Dengan langkah-langkah tenang, Doyoung kembali ke kelasnya sambil bersiul-siul riang, kedua tangannya disusupkan ke saku celana.Headband dan rambut merahnya sangat nyentrik, menarik perhatian para hawa. Penampilannya boleh fuckboy, tapi hati polos bagai pantat panci.
Sebenarnya dia masih lapar, tapi karena teringat muntahan Haruto, seketika rasa laparnya sirna.
Bisa-bisa Doyoung diet jika terus-terusan teringat muntahan Haruto.
Doyoung berbelok ke arah tangga, kelasnya berada di lantai dua.
Saat tiba di lantai dua, dia berpapasan dengan Junkyu yang kebetulan mau turun ke lantai dasar.
Doyoung memperhatikan, langkah Junkyu seperti terseok-seok.
"Kaki lo kenapa, Kak?" tanya Doyoung.
Junkyu menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Doyoung.
"Keserempet monster kemarin malam," jawab Junkyu asal.
"Eh serius lah, Kak."
"Ah, gapapa, kok," kata Junkyu seraya terkekeh. "Cuma keseleo biasa aja, paling bentar lagi juga sembuh."
"Oh gitu ya, gws ya, Kak Junkyu."
Junkyu tersenyum seraya menepuk bahu Doyoung beberapa kali. "Makasih, Doy, kalo gitu gue duluan, ya."
"Yoi, Kak."
Setelah Junkyu pergi, Doyoung melanjutkan langkahnya kembali ke kelas.
"Ngeliat kak Junkyu jalan seok-seok gitu, kok gue tiba-tiba kepikiran sama ghoul semalam itu, ya?"
"Lo yakin dia hunter?"
Untuk kesekian kalinya Mahiro melempar pertanyaan yang sama, dan jawaban dari Noa masih sama.
"Gue yakin."
Keita menyeruput minumannya sebelum melempar pertanyaan.
"Tapi kenapa gue gak bisa raba? Di mata gue dia keliatan kayak manusia normal lainnya."
"Gak tau?" Noa mengangkat bahu.
"Mungkin dia cuma bisa diidentifikasi sama hunter tertentu," imbuhnya.
"Kira-kira dia sekuat apa?" tanya Mahiro.
"Entah sih," ujar Noa. "Tapi gue bisa bertaruh, dia lebih kuat dari kita, dan lebih cekatan dalam nangkap ghoul."
"Yang benar aja." Keita terkekeh. "Muka polos gitu kuat? Gue gak yakin."
"Jangan remehin yang kelihatan lemah, kebanyakan hunter kuat nyembunyiin jati diri mereka dengan cara memperlihatkan jati diri yang bertolak belakang dengan sifat asli mereka," ujar Noa.
"Berarti dia teman kita?" tanya Mahiro lagi.
"Kalo beneran, males banget gue." Keita melengos.
"Astaga, cuma gara-gara insiden waktu itu?" Noa tertawa. "Kalian terlalu baperan."
"Heh!" Mahiro dan Keita berseru bersamaa.
"Bentar-bentar, kalian juga nyium, gak?" Noa bertanya sambil mengendus-endus sekitarnya.
Mahiro ikut mengendus juga. "Bau keteknya Keita."
"Heh sembarangan lo, gue harum gini juga!"
"Bukan," kata Noa. "Cium lagi deh."