Ayra sangat kesal hari ini. Bagaimana tidak? Arsen menurunkannya dipinggir jalan. Bayangkan, ia harus berjalan menuju sekolahnya. Hanya karena menurutnya ia berisik.
"Liat saja, aku pasti akan membalasmu."
Ayra melanjutkan langkahnya, untung saja Arsen menurunkannya tidak jauh dari sekolah. Tapi cuaca hari ini sangat terik sehingga keringatnya bercucuran.
Ayra menghentikan langkahnya, ia menatap mobil yang berhenti disampingnya. Kaca mobilpun terbuka.
"Butuh tumpangan?" Aiden memberikan senyum terbaiknya. Ayra terdiam beberapa saat.
"Yak.. kau tidak lihat gerbang sekolah tepat didepanmu?" Jengkel Ayra, emosinya sedang meluap dan cowok didepannya seperti terlihat meledeknya.
"Maksud gue, tumpangan sampai parkiran."
Ayra tidak menanggapi Aiden, ia berjalan meninggalkan cowok itu. Moodnya sedang sangat buruk dan ia sangat tidak membutuhkan tambahan masalah lainnya.
Sesampainya dikelas Ayra langsung meletakkan tasnya dan menumpukan kepalanya pada meja. Semoga saja jam pertama hari ini kosong sehingga ia bisa memulihkan tenaganya.
"Ra, lo tadi disuruh keruangannya pak Budi." Vina menoleh kebelakang setelah menyadari Ayra sudah berangkat.
"Siapa?" Ayra masih enggan mengangkat kepalanya.
"Hah, apa?" Tanya Vina.
"Pak Budi. Siapa?" Ayra kini menatap gadis didepannya.
"Owh.. pak Budi adalah wali kelas kita. Yang kemarin ngajar waktu pertama kali lo masuk." Terang Vina kemudian.
"Ada apa nyari aku?"
"Gak tau." Jawab Vina seraya mengendikkan bahu.
Ayrapun bangkit dari duduknya.
"Temenin yuk.""Kemana?"
"Nyari pak Budi."
"Ngapain?" Vina menatap Ayra karena gadis itu tak kunjung menjawab.
"Nyari pak Budi?" Ayra bertanya tak yakin.
"Ngapain nyari pak Budi. Pak Budi kan diruangannya." Vina menjawab polos.
"Hehe.. gak jadi. Aku baru inget kalau pak Budi diruangannya."
Ayra kemudian keluar kelas. Ia teringat perkataan Gania padanya.
"Lo kalau ngomong sama Vina ati-ati aja." Ucap Gania saat itu.
"Kenapa?" Tanya Ayra tak paham.
"Ntar lo tau sendiri." Ucap Gania misterius.
"Kayaknya sekarang aku tahu yang dimaksud Gania." Ayrapun melanjutlan langkahnya.
Ayra merasa dejavu, dulu ia sering keruang guru karena ia sering diandalkan untuk membantu guru membawakan tugas teman sekelasnya. Saat itu ia bahagia, tapi lama kelamaan ia merasa teman-temannya memanfaatkannya. Selama ia bersekolah disana ia selalu melakukanya tidak ada teman yang membantu ataupun bergantian dengannya.
Ayra mengedarkan pandangannya mencari guru yang dijumpainya saat pertama sekolah. Iapun berjalan menghampiri guru tersebut, ternyata Arsen juga ada disana.
"Kalau begitu saya permisi." Arsen bangkit hendak meninggalkan ruang guru, tak sengaja tatapan mereka bertemu. Ayra memberikan tatapan paling tajam yang dimilikinya. Ia masih sangat dendam dengan Arsen karena meninggalkannya tadi.
"Ayra nilai kamu selama ini konsisten, kamu selalu mendapatkan peringkat pertama." Terang pak Budi.
Ayra tersenyum, hari ini moodnya sedang buruk ia pikir ia akan mendapat kesialan lainya. Sepertinya perasaanya sekarang lebih baik setelah mendengarkan pak Budi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYRA
Fiksi RemajaMiskin, jelek, tidak punya keluarga ataupun teman. Siapa yang sanggup hidup dalam keadaan itu? tidak ada. Aku pun tak ingin hidup dalam dunia seperti ini. Aghea Asghari Cantik, kaya, punya orang tua yang sangat menyayanginya semua keinginanya selalu...