5. Temporary Winner

2.5K 311 67
                                    

Segala kerumitan berujung beberapa kali hadirnya perseteruan yang tanpa ampun mengoyakkan tiga hati ini bermula semenjak bulan ketujuh menimba ilmu di SMA Dharma.

"Now and forever, we're always together, Adelicia. I'm your priority and you're my priority," tutur Alden beberapa bulan lalu, disaksikan banyak murid, dan diiringi jeritan iri dari kaum hawa.

Tidak ada ucap sayang atau cinta, tetapi sukses membuat debaran menggila bertahan beberapa jam di dada Cia.

Cia kira semua akan berjalan mulus; Alden selalu menjadi prioritasnya dan dia selalu menjadi prioritas pemuda itu. Namun, akibat terlena dari kebahagiaan tak kekal yang diberi, Cia melupakan sesuatu. Ceysa de Luca, gadis bersurai legam yang "katanya" telah dianggap karib oleh Alden.

Ceysa itu ... dulu bilangnya mau membantu, tetapi kini bersikap seakan ingin merebut.

"Ci! Lo denger gue ngomong gak, sih?!" bentak Clarissa.

"Hah?" Cia mengerjap cepat, mengembalikan fokus ke dunia nyata. "Sorry, gue gak fokus. Lo ngomongin apa tadi?"

Sissy mendecak, menonjolkan lidahnya ke pipi kiri bagian dalam, mengode kehadiran Ceysa bersama teman nakalnya di hadapan mading utama.

Clarissa menaikkan satu alis menantang. "Kasih pelajaran buat si pelakor jangan?"

"Kasih aja, lah!" seru Sissy bersemangat. "Inget, Ci, lo pacarnya si Alden dan di mana-mana, pacar itu lebih berhak dari yang cuma temen atau sahabat."

Cia membisu, tapi tetap melangkah mendekati Ceysa dan Kalya.

"Jangan takut kali ah, ada gue sama Sissy!"

Sissy memberi anggukan tanda setuju. Menatap Ceysa yang masih belum terusik karena kehadirannya, dia merotasikan bola mata sembari menyilangkan kedua tangan di dada.

"Pelakor rendahan modelan si tolol itu harus dibasmi. Malu-maluin kaum cewek tau gak? Sok classy, tapi masih ngerebut punya orang. Gak laku, ya? HAHAH, cantik kok murahan."

Baru setelah penuturan panjang teman Cia yang hobi nyinyir itu, Ceysa merasa terusik. Namun, dia tak langsung berbalik badan dan menghajar si pelaku, lebih baik dibiarkan saja agar tidak semakin menjadi.

"Yang gratisan diem." Kalya berbalik badan, berkacak pinggang menampilkan kaos hitam bercorak tengkorak dengan seragam batik yang disampirkan ke bahu sebagai pemanis. 

Tergelak begitu saja, Sissy membalas, "Ngomong ke diri sendiri? Badan diumbar ke inti Brigenzz aja bangga lo. Murah!"

"Apa kabar lo, Mbak, penguasa dance floor yang hobi dijamah om-om. Butuh duit berapa ratus milyar, sih? Kok ngincer yang seumuran sama bokapnya?"

Sissy mengepalkan kedua tangan kuat. "Sialan," desisnya.

"Yang satu hobi dipake, satunya ngerebut cowok orang. What a wonderful friendship?" Paham bahwa Sissy kehabisan kata-kata, Clarissa maju melawan.

Pagi ini, sebelum bel berbunyi nyaring sekitar dua puluh menit lagi, perseteruan di antara dua kubu yang biasa terjadi menarik atensi para murid. Mereka berbondong-bondong menyaksikan, beberapa memotret dan merekam untuk dijadikan bahan gunjingan di grup angkatan.

Ceysa de Luca perlahan membalikkan badan begitu elegan. Dia mengulas senyuman khas—yang selalu membuat orang lain segan—seraya menatap Clarissa dan Sissy lekat, menyiratkan peringatan kuat yang tidak mampu dua gadis itu pahami.

"Wah, pelakornya mulai panas, nih!" kompor Clarissa.  "Butuh air gak? Mau disiramin?" tawarnya.

Cia menggigit bibir bawahnya keras. Takut jika Alden  tiba-tiba datang seperti kemarin. "Udah, Clar, jangan dilanjut."

HOLLOW Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang