1. Aghea Asghari

7.7K 531 11
                                    

Apa menjadi orang miskin adalah kejahatan? Apakah menjadi jelek juga kriminal? Kenapa semua orang selalu menatapku seolah-olah aku adalah orang yang mempunyai dosa besar.

"Lihat-lihat dia sudah datang."

"Wah.. benar-benar cari mati dia."

"Kalau gue jadi dia gue gak bakalan masuk sekolah lagi."

Bisikan-bisikan atau justru kata-kata menghina itu bisa ku dengar jelas. Mereka bukan lagi berbisik, mereka sengaja mengatakanya dengan keras agar aku mendengarnya. Mungkin mereka berharap kata-kata mereka bisa menghilangkan keberadaanku dari pandangan mereka.

Selalu seperti ini setiap hari saat aku menyusuri lorong menuju kelasku. Semua mata itu selalu memandang tajam kearahku atau memandang rendah diriku. Mulut-mulut itu selalu mengeluarkan kata-kata yang pedasnya melebihi cabai rawit. Ingin rasanya kusemprot mata mereka menggunakan obat nyamuk, atau kusumpel mulut mereka pakai kain pel. Seandainya aku bisa melakukanya.

Tapi... semua itu mustahil.

"Nih bawain tas gue." Kulirik tas di tanganku, ini tas Mesya.

"Gue juga." Kali ini tas fara yang dilempar ke arah Ghea. Untung saja Ghea sudah siap-siap, kalau sampai jatuh Ghea pasti kena masalah lagi.

"Bawain yang bener, kalau sampai kelas nanti lecet tangan lo yang bakal tanggung jawab" Ghea hanya diam sambil mengangguk tidak berani menatap gadis yang tengah memandang jijik dirinya. Ghea sangat takut dengan gadis ini, dia adalah sumber dari semua kamalangan yang diterima Ghea di sekolah ini. Anindita Prameswari, primadona di sekolah ini. tidak ada yang berani melawanya disini.

"Udah sana jalan, bengong lagi. Dasar sampah!"

Perkataan itu langsung membuat Ghea pergi dari tempat itu secepatnya, takut kalau mereka berubah pikiran dan malah membullynya.

***

"Lo gimana sih gue kan pesennya jus jambu bukan jus jeruk!" Seruan itu membuat seisi kantin hening memfokuskan mata mereka untuk menikmati drama harian yang selalu terjadi setiap harinya.

"Ma-maaf aku akan ganti." Ucap Ghea takut.

Plak!

Satu tamparan keras berhasil membuat ghea terduduk di lantai.

"Katanya juara satu umum murid paling berprestasi masa jus pesenan gue aja lupa. Lo pasti sengaja kan." Dita mengatakanya seraya menoyor kepala ghea.

"A-aku.. "

Byur

Belum sempat ghea menjelaskan sekarang jus itu sudah mengalir dari kepala Ghea. Bukan hanya jus jeruk yang salah pesan ketiga gadis itu kompak menuangkan jus pesanan mereka pada tubuh Ghea.

"Kalau lo berani berulah lagi akibatnya akan lebih buruk dari ini."

Ghea rasanya ingin menangis, Dita mengatakan itu sambil menjambak rambut Ghea dengan sangat kencang hingga Ghea mendongak.

"Dasar sampah." Ucap Dita seraya menghempaskan kepala Ghea.

Tidak ada yang berani menolong ataupun membela Ghea banyak yang membenci keberadaan Ghea di sekolah ini atau mereka yang tidak membenci Ghea tidak berani menolongnya karena takut akan kuasa Dita di sekolah ini.

***

Ghea menangis di bilik toilet sekolah. Ia sangat-sangat lelah dengan semua ini, kenapa rasanya semakin berat tiap harinya.

Byur

Tiba-tiba air tumpah dari atas membasahi sekujur tubuh Ghea.

Duk! Duk! Duk!

"Keluar lo!"

Itu suara Mesya rasanya Ghea ingin menghilang saja.

"Kalau lo gak keluar akibatnya bakal lebih fatal." Kali ini suara Dita. Ghea tidak berani membantah, dengan keadaan basah kuyup ia pun keluar dengan kepala tertunduk dan gemetar.

