Nggak ada yang menduga, malam dimana seharusnya Nara bersorak penuh gembira malah jadi terasa hampa.
Sejak kepulangannya di antar Dendika sore tadi, Nara bersikeras mau sendiri.
Enggak perlu pake embel-embel di temani, mau seramai apapun yang perduli juga Dirga gak bakal kembali, begitu pikir Nara.
Nara merasa otak nya penuh, padahal dia nggak mikirin apa-apa.
Kebetulan malam ini kos-kosan Nara sepi sekali, nggak ada mbak iis yang sibuk nawarin es teh manis atau bisik-bisik celotehan mbak Duwi.
"Bisa bisanya cowok keren kaya gitu cewenya malah ngekos di tempat lusuh begini, haduh gak habis pikir. Btw siapa tuh namanya? dirga? gilang dirga? loh? kok ke kamar si Nara? Heh gimana? pacarnya Nara? kok mau?"
Basi. Batin Nara.
Mbak Duwi itu udah orang yang kesekian kali, jadi Nara gak heran. Nggak tau aja mereka gimana perjuangan Dirga ngejar-ngejar Nara dari kampus sampai ke kelok tiga.
Nggak pake motor, jalan kaki bor.
——
6 Agustus 2017.
"DENARA !"
Walau namanya di panggil, Nara nggak mau berhenti. Nara cuma bergumam dalam hati ya salah sendiri.
Nara itu paling gak suka di ekorin. Alias gak habis pikir aja ngapain ni orang ngikutin terus dari tadi.
Karena kesal, Nara mempercepat tempo jalannya, untung udah biasa.
"Saya manggil apa gak dengar?"
Liat, cara ngomongnya aja bikin Nara pengen jauh-jauh. Jatuhnya bukan sopan tapi malah senioritas!
"Nara berhenti!"
"di luar kampus gak usah sok jadi siapa-siapa ya." Ucap Nara penuh penekanan.
"Berhenti sebentar aja."
Dan Nara gak noleh.
"A-ayo lah."
"Na-nara..."
Brukk.
Gak usah perduli, gumam Nara dalam hati.
Jalan terus, pura-pura gak tau kan emang Nara banget.
Tapi—
"ARGH! ANJING!"
Jarak mereka terpaut jauh, tapi Nara gak bisa mengurungkan diri buat gak puter balik.
Bisa-bisanya kating modelan sangar begini pingsan di siang hari cuma karena jalan kaki ngejar-ngejar maba dari ruang seni.
Bahkan Nara gak sempet bikin salah loh hari ini.
Aneh.
Kalau di bandingkan, badan Nara dan orang ini nggak bisa di sandingkan.
Nara pendek, orang ini tinggi. Nara kurus, orang ini berisi.
Mana gak ada yang lewat jalanan sini, kan bikin Nara jadi mikir orang ini harus di apain.
Padahal jalan sedikit lagi, Nara udah sampe ke kelok tiga, biasa lah, mau nyebat sekalian makan naspad.
Kalau tau gini tadi males banget Nara jauh-jauh jalan dari kampus kesini.
Jangan tanya kenapa, padahal bisa aja kan Nara ngantin di kampus atau di luar, sekitarannya hahaha.
Ya cuma Nara gak nyaman aja, mau gimana.
"Audirga. Nama doang keren, ngejer cewe kaga bisa."
——
Sedari siang, Nara sama sekali enggak makan ataupun minum. Kalau di liat-liat, wajah Narapun udah pucat pasi.
Nara keluar kamar, cuma nengok ke sekeliling, gak niat mau ambil asupan nutrisi atau apalah yang bisa buat badannya normal lagi.
📞 7 missed call
Nggak tau, tiba-tiba ada perasaan menyesal kenapa tadi telepon genggamnya malah di perbaiki.
Walau gak sepenuhnya bagus kembali, Nara masih bisa ngebaca nama siapa yang udah tertera disana.
Mama.
Lulut Nara terkulai lemas, bahkan dia nggak sempet cerita tentang sosok Audirga kepada keluarganya.
Semuanya keburu hilang.
Pertemuannya dengan Audirga sampai ke titik terbahagia, mulai sekarang akan jadi kenangan yang cuma bisa Nara ingat-ingat. Gak lebih.
——
![](https://img.wattpad.com/cover/250647226-288-k745036.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AUDIRGA
Teen Fiction"Kalau gue kehilangan Dirga, sama aja gue kehilangan mata dan telinga. Gue gak bisa melihat apapun yang terang, selain gelap gulita. Gue gak bisa mendengar apapun yang indah kecuali cuman dengungan. Semuanya mati, dunia gue mati. Gak ada lagi yang n...