai tempat-tempat yang dianggap istimewa ketika bersama, menjadi salah satu hal dari sekian banyak faktor penyebab kegagalan resolusi melupakan yang selama ini direncanakan.

Nostalgia, dengan segala rasa yang turut serta dibawanya—duka, luka, atau nyaman serta bahagia, bagi segelintir orang tetap saja disepakati sebagai pemicu kegagalan move on dalam urusan patah hati serta kehilangan. Akhirnya, tak ada yang bisa dilakukan lagi kecuali merayakan kesedihan-kesedihan yang hadirnya silih berganti dengan tawa, ketika bibir mereka dengan teramat lancang melempar kenangan-kenangan yang sempat dibuang bahkan nyaris dilupakan.

Seperti halnya Vito hari ini. Menempuh perjalanan berjam-jam dari Jakarta hingga Boston, tidak pernah ada yang tahu jika teman duduknya adalah seorang Rinanda, seseorang yang membawanya ke Bandung setelah hampir kehilangan kesadaraan sebab mereguk terlalu banyak minuman-minuman yang sebelumnya tak pernah dia jamah bertahun-tahu lalu, yang kebetulan juga adalah mantan kekasihnya sewaktu duduk di bangku SMA kala itu—sebelum ingkah ke Jakarta.

Dia tidak tahu apa rencana semesta dengan mempertemukan keduanya yang bahkan sudah hampir tak pernah saling bertegur sapa semenjak kandasnya hubungan mereka beberapa tahun silam. Membuat alur pertemuan seperti dibuat-buat, yang sejujurnya, membuat Vito merasa dilingkupi suasana canggung yang benar-benar mengungkung.

Tidak, dia bukannya menyisakan perasaan dengan wanita bersurai halus yang aromanya pernah membuat Vito kecanduan setengah mati. Dia, seperti kebanyakan pria, merasa masih memiliki dosa kepada Nanda setelah meninggalkannya tanpa pesan waktu itu. Memilih menyudahi hubungan mereka yang sudah berjalan sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama, karena jerat pesona seorang Yessica Tamara—yang sialnya, menjadi alasan Vito berlari sejauh ini dengan embel-embel pendidikannya, menjadi seseorang yang paling mencederai hatinya selama ini.

"Lo bisa makan selain nasi enggak, sih, To?"

Vito terkesiap, kala suara Nanda mengetuk gendang telinganya dengan begitu lembut. Berdiri di hadapan rak-rak tinggi yang memamerkan kebutuhan-kebutuhan rumahan yang sedang keduanya cari.

Satu hal yang membuat Vito merasa semakin bersalah setelah melukai perasaan Nanda dulu, adalah sikap perempuan ini yang masih bisa biasa saja setiap kali bertemu dengannya. Masih bisa bertutur kata layaknya tak ada apa-apa, padahal dulu dengan sangat jelas Vito telah mematahkan perasaannya, mematahkan hatinya dengan begitu parah.

"Bisa" dia berjinjit, mengambil beras kemasan lalu memasukkannya ke dalam keranjang belanja, "Tapi lebih baik kalau makan nasi"

Nanda tersenyum. "Masih suka enggak kenyang, ya, kalau makan selain nasi?"

Selalu, Nanda akan ingat kebiasaan Vito dulu. Dia memang tak akan pernah bisa kenyang makan makanan selain nasi, yang diolah dalam bentuk apa pun. Harus berwujud bulir nasi, bukan bubur atau sebagainya.

"Iya"

"Indonesia banget emang perut lo" Nanda menggelengkan kepala tak habis pikir, mendorong troli belanja menyusuri koridor rak-rak yang berjajar rapi, sambil sesekali menghentikan langkah saat tiba di depan kebutuhan harian yang sekiranya mereka perlukan.

Someone Who Loving You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang