9. Berubah

3.9K 353 3
                                    

Arsen kini tengah merencanakan pembalasan pada orang-orang yang pernah mengeroyoknya tempo hari. Ia tidak akan membiarkan mereka lolos dengan mudah.

"Gila emang si Dion. Bukannya waktu itu udah minta damai, kirain bakalan tobat. Eh taunya ada gajah di balik batu."

Arsen baru memberitahu teman-temannya hari ini. Ia pikir kejadian waktu itu tidak penting, tapi Dion dan teman-temannya kembali mengusik gengnya. Kemarin salah satu teman gengnya kembali dikeroyok.

"Bukannya ada udang dibalik batu ya? Iya gak sih Ar?"

"Emang penting?" Sungut Vino.

"Gimana Ar? Kita gak bisa tinggal diam. Mereka secara terbuka menantang kita, kalau kita gak bales mereka bakal terus mengusik anak geng Falcon." Tidak menggubris Vino dan Gery yang sedari tadi berdebat, Nanda memilih fokus pada inti permasalahan.

"Kita tunggu sampai masa percobaan kita selesai, kita juga harus ekstra hati-hati supaya kejadian kemaren gak terulang."

Mereka memang sedang dalam pantauan guru, karena ia sempat berkelahi dengan geng Wolf di area sekolah. Seharusnya itu hanya masalah Arsen dan Aiden, tapi mana mungkin mereka tinggal diam. Mereka bilang itu solidaritas.

"Sialan. Kita habisin aja sekalian geng Wolf, gue denger mereka temenan sama geng Rimba."

Nama geng Dion adalah geng Rimba. Mereka terkenal tukang biang onar, entah bagaimana ceritanya mereka bisa berteman dengan Aiden lantaran sekolah mereka saling bermusuhan.

"Jangan asal ngomong kalau gak tau kejadian yang sebenarnya." Mereka kini sedang berada di warung belakang sekolah, sekolah mereka terletak di pusat kota sehingga dikelilingi keramaian. Mereka sudah menjadikan tempat ini sebagai basecamp saat di sekolah, tentu saja mereka memiliki basecamp lain.

"Emang gitu kenyataanya kan, selama ini kalau ada tawuran sama sekolah sebelah si Aiden gak pernah ikut." Koar Vino.

"Itu karena dia sakit goblok." Sahut Gery.

"Iya kalau sekali, lah ini berkali-kali. Itu namanya cuma alasan."

"Tapi kan anggota gengnya pada ikut." Nandapun ikut menyaut obrolan Vino dan Gery.

"Terus siapa kemaren yang ngusulin buat damai? Si Aiden kan, padahal kalau gak udah gue mampusin tuh si Dion." Vino memang terlihat sangat ramah tapi kalau sudah emosi lain lagi ceritanya.

"Lah kan kemaren mereka udah kalah, wajar dong kalau damai. Lagian Arsen juga setuju." Mereka menatap Arsen yang sedari tadi diam.

"Oh ya Ar, kenapa lo setuju buat damai?" Devan yang sedari tadi diam pun angkat bicara. Tidak biasanya Arsen akan mengampuni orang yang mengusiknya dengan mudah. Biasanya ia akan menunggu sampai mereka sendiri yang memohon maaf dan berjanji untuk tidak pernah mengganggunya. Tapi kemarin ia langsung setuju begitu saja.

"Tiga hari lagi masa percobaan kita selesai. Kita bahas lagi setelah itu."

Arsenpun meninggalkan tempat itu karena sudah waktunya pelajaran.

***

"Lo cari mati ya!"

Semua penghuni kantin kini mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu.

"Ma.. maaf kak." Lirih gadis yang kini tengah terduduk di lantai setelah tidak sengaja menabrak gadis di depannya.

"Maaf?! Lo gak liat sepatu gue jadi kotor hah!" Teriak nadin seraya menyodorkan sepatunya yang terkena tumpahan makanan yang di bawa gadis itu. Padahal nasib gadis itu lebih buruk darinya, seragam yang dikenakannya kini sudah penuh noda makanan.

AYRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang