aku masih ingat bagaimana ragunya myungsoo saat itu, wajah putus asanya masih melekat diingatanku, memohon padaku untuk terus mendengarkan penjelasan tentang keputusannya yang mengakibatkan kami harus berhubungan jarak jauh, myungsoo adalah lelaki yang penuh dengan impian, kepalanya yang tak lebih besar dari bola kaki memiliki banyak pikiran-pikiran unik yang membuat ia terkadang malah menyusahkan dirinya sendiri, tapi caranya membuat susah dirinya sendiri malah membuatku jatuh pada pesonanya yang tak bisa ditolak, hubungan kami yang saat itu yang sudah terjalin cukup lama membuatku ragu untuk mengiyakan permintaannya untuk tetap bersamanya.
bagaimana aku tidak ragu di umur kami yang sudah sangat cukup matang,aku diminta untuk terus menunggu padahal saat itu aku butuh hubungan yang lebih serius. mendengar myungsoo berbicara tentang kepergiannya untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi padahal ia sudah punya pekerjaan yang cukup menjanjikan membuatku tidak terlalu paham jalan pikirannya, aku tidak masalah jika itu hanya di luar kota tapi ini Australia...,
" jika kau memang sangat menginginkannya, kau bisa pergi" ucapku hampir putus asa
"suzy..." panggil myungsoo menyebut namaku dengan nada sama putus asanya sepertiku meraih tanganku yang berpangku di atas pahaku menggenggamnya dengan tangan yang sudah ia lepaskan dari setir mobil setelah menepikan mobil untuk memulai berbicara denganku,karena pembicaraan ini bermula saat aku tak sengaja menemukan amplop coklat besar yang tergeletak di atas dasbor mobilnya sewaktu ia menjemputku, entah myungsoo sengaja meletakkannya di sana atau tidak, tapi membaca isi map coklat itu entah kenapa membuatku sangat kecewa aku tidak tau kenapa...? perasaanku saat itu sangat campur aduk
" aku tau kau tidak akan menolak kesempatan emas ini, tapi kau juga tidak bisa menolak kenyataan bahwa aku memintamu untuk memilih ..." kembali berucap, aku memandang matanya kali ini setelah cukup lama menunduk membuat pandanganku dan myungsoo beradu.
myungsoo menunduk masih menggenggam tanganku seolah meminta kesempatan, dapat aku rasakan bagaimana ia meremas tangaku
"aku tau aku egois, tapi aku tidak ingin kehilangmu zy..."
"aku tidak sebaik itu, Australia..?" tanyaku padanya sambil memandangnya lagi
"apa yang kau takutkan? " myungsoo bertanya dengan nada pelan berbeda dengan matanya yang tegas seolah menahan amarahnya, karena mungkin ia mulai lelah membujukku
Mendengar pertanyaan myungsoo membuatku terdiam, seolah tersadar dari mabuk berat aku merasa linglung tidak menemukan jawaban apapun atas pertanyaan myungsoo, aku masih terus memandanginya.
Melihatku terdiam
Myungsoo menghela nafas pelan menundukkan kepalanya sebentar lalu kembali memandangku"kau mempercayaiku? , jika kau mempercayaiku, kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun" myungsoo tersenyum pelan
Mencoba menenangkanku yang sedari tadi menahan diri untuk tidak menangis.Mengusap pelan tanganku seolah menyalurkan harapan-harapannya yang bisa aku wujudkan.
"jika pembicaraan mereka mengganggumu seharusnya kau mengatakannya padaku, tidak baik memendam semuanya sendiri"
Aku tau sikapku hari ini dikarenakan moodku yang tiba-tiba jatuh hanya karena teman-teman myungsoo yang sempat kami jumpai tadi saat berhenti di salah satu mini market, pembicaraan mereka tentang bagaimana banyaknya orangtua-orang tua yang berusaha mengenalkan myungsoo dengan anak mereka, entah mengapa membuatku terganggu,meski kerap kali mendengar hal itu tapi , hari ini sepertinya aku kehilangan kendali, ditambah fakta bahwa myungsoo akan melanjutkan pendidikannya ke luar negeri membuatku semakin merasa terganggu.
Myungsoo mengelus pipiku pelan, menyadarkanku dari lamunan pendek yang melayang entah kemana
"sebenarnya aku tidak ingin membahas hal ini sekarang, aku tau kau butuh waktu, dan aku akan memberikanmu waktu,tapi jika jawabanmu masih sama seperti saat ini, aku akan terus memberikanmu waktu agar kau berubah pikiran,
Aku masih punya banyak waktu untuk mengkonfirmasi beasiswa itu, jadii.... Aku harap kau akan berubah pikiran hem? "myungsoo tersenyum kecil
Melihatku yang diam saja tanpa ada penolakan sepertinya myungsoo menganggapnya sebagai sebuah jawaban persetujuanSeolah melupakan amarahku tadi
Aku hanya menganggukkan kepalaku pelan, melihat bagaimana caranya menjelaskan hal tersebut padaku,ditambah myungsoo masih bisa tersenyum saat aku terus membakar amarahnya membuatku menjadi merasa bersalah. Sepertinya pesona lelaki ini memang sudah menguasaiku, melihatnya tersenyum di situasi seperti ini membuatku mengurungkan niat untuk kembali berdebat.Myungsoo melepaskan tangannya dari pipiku, kemudian kembali menyalakan mobil setelah mengelus puncak kepalaku dengan senyum simpulnya, melihatnya seperti itu membuatku memalingkan pandanganku ke arah jalanan merutuki sifat kekanakanku yang hilang kontrol hari ini.
Bersambung.....