Cerita ini gak akan seberat Revenge kok, kemungkinan besar tebakan kalian benar semua...
"Hah?" Mashiho dan Yoshi sama-sama mengernyit bingung setelah membacanya.
Tak lama setelah itu ponsel Mashiho bergetar.
Sebuah pesan dari nomor asing masuk.
Unknown:
1st clue"Boring bangeeet," keluh Jeongwoo setelah menguap lebar.
Ia merentangkan kedua lengan untuk meregangkan ototnya yang terasa kaku.
Di sampingnya ada Junghwan dan Haruto yang terlihat murung. Bukan hanya mereka berdua, namun juga teman-temannya yang lain--masih berduka atas kepergian Doyoung.
Pulang sekolah, Jeongwoo dan Haruto memutuskan berkunjung ke rumah Junghwan. Niat Jeongwoo ingin mendapat hiburan di rumah Junghwan, namun malah jadi sesi berkabung.
"Maen yok!" ajak Jeongwoo, mulai jengah dengan suasana sendu itu.
"Bisa-bisanya Kak Jeongwoo ngajak main pas kita masih masa berduka, Kak." Junghwan tak habis pikir.
"Justru karena itu!" seru Jeongwoo dengan nada cemprengnya. "Kita harus hibur diri untuk mengalihkan diri dari rasa duka, kita gak boleh lama-lama berkabung, kasian Kak Doyoungnya gak tenang di alam sana kalo didukain terus."
"Iya juga, sih," gumam Haruto.
"Makanya, ayok main!" ajak Jeongwoo lagi begitu semangat.
"Main apa tapi, Kak?" tanya Junghwan.
"Main mata dan hati, ea... eaaa," kata Jeongwoo.
"Serius napa," sungut Haruto, sudah mau diajak main tapi Jeongwoo malah bercanda.
Jeongwoo menyengir. "Main monopoli, mau?"
"Gak, gak, lu pikir kita masih bocah apa?" tolak Haruto. "Yang lain aja, yang seru."
"Petak umpet?" tanya Jeongwoo.
"Bocah banget, Kak," tolak Junghwan yang diangguki Haruto.
"Kan lo emang masih bocah, Hwan," kata Jeongwoo.
"Gue udah kelas 1 SMA, udah bukan bocah tapi udah remaja," tutur Junghwan.
"Kalo gitu, main ep-ep? Pabji? Mobil lejen? Cacing-cacing? Ludo?"
"Gue lagi males megang hape," kata Haruto lagi-lagi menolak.
Dan entah kenapa Junghwan ikut-ikutan dengan Haruto.
"KALO GITU MAIN APAAN DONG?! DARI TADI NOLAK MULU!" Jeongwoo yang akhirnya sudah tak tahan dengan penolakan teman-temannya.
"Ada apa nih berisik?"
Mama Junghwan muncul dari dapur sembari membawa food tongs dan talam stainless berisi daging.
"Ini Tante, saya ngajak Junghwan sama Haruto main malah nolak mulu," adu Jeongwoo.
Mama Junghwan terkekeh.
"Mending kalian temenin tante bakar sate aja," saran Mama Junghwan. "Ini dagingnya, bumbu-bumbunya juga udah disiapin."
Sontak saja ketiga pemuda itu berbinar dan lekas menghampiri Mama Junghwan.
"Ada apa aja, Ma?" tanya Junghwan yang paling antusias jika sudah berhubungan dengan makanan.
Mama menunjukkan isi talamnya.
Jeongwoo ikut melongokkan kepala dan bertanya, "Daging manusia ada gak, Tante?"
"Ada," jawab Mama Junghwan. "Pake daging kamu tapi."
Jeongwoo pun tertawa.
Di detik berikutnya, ke empat orang itu menuju halaman samping rumah tempat alat panggang berada.
Menjelang pukul lima sore, Haruto pamit untuk pulang. Junghwan menawarkan laki-laki itu untuk bemalam, namun Haruto menolaknya, tersisa Jeongwoo yang memutuskan bermalam di rumah Junghwan.
"Saya pamit, Tante, makasih dagingnya." Haruto berujar setelah memakai helm full face-nya dan menunggangi ninja kawasakinya.
"Iya, Nak. Hati-hati, jangan kebut-kebutan." pesan Mama Junghwan. "Besok-besok main ke sini lagi, ya."
"Siap, Tante!" balas Haruto semangat.
"Jangan ditawarin gitu, Tante, keenakan dia makan gratis mulu." Tahu-tahu Jeongwoo memprovokasi.
"Gak usah ngatain kalo lo lebih parah," balas Haruto sebelum menyalakan mesin motornya.
"Kalian di mana-mana berantem terus, sih," omel Junghwan. "Gak papa kok kalian main ke rumah Junghwan terus, Junghwan suka malah, rumah jadi gak sepi kalo ada kalian, iya kan, Ma?"
Mama Junghwan mengangguk seraya mengacak gemas puncak kepala Junghwan.
"Kalo gitu saya pergi ya, Tante, Hwan!"
"Kok gak pamit sama gue?!"
Haruto mengabaikan protesan Jeongwoo, dia justru langsung menancap gas, meninggalkan rumah Junghwan.
Langit kian menjingga ketika motor Haruto melintasi jalan raya yang super sibuk.
Saat Haruto melirik spion, dia mendapati sebuah mobil hitam mengikutinya, ada satu motor KLX di samping mobil tersebut, melaju beriringan.
Merasa dibuntuti, Haruto lekas menambah laju motornya, menyalip banyak kendaraan lain. Begitu menemukan persimpangan, Haruto langsung menancap gas ke salah satu simpangan jalan.
Pilihan yang tidak tepat, karena selain tidak banyak kendaraan yang melintas di sana, jalanan itu juga cukup rusak, membuat Haruto terpaksa harus lebih teliti untuk menghindari lubang-lubang jalanan.
Saat Haruto merasa sudah sepenuhnya tidak dibuntuti, laki-laki itu dibuat terkejut oleh sebuah palang yang tahu-tahu menghalangi jalannya. Dengan segera, Haruto mengendurkan gas dan mengerem dadakan motornya.
Tidak lama setelah itu, derum mobil mendekat terdengar dari belakangnya, disusul derum motor KLX dari depannya.
Haruto mengumpat kesal, siapa orang-orang itu? Kenapa mereka mengikutinya?
Begitu orang di dalam mobil keluar, dan laki-laki bermotor KLX melepas helmnya, Haruto tidak bisa menahan diri untuk tidak mengumpat.
"Mau kalian apa?!" tegas Haruto, mengepalkan tangan kuat-kuat.
Salah satu dari mereka maju mendekati Haruto.
"Emang apalagi? Ya nyelesain masalah kemarin, lah!"
Sebelum Haruto dapat melakukan perlawanan, tahu-tahu seseorang memukul tengkuknya hingga perlahan-lahan kesadaran Haruto sepenuhnya lenyap.