☁️ Chapter 27

1K 71 20
                                    



Sebelum baca, jangan lupa vote dulu ya!^^



🦋 Happy reading 🦋



______________________________________

Biru tiba di rumah nya setelah pulang dari caffe. Baru saja Biru ingin menaiki tangga menuju kamarnya, Roni malah memanggilnya. Biru menoleh lalu mengangkat sebelah alisnya.

"Biru sini kamu!" ujar Roni yang berupa perintah itu.

"Ada apa?"

"Kamu kenapa berani-beraninya biarin Cika pulang sendiri pas kamu ngajakin dia jalan. Kata Cika kamu lebih milih cewek lain daripada dia. Jangan macam-macam kamu, mentang-mentang saya sedang di luar kota kamu berani berbuat seenaknya!" bentak lelaki paruh baya itu.

Biru terdiam dengan kepalan tangan nya yang mengerat, buku-buku jari nya sampai memutih.

"Jawab, kenapa kamu belain cewek lain daripada Cika!"

"Karena saya sudah muak! Saya udah muak jadi boneka anda bapak Roni yang terhormat. Puas?" balas Biru dengan nafas yang memburu.

PLAK!

"Dasar anak pembangkang! Mau kamu tuh apasih? Sudah di kasih cewek berkelas malah milih cewek murahan. Apasih hebatnya cewek mur--"

"Stop! Jangan hina dia lagi. Anda ga tau bagaimana dia. Kalau saya boleh jujur dia lebih berharga di hidup saya daripada anda." Setelah mengucapkan itu Biru berbalik dan langsung berjalan menuju lantai atas.

"Arghh! Dasar anak kurang ajar!"
Roni meraih handphone dalam saku celana nya.

"Halo Bobi, Saya mau kamu awasi Biru mulai besok. Kamu cari identitas perempuan yang dekat dengan Biru, lalu lapor ke saya!" Roni menghela nafas berat, ia melonggarkan dasinya yang terasa mencekik.

* * *

Seorang gadis tengah mematut dirinya di depan cermin. Gadis cantik dengan wajah ayu itu tengah memoles sedikit make up tipis di wajahnya.

Hingga tiba-tiba hp nya berdering, dengan malas ia melihat siapa yang menelpon, saat itulah ia tersenyum.

"Halo om?"

"Halo Cika. Om cuma mau bilang kalau om sudah tegur Biru tadi. Kamu tenang saja, ya, biar om yang urus gadis pengganggu itu."

Senyum miring terbit di bibir tipis itu.

"Makasih om, aku ga tau lagi kalau ga ada om. Tolong, ya, om, segera urus gadis sialan itu."

"Tenang saja, om sudah suruh tangan kanan om buat urus kok. Yasudah om tutup dulu ya."

"Oke om."

Tuttt.. sambungan telpon itu terputus.

Cika bersedekap dengan tersenyum penuh arti.

* * *

Rea terbangun dari tidurnya karena merasa tenggorokan nya kering. Sepertinya ia akan mengambil air ke dapur. Namun saat ia melihat jam dinding, ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Ia tertidur lama tadi. Bunda dan ayah pasti sudah tidur pikirnya.

Gadis itu berjalan menuju dapur namun ia berhenti saat mendengar suara orang yang seperti nya tengah mengobrol.

"Mas aku kasihan sama Rea. Aku ga mau liat dia di sakiti terus, aku sayang banget sama dia."

"Aku juga sayang banget sama dia, Ra. Tapi kamu tau sendiri, Rea itu masih punya orang tua kita ga ada hak untuk Rea."

"Mas aku udah pikirin ini dari tadi. Mas kita bicara baik-baik sama orang tua Rea. Kalau mereka keberatan untuk menghidupi Rea, biar kita aja yang angkat Rea jadi anak kita. Memang terdengar ga masuk akal, tapi aku mau menjaga Rea, mas."

Jantung Rea berdegup kencang. Bagaimana jika ia benar-benar akan di adopsi oleh Tiara dan Ridho. Sebenarnya bukan masalah, malah Rea senang bisa bersama keduanya, hanya saja Rea tak bisa meninggalkan ayah dan bunda nya. Ia sudah berjanji pada seseorang.

"Baiklah kita pikirin ini besok, sekarang istirahat dulu ya?"

"Iya mas."

Rea berjalan dengan lambat saat melewati kamar itu. Setelah sampai di dapur Rea langsung mengambil air lalu meneguknya. Kenapa dia harus sedih bukankah harusnya ia bersyukur karena ia akan di adopsi dengan orang yang sangat menyayangi nya. Bukankah ia harusnya bersyukur karena ia akan terbebas dari rantai yang menjerat nya bertahun-tahun lamanya?.
Kenapa rasanya aneh.

Gadis itu berjalan ke kamar mandi untuk ber wudhu. Setelah nya ia kembali ke kamar.

Saat sudah sampai di kamar gadis itu segera melaksanakan sholat isya.

"Assalamualaikum warahmatullah, assalamualaikum warahmatullah." Ucapnya saat melakukan salam.

Gadis itu menengadah kan tangannya, air mata nya berjatuhan membasahi mukena