Eloh dan Kunang-Kunang (28)

49 13 1
                                    

Eloh Fang agaknya berjodoh dengan inisial J. Cinta pertamanya bersemi dari suatu huruf J. Bukan J untuk Jemima Chai, sayangnya. Namun, seorang perempuan beraroma sampaguita, kembang semerbak yang disebut melati putih. Kebetulan perempuan itu bernama Jasmine Bianca, maknanya melati putih. Negeri permai yang membuahi bulir-bulir padi keemasan, tanah Filipina yang asing, di sanalah seorang Jasmine Bianca berasal. Peseluncur es dari negeri nun jauh itu, pelatih yang menggembleng Eloh Fang kecil yang disebutnya Fang Xin Chuan.

"Fang Xin Chuan! Ingat, kamu bukan cuma atlet! Kamu penari yang menanamkan nilai seni di atas es! Jangan cuma sekadar kuat, tubuhmu mesti pula liat dan elastis. Lupakan tulang-tulang tubuhmu dan meluncurlah bak liukan air!"

Gelegar itu berasal dari bibir Jasmine Bianca, pelatih berjuluk kunang-kunang jelita yang berkumandang di arena es. Eloh Fang tersadar, ia jatuh hati karena hamparan es amat cantik. Sementara sang Jasmine bahkan lebih cantik. Cinta sejati Eloh berada di atas es, tetapi sang pelatih adalah manusia pertama yang memaksanya bertekuk lutut, tanpa ragu-ragu sama sekali.

Meski bukan figure skater paling sempurna, sang Jasmine adalah peseluncur indah terindah di mata Eloh Fang. Gemulai bak air yang mengalir. Lentuk bagai tubuh tak berbelulang. Fluid and graceful. Anggun, luwes, plastis, dan penuh sihir. Itulah bius gaib yang dimiliki si perempuan. Eloh Fang yakin, tidak ada satu makhluk pun yang tak tercengang, apabila mereka mujur menyaksikan kebolehan sang Jasmine di atas es.

Satu-satunya cacat sang Jasmine adalah ingatannya yang payah. Berulang kali Eloh meminta agar disapa Eloh saja, tetapi si pelatih tetap memanggilnya Fang Xin Chuan dengan pelafalan yang lucu, padahal mereka bercakap dalam bahasa Inggris. Nama Tionghoa Eloh sungguh terdengar jelek saat diucapkan sang Jasmine. Aneh, sang Jasmine bersikeras menyebutnya seperti itu. Fang Xin Chuan, bukan Eloh Fang.

"Fang Xin Chuan! Tidak apa kamu tidak lagi di bawah asuhanku! Aku bakal mengawasimu selamanya. Ingat dan camkan itu!" Eloh cilik mengira sang pelatih amat jengkel dan hendak mengancamnya secara halus. Terlebih kata-kata perpisahannyq diakhiri tanda seru. Sang Jasmine agaknya kesulitan belajar untuk bertutur lembut ataupun merendahkan nada suaranya.

"Ma'am, negara Anda dijuluki Negara Lumbung Padi, kan? Negeri asal ibuku juga ditumbuhi padi-padi di ladang sawahnya. Di Taiwan juga banyak padi, tetapi setiap padi punya tanah air masing-masing. Pasti padi di negeri Anda punya cerita yang berbeda dengan padi Formosa." Sebelum perpisahan itu terjadi, Eloh bercengkerama di antara sesi latihan yang militanistik.

Rengekan Eloh dijawab dengan sesuap nasi emas. Asalnya bukan dari beras yang disepuh emas, melainkan padi berwarna kuning emas, dibawa khusus dari Filipina secara sembunyi-sembunyi, karena padi rekayasa genetika ini terlarang di Taiwan. Eloh suka rasa nasi emas yang kejagung-jagungan, maka ia meminta reward khusus pada pelatihnya. Sekotak bento, bekal makan siang nasi emas, yang dijulukinya sebagai padi sang kunang-kunang.

"Pasti padi ini kuning karena dihinggapi kunang-kunang. Atau jasad kunang-kunang mati menyatu di dalam padi, menjadikannya warna emas. Aku tak salah kan, Ma'am?" Bocah Eloh Fang yang berusia sebelas tahun punya argumentasi yang bernas. Setidaknya ucapannya mengandung kebenaran. Memang kunang-kunang masih banyak dijumpai di pinggiran sawah desa.

Kunang-kunang dan kematian membawa jeri bagi si cilik Eloh Fang. Perihal horor itu cukup menakutkan, betapa kuku orang mati berubah menjadi kunang-kunang. Namun, kunang-kunang mati yang menjadi padi justru membawa sukaria bagi Eloh bocah. Kala itu ia betul-betul yakin, pendar kunang-kunang di tanah Filipina pastilah semolek gugusan bintang Hyades ataupun rasi Taurus.

Orangtua adopsi Eloh punya disiplin tinggi, seperti umumnya orangtua dari negara Barat. Untungnya, mereka menyukai nasi dan mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Selagi ditempa menjadi peseluncur indah cilik, Eloh menjalani homeschooling dan menghabiskan sepanjang sorenya di gelanggang es. Bahkan makan siang pun dijalaninya di dalam mobil, karena ia tak pernah sempat bersantap siang di rumah.

Kamu di Rumah Kaca (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang