Gebarsten 09[Sebenci itukah?]

12 13 3
                                    

Assalamu'alaikum...
Hai jumpa lagi di part 09,maaf yah kalau kelamaan up nya. Udah gak usah basa-basi langsung baca aja kuy... Jangan lupa komen dan tekan gambar bintang yah di bawah... 😊
.
.
.
.
.
.
.
Kalau ada typo komen okey...

Jihan berlari mengelilingi lapangan dengan napas tersenggal hebat. Cewek itu dihukum oleh pak Udin karena terlambat. Jangan heran jika pak Udin selalu memberikan hukuman pada muridnya berbeda-beda, itulah tujuan guru-guru menunjuk Pak Udin menjadi guru BK. Cewek itu jatuh berlutut di pinggir lapangan dengan tangan yang terkepal kuat di sisi tubuhnya kesal.

Jihan memukul lantai lapangan dengan tangan kirinya, menyalurkan kekesalan yang begitu membuat dadanya terasa sesak. Beberapa murid yang ada di tengah lapangan dan koridor sekolah. Mulai memperhatikan Jihan dengan berbagai macam tatapan. Seolah tak peduli dengan tatapan yang tertuju ke arahnya. Jihan terus memukul lantai begitu keras.

"Kenapa kak? Kenapa?. " Jihan berteriak kesal. Cewek itu memiliki paras yang begitu cantik itu ingin mengusap  wajahnya kasar.

"Arrgh.... "

Jovian dan kedua sahabatnya baru saja keluar dari kelas untuk beristirahat seketika menolehkan pandangannya ke arah cewek yang ada di lapangan, ia adalah Jihan.

"Jo itu adek lo kan?. "

Arkan mengangguk membenarkan. "Ia dia Jihan. "

Tanpa berkata sepatah kata pun lagi, Rian dengan cepat berlari ke arah Jihan, begitu juga Arkan. Tapi Jovian menahan lengan Arkan agar tak menghampiri Jihan. "Biarin aja, kita ke kantin. "

"Tapi Jo, Ri-"

"Gue bilang gak yah gak usah. "

Rian menahan kedua lengan Jihan untuk berhenti memukul lantai lapangan. "Lo apa-apaan sih han?. "

Jihan memberontak. "Lepasin gue kak. " Cewek itu terus memberontak minta di lepaskan. "Lepasin gue gak, lepasin. "

Rian mencengkram lengan Jihan semakin kuat. "Lo kenapa sih han? Mukul-mukulin lantai lapangan, emang dia salah apa sama lo? Punya dosa sama lo?."

"Bacot, diem lo." Jihan berhenti memberontak lalu menepis kasar tangan Rian hingga cekalannya terlepas. Cewek itu menatap Rian. "Gue capek kak! , gue capek! . "

Rian menatap Jihan tak mengerti. "Maksud lo?. "

Jihan memejamkan mata dan mencoba menahan rasa sesak yang tiba-tiba saja menyerang dadanya. "Sejak kecil gue selalu sendirian. Gue punya kakak, tapi gue ngrasa sendiri, gue pengen dipeluk sama kak Jo. Saat dulu gue sekamar sama dia, dia gak mau ngomong sama gue. Bahkan sampai sekarang. Lo tau kan gue gak punya sosok ayah, tapi gue punya kakak. Dan kakak gue dia benci banget sama gue, benci? Kenapa dia benci sama gue..? " Jihan menahan getar di suaranya saat melanjutkan perkataannya. Dadanya terasa sesak. "Gue pengen di peluk sama dia, gue pengen. Tapi kenapa? Dia benci banget sama gue. "

Rian tidak menanggapi perkataan Jihan. Dia melingkarkan lengannya di pinggang Jihan, menarik tubuh cewek itu dalam pelukan, mencoba untuk memenangkannya.

"Kak kenapa dia benci sama gue?. "

"Dia butuh waktu han, lo harus nunggu itu. "

"Tapi sampai kapan?. Sampai gue mati. Gue takut gue gak bisa ngrasain pelukan sosok kakak sebelum gue mati. "Dan tanpa di duga Jihan pingsan di dalam pelukan Rian.

Gebarsten (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang