13. Bingung

3.2K 313 24
                                    

Ayra baru saja sampai rumah, rumah Arsen maksudnya. Ini sudah terbilang larut. Aiden menepati janjinya mengajaknya berjalan-jalan, yah meskipun sebentar karena waktunya memang sudah larut sehingga mereka tidak bisa lama-lama. Tapi ia bahagia, bersama Aiden membantu ia melupakan masalahnya sejenak. Cowok itu bahkan sama sekali tidak mengungkit kejadian yang terjadi di sekolah. Ia merasa sangat nyaman berada didekat cowok itu.

"Loh, non Ayra baru pulang?"

Ayra terperajat kaget saat hendak membuka pintu rumah. Tiba-tiba saja bi Ina sudah ada dibelakangnya.

"Eh, iya bik. Bibik ngagetin aja."

"Enggak sama den Arsen?"

"Hah, ng.. nggak." Ayra merasa jengkel sekarang. Entahlah, mendengar nama cowok itu disebut saja sudah membuat moodnya buruk.

"Loh, padahal tadi den Arsen telfon. Nanya non Ayra sudah pulang apa belum." Bi Ina sepertinya memang menunggu kepulangannya.

"Non Ayra sudah ketemu den Arsen?" Tanya bi Ina kemudian.

"Belum. Emang Arsen belum pulang?" Untuk apa Arsen mencarinya? Toh, mereka sedang bermusuhan. Atau jangan-jangan cowok itu ingin memastikannya tidak berulah lagi.

"Belum non. Mungkin lagi nyari non Ayra. Mau bibik telfon?"

"Eee... iya. Nanti bibik aja yang telfon bilangin Ayra sudah pulang." Lagipula ponselnya sepertinya tertinggal di tasnya. Dan tadi ia berlari tanpa membawa apapun.

"Tante Lidya udah tidur bik?" Ayra teringat kalau sekarang ini ia numpang dirumah orang.

"Udah non. Tadi den Arsen nyuruh bibik bilang sama nyonya kalau nyonya nanya den Arsen sama non Ayra katanya suruh bilang lagi jalan-jalan." Bi Ina ini termasuk salah satu orang yang sudah melihat perjuangan seorang Ayra untuk mengejar Arsen. Ia sudah cukup dekat dengan Ayra, meskipun disekolahan ia terkenal jahat tapi di rumah ia adalah gadis yang baik.

"Oh, yaudah Ayra masuk ya bik." Arsen tidak mengadu? Padahal ia sudah menyiapkan mental andai saja ia pulang dan akan diinterogasi. Ternyata Arsen bahkan belum pulang. Syukurlah, ia lelah. Setidaknya ia harus istirahat untuk menghadapi hari esok yang pasti tidak akan damai.

***

Ayra baru saja membersihkan badanya yang terasa lengket. Entah kenapa setelah mandi kantuknya hilang entah kemana. Ia memikirkan kejadian hari ini. Ia duduk didepan meja rias, memperhatikan pantulan wajahnya pada cermin.

'Apa yang sebenarnya terjadi?'

Sudah sejak tadi ia merasa ada yang janggal. Ia tidak pernah lepas kendali seperti hari ini. Apa yang terjadi hari ini, ia bahkan tidak pernah membayangkan bisa melakukannya. Ingatanya bahkan tidak jelas, semuanya terjadi secara tiba-tiba. Entahlah, ia merasa seperti seseorang mendorongnya melakukan semua itu.

"Ayra? Mungkinkah?"

Kini ia takut. Apakah Ayra masih hidup? Jauh terkunci di dalam jiwanya? Lalu apa yang akan terjadi padanya? Raganya sudah terkubur, tidak mungkin ia bisa kembali.

"Kenapa sekarang?"

Apakah ia egois? Ini jelas raga Ayra. Tentu saja gadis itu lebih berhak darinya. Hanya saja, entah kenapa ia merasa tidak rela. Ia tidak minta dihidupkan kembali, takdir yang memutuskan segalanya.

"Apakah kau melihat segalanya? Apa kau mengawasiku? Apa maumu?"

Ayra menatap wajahnya di cermin. Tidak ada jawaban apapun. Ia menatap sekeliling siapa tahu saja tiba-tiba ada arwahnya Ayra.

Tok! Tok! Tok!

"Haish.. " Ayra terperajat kaget saat tiba-tiba seseorang mengetok pintunya.

AYRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang