Bunga bakung berlenggak-lenggok tertiup angin musim semi Phosenbury. Begitu harum semerbak wangi menggelitik hati, begitu cantik sampai membutakan lereng bukit tinggi, begitu memikat sehingga membuat gatal pemikiran orang untuk mencabut dan membawanya pulang. Namun, tentu saja mereka semua mengira mencurinya akan semudah memanen kubis: ── Pangeran Kelima Artlandia mengangkat bahu. "Bukan mawar, kan? Seberapa sulitkah menanamnya di rumah kaca istana?" ── Adipati Reinhartz sudah lama mengamatinya, dan ingin menaruhnya di pot keramik kecil kesayangannya untuk dibesarkan. ── Dan tunangan yang entah jatuh dari mana tidak yakin apakah harus menyiraminya atau hanya... dilihat di tempat saja seperti kubis sungguhan. ── Kemudian Jenderal Agung dari Utara─oh, belum ada yang mendengar pendapatnya. Katakan saja, urusan hati ini, melibatkan banyak gerutuan strategis. Siapa sangka tanaman manis yang kelihatannya rapuh dan biasa-biasa saja ini akan menumbuhkan kaki dan sayapnya sendiri, begitu tidak bisa diam ingin melarikan diri dan terbang tinggi. Ternyata, setangkai bunga bakung merah muda lebih sulit dicabut akarnya, lebih tajam kelopaknya, lebih banyak membuat bencana daripada mawar merah berduri. Pada akhirnya kisah tentang aromanya yang menembus kabut dan menggetarkan hati orang ini akan lebih mudah diingat daripada kisah dongeng murahan lainnya. Jujur saja, siapa yang keberatan mengejar porselen terbang? *** Ada yang ingin dikatakan pihak yang bersangkutan; Isabella mengangkat tangan kanannya, "Aku sangat keberatan!"