The Worst Scenario Is Coming

44 2 0
                                    

Pagi hari ini, hari yang paling saya takutkan bahkan dalam mimpi. Ayah kembali pulang kerumah setelah hampir 2 bulan dinas di Ibu Kota.

Setelah bersiap-siap pergi sekolah, saya sebenarnya enggan untuk sarapan satu meja makan dengan Ayah. Saya takut salah bicara, takut mereka bertengkar, namun Ibu memaksa saya untuk tetap ikut sarapan.

Saya duduk tepat di sebrang Ayah di meja makan, sambil menunduk untuk menghindari kontak mata dengan Ayah dan selalu berharap dalam hati agar Ayah tidak memulai pembicaraan dengan saya.

"gimana sekolahmu kala?", tanya Ayah yang membuat saya mengumpat dalam hati

"sial, udah susah-susah makan sambil nunduk tetep aja diajak ngomong", batin saya

"baik yah", jawab saya dengan mata tetap ke arah makanan yang saya makan

"kalau diajak bicara tatap lawan bicaranya, apalagi sama orang tua, gak punya etika kamu? Nensy kamu ga becus banget ajarin anak", ucapnya sambil menatap sinis Ibu

"bukan salah Ibu!", saya kesal sudah tidak tahan dengan kelakuan Ayah yang selalu menyalahkan Ibu

"sekarang udah berani jawab omongan Ayah? udah bisa apa kamu hah?!", bentak Ayah bangkit dari tempat duduknya

"udah udah masih pagi, sarapan dulu", ucap Ibu menenangkan

"persetan sama sarapan", hardik Ayah

"ayah tuh lebih baik gak ada dirumah", ucap saya memberanikan diri menatap Ayah saya

"apa? kamu bilang apa?!", tanya Ayah dengan suara tinggi

"sini kamu ngomong sekali lagi!", bentak Ayah sambil menarik lengan seragam sekolah saya

"saya sama Ibu lebih tenang dirumah tanpa Ayah! Ayah buat kami gak nyaman! liat baru berapa jam Ayah dirumah udah gak bisa kontrol emosi karena hal sepele", ucap saya kesal, entah dari mana muncul semua keberanian yang dari dulu saya harapkan bisa bicara seperti ini kepada Ayah

PLAK!
Satu tamparan mendarat di pipi saya, sangat keras dan meninggalkan rasa perih bukan main.
Tidak terbayangkan oleh saya bagaimana Ibu bisa menerima tamparan ini hampir setiap hari.

"Ayah! jangan begitu sama Kala! tampar saya aja! saya! jangan anak perempuan saya", seru Ibu menjauhkan Ayah dari saya

"diam kamu! didikan kamu ini pasti! baru saya tinggalin 2 bulan, udah jadi rusak begini ni anak!", bentak Ayah sambil mendorong Ibu

"Bu ayo keluar dari rumah ini bu, kita pergi bu", pinta saya sambil membantu Ibu berdiri

"gak bisa kala, gak bisa", ucap Ibu sambil menangis

"kalau gitu kala aja yang pergi", ucap saya sambil bergegas mengambil tas sekolah dan pergi keluar dari rumah

"Kala! nak jangan gitu", seru Ibu dari dalam rumah

"biarin aja! bisa apa dia pergi dari rumah", timpa Ayah sambil menutup pintu rumah

Saat melihat keluar rumah, Bara belum ada seperti biasanya. Mungkin karena ini memang satu jam lebih pagi dari waktu kami pergi sekolah.

Dengan terburu-buru saya berjalan menuju pangkalan ojek terdekat dan pergi.
Pergi ke suatu tempat yang saat ini ada dipikiran saya.

Sesampainya saya ditujuan, orang itu ada. Sedang memanaskan motornya di depan pagar rumahnya. dengan seragam sekolah yang masih belum rapih sepenuhnya bahkan masih menggunakan sendal jepit.

"Kala?", ucapnya heran, Jeffri.
memandang saya penuh kebingungan.

Tanpa berfikir panjang saya pun langsung menghambur kedalam pelukannya, pelukan yang sangat saya butuhkan. Pelukan terhangat yang pernah saya rasakan, bahkan saat saya menceritakan betapa dinginnya seorang Ayah.

The Meaning Of Let Go Off - JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang