-empat.

17 3 0
                                    

Di tengah perjalanan, baik Dendika ataupun Nara, enggak ada satupun yang mau buka suara.

Enggak ada alunan melodi yang terputar, semuanya dibiarkan bisu, biar sayup-sayup angin aja yang terdengar.

Nara mengedarkan pandangannya, menilik pepohonan di sepanjang jalan, membawa pikirannya berkelana cukup lama.

Nara nggak pernah menyangka, kalau pada akhirnya dia akan datang ke rumah Dirga, rumah yang gak pernah Dirga impikan untuk jadi tempat tinggalnya.

Dan Nara juga gak pernah tau, kalau ternyata mobil yang penuh cerita suka duka dirinya selama kuliah dan bekerja dengan Dendika, akan berakhir sebagai kendaraan yang mengantarkan dirinya kepada mimpi terburuk.

23 Desember 2019.

Hampir 7 jam, Dirga dan anak-anaknya yang manja sibuk berkutat di perpustakaan universitas.

Sudah di pastikan, semuanya pasti kebagian tugas.

Mulai dari yang merapikan buku sampai gotong-gotong karduspun ada.

Denara sedari tadi gak siap-siap sama agenda natalnya tahun ini, ia pun berfikir keras sebaiknya bikin acara seperti apa biar gak melulu sama.

Untungnya Nara gak sendiri, ada Dirga dan juga Sera.

"Apa gak di bahas nanti aja? Kasian anak-anak masih banyak yang mau di kerjain."

Mendengar perkataan Sera, Nara cuma mangut-mangut aja. Sebenernya emang sebulan ini klub baca pimpinan Dirga lagi sibuk-sibuknya.

Yang kekurangan orang lah, keteteran lah, ada-ada aja. Mana Dirga juga sibuk di himpunan, Sera yang bolak-balik di unit kegiatan mahasiswa dan Dendika yang jadi sekretaris BEM.

"Yaudah, kelarin ini aja. Entar natal tahun ini kecil-kecilan aja lah, seenggaknya ngehargain yang ngerayain." Ucap Nara sambil meng-close tab bekas searching-an nya tadi.

"Iya, makan-makan doang jadi lah." Kali ini gantian Dirga yang angkat bicara dan di balas acungan jempol oleh Sera yang sudah terlebih dulu pergi. Meninggalkan Dirga yang sekerang tengah menatap lekat ke arah Nara.

Nara gak berkutik, berusaha menetralisir jantungnya yang berdegup cukup kencang. Dirga emang selalu kaya gini, bisa-bisa bikin Nara mati di tempat.

"H-2 ra."

"ngomong yang jelas, nggak ngerti."

"Mau tukeran kado apa tukeran cincin?"

Kan, apa Nara bilang, bisa-bisanya yang modelan begini jadi pacar Denara.

Naranya keburu nge-blush lagi. Bahaya banget entar makin di godain.

Kayanya kalau pura-pura lupa tanggal dua puluh lima ada apa asik juga.

"Gak jelas, sana ih." Nara melempar setumpuk kertas yang untungnya udah di jepit, ngebuat Dirga beranjak dari tempatnya, buru -buru menarik pergelangan tangan Nara.

Dejavu.

Udah lewat satu tahun, tapi emang enggak ada yang berubah dari seorang Pradiptama Audirga.

Senyumannya yang khas, selalu ngebekas di pikiran Nara. Selalu sama.

Caranya natap Nara, bicaranya sama Nara, jadi ngeputer apa yang dulu pernah bikin Nara sampai loncat-loncat sendirian di kamar kos.

Kado natal terindah buat Nara seumur hidupnya.

"Jadi pacar ku ya?"

——

AUDIRGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang