"Terkadang luka yang tidak mengeluarkan darah itu jauh lebih sakit dari yang kita bayangkan, seperti sebuah pisau yang tidak pernah meminta izin untuk melukai, membuat kita terkejut, dan terluka dalam waktu yang bersamaan."
☕
- CHOCO VANILLA -
Story BY Dian Andri YaniReysa melangkahkan kakinya menyusuri koridor kampus, setelah kemarin ia dan sasty memilih untuk libur. Rasa nyeri di tengkuknya sudah menghilang, dan Sasty pun sudah kembali ke rumahnya.
Kelasnya baru saja selesai, dan ia memutuskan untuk pergi ke kantin. Susana kantin masih sama, selalu saja ramai. Matanya melihat sekeliling, menyaksikan hiruk pikuk mahasiswa maupun mahasiswi yang berlalu lalang.
Kadang kala ia teringat dengan Anya, apa kabarnya dengan gadis itu. Ia kadang merasa jika ia perlu menjauhi Harris, tapi kadang ia juga berpikir, Harris tidak salah dalam hal ini. Kadang semua pikiran itu membuatnya bingung.
"Assalamualaikum Reysa!" Suara sasty membuat Reysa tersadar dari lamunannya.
"Wa'alaikumsalam ... Gimana sas? Udah baikan?" Sasty tersenyum mendengarnya.
"Alhamdulillah, udah kok, kamu juga udah baikan kan?" Reysa pun turut membalasnya dengan senyum yang tulus.
"Kamu belum pesan apa apa?" Sasty bertanya saat melihat tidak ada apapun di atas meja.
"Belum."
"Ya udah, aku pesan makan dulu ya, punya kamu kayak biasa kan?" Reysa hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Sasty.
Teringat tentang peristiwa yang baru terjadi beberapa hari yang lalu, Reysa masih bingung. Siapa yang menyuruh para penjahat itu untuk menculik mereka, setahunya ia tidak memiliki seorang musuh.
Ia tahu, hubungannya dengan Anya sedang tidak baik baik saja, tapi ia tidak ingin berpikiran negatif tentang gadis itu. Tak lama sasty datang dengan sebuah nampan berisi pesanan mereka.
"Kamu nanti bimbingan lagi Rey?" Reysa mengangkat kepalanya dan mengangguk.
"Kamu nggak kesal gitu sama dia? Kan gara gara dia kamu jadi pulang telat, terus akhirnya kita dibawa sama penjahat." Sasty nampak kesal saat mengingat hal itu.
"Nggak boleh gitu, ini semua terjadi karena takdir, kita nggak bisa nyalahin siapa siapa." Sasty hanya dapat menghela napas pelan saat mendengar penuturan dari Reysa.
Gadis itu hanya mengulas senyum, saat melihat sahabatnya menghela napas dalam dalam.
"Kata ibu mu gimana sas? Dia marah?" Sasty mendongakkan kepalanya melihat ke arah Reysa.
"Nggak, ibuk cuma bilang, kenapa kita nggak ngabarin dia dari awal, ibukku cemas." Reysa hanya mengangguk anggukkan kepalanya.
"Owh iya rey, kamu curiga nggak sih? Kalau dalang dibalik penculikan kita kemarin itu ... Adalah Anya?"
"Kok kamu bisa mikir gitu?" Tanya Reysa.
"Kamu kan nggak punya musuh Rey, dan yang hubungannya lagi nggak baik sama kamu ya cuma Anya,"
"Kalau bukan Anya, buat apa mereka culik kita, buat uang? kita kan cuman mahasiswi Rey, bukan anak pejabat, apalagi konglomerat." Yang dikatakan oleh sasty ada benarnya juga, tapi lebih baik untuk tidak menduga menduga dan berburuk sangka terhadap orang lain.
"Sudahlah, lupain aja, nggak baik berburuk sangka sama orang lain."
"Kamu terlalu baik sih Rey, always positif thinking."
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco Vanilla (Selesai)
RomanceReysa Aynandytha, seorang gadis berhijab blasteran Indonesia-China yang sedang menempuh S1 nya disebuah universitas. Pagi itu ia mendatangi sebuah cafe yang tak jauh dari rumahnya dengan mengendarai sepeda. Di sana ia dipertemukan dengan dua orang l...