"Ngapain lo nangis disini, ganggu aja. Gak tau apa gue lagi dandan." Fara berbicara sembari tetap bercermin melihat pantulan dirinya yang tengah membenahi rambutnya.

"Kalau orang lagi ngomong tuh di liat gak sopan banget sih lo." Dengan ragu Ghea menaikkan kepalanya. Tatapanya langsung bertemu pandang dengan Dita.

Plak!

Tamparan lagi. Entah kenapa cewek yang satu ini hobi banget nampar Ghea.

"Siapa yang nyuruh lo natap gue?"

Salah lagi. Sepertinya apapun yang dilakukan Ghea akan salah di mata mereka. Bukankah mereka yang menyuruh Ghea agar menatap mereka saat bicara? Bukan salah Ghea saat Ghea menatap depan dan yang di depannya adalah Dita.

"Gue benci tatapan memelas lo itu."

Setelah itu mereka pergi begitu saja meninggalkan Ghea sendiri.

***

Hari sudah sore saat Ghea keluar ia seharian di belakang sekolah tempat faforitnya karena tidak ada orang yang akan kesana.

Ia berjalan menuju kelasnya berada. Sekolah sudah sangat sepi karena semua murid dan guru sudah pulang. Ghea mengambil tas nya kemudian berjalan menuju lokernya mengambil baju ganti karena setelah ini ia harus kerja.

Sampai depan lokernya Ghea terkejut karena pintu loker itu sudah rusak, banyak coretan-coretan bertuliskan perkataan-perkataan kasar yang ditujukan untuk Ghea. Ghea membuka lokernya semua isinya hancur. Bajunya sudah robek-robek bekas guntingan buku-buku yang ada juga sudah banyak yang hilang halamanya dan banyak coretan juga, padahal itu adalah buku sekolah. Ghea menangis ia berlari menuju rooftop sekolah.

"Kenapa?... aku hanya ingin hidup normal" lirih Ghea.

Ia kini berada di rooftop angin segar menerpa wajah Ghea. Rasanya damai sekali. Ghea pun melepas kaca mata yang di pakainya. Ia mengusap air matanya. Ghea melirik pembatas yang dibuat agar orang yang disana tidak terjatuh.

Tanpa sadar langkah kakinya membawa Ghea ke pinggir dan sekarang berdiri menatap ke bawah. Bangunan ini tiga lantai, Ghea rasa terjatuh dari sini pasti tidak akan merasa sakit karena ia akan langsung tiada.

"Apakah semua salahku kalau aku terlahir jelek? Kenapa tidak ada yang mau berteman denganku?" Ya sejak kecil memang tidak ada yang mau berteman denganya mereka bilang itu karena dia jelek. Ghea pikir itu tidak apa karena mereka masih kecil ia pikir saat besar nanti ia pasti bisa lebih cantik. Tapi nyatanya semua itu tidak berubah.

"Apa salahku juga kalau aku miskin? Aku miskin karena aku belum bekerja dengan pekerjaan yang layak. Kalian hanya membanggakan kekayaan orang tua kalian." Ghea tertunduk rasanya sakit saat membayangkan mereka yang mempunyai orang tua. Tidak seperti dirinya yang besar di panti asuhan.

Rasanya hidup sangat tidak adil padanya. Ghea pikir tidak apa kalau ia jelek dan miskin asalkan ia tidak bodoh bahkan ia selalu mendapat peringkat satu sejak SD. Nyatanya itu tidak mengubah apapun, banyak orang yang membencinya karena ia jelek dan miskin. Dan banyak yang iri karena kepintaranya. Jadilah tidak ada orang yang menyukainya, kecuali beberapa guru.

Ghea memandang ke bawah lagi kemudian memandang ke langit. Ia tersenyum sedih. Menertawakan dirinya sendiri.
Ia berusaha, berusaha sangat keras untuk bertahan. Tapi sepertinya ia sudah tidak tahan lagi.

Ghea memejamkan mata. Ia bisa merasakan tubuhya melayang sedetik kemudian.

BUGH

Rasanya seperti semua badanya terasa remuk ia bisa melihat darah mengalir disamping kepalanya tidak lama kemudian pening kepala tak tertahankan hingga kegelapan menelannya.

****

AYRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang