☁️ Chapter 10

1.3K 151 28
                                    


Happy reading! 🤩


☁️-☁️

_____________________________________

Tidur Rea terusik karena hawa dingin yang menyergap. Ia menoleh kanan-kiri, ternyata ia masih di luar. Saat ia melihat langit. Tampak gelap disana. Berarti sekarang sudah malam. Kemana keluarganya?

Ia mengintip dari jendela. Rumahnya gelap. Kemana semua orang?
Dia takut gelap.

"B-bunda ..."gumam nya.

Hanya lampu teras yang hidup. Rea kembali meringkuk di teras. Memeluk kakinya.

Sepertinya malam ini ia akan tidur di luar. Tidak ada yang mengabari nya bahwa mereka sedang tidak di rumah.

Karena tidur tadi siang hingga terbangun sudah gelap. Rea jadi susah untuk tidur kembali.

Malam ini sangat dingin, mungkin akan turun hujan sebentar lagi.

Ia tidak suka gelap tapi ia suka hujan.

"Pasti sekarang kalian lagi sibuk nyalahin aku,"ucapnya.

Gadis itu tersenyum. Senyum yang menyiratkan luka. Senyum yang menyiratkan kepedihan. Iris mata yang menyiratkan kekecewaan yang mendalam.

"Kenapa aku selalu disalahkan atas semua bencana ini?"

"Kenapa aku yang terus di pojokan?"

"Bahkan aku tidak tau, dimana letak kesalahan ku,"

"Ah, aku baru ingat hadirku saja adalah sebuah kesalahan."

"Aku salah telah hadir."

Setetes air turun dari langit, dan diikuti tetesan yang lain. Hujan kali ini tidak terlalu deras.

Gadis itu memilih hujan-hujanan dia suka bermain hujan. Kata dia, jika kita sedang rindu pada seseorang kita boleh menceritakan nya pada hujan.

Rea mengusap wajah nya kasar. Saat semua ingatan buruk itu kembali.
Rea memukul kepalanya kencang.

Tubuh gadis itu terjatuh. Di lapnya dengan kasar air mata yang sudah menetes itu.

"Arghh!"

"HARUSNYA KAMU YANG MATI REA!"
"KAMU!"

Hujan mereda. Namun tangisnya semakin pecah. "Kamu ... kamu yang seharusnya mati ..." gumam nya.

"Aku yang mati ... Bukan Leo, dan bukan pula Zizan." Bahu Rea bergetar hebat, isakannya terdengar jelas.

"Tuhan ... aku memilih ikut bersamamu, daripada aku menanggung luka terus menerus di sini."

"Bunda ... Rea sakit. Kata Bunda, Bunda akan datang lalu memeluk tubuh Rea kalau Rea lagi sakit. Dan sekarang, Rea lagi sakit, peluk Rea, Bund," ucap nya seraya mengusap air matanya yang terus berjatuhan.

Tanpa sadar ia terlelap dengan baju basah kuyup.

*****

Arga termenung di dalam ruangan istrinya. Tadi sore Anisa sudah siuman. Tapi mendengar kabar putra nya telah tiada ia menangis histeris. Hingga keadaannya kembali drop.

Arga menggenggam erat tangan istri nya yang memucat. Sungguh ia tidak tega melihatnya.

Tiba-tiba pikirannya beralih pada putri semata wayangnya.
Kenapa ia jadi merasa gelisah.
Tidak, perasaan ini harus ia hilangkan.

Di satu sisi ia khawatir pada putri nya. "Sekarang hujan, pasti dia kedinginan di luar."

Disatu sisi ia ingin membuat anak itu menderita. Seperti yang tengah ia rasakan ulah dari anak itu.

Rumit [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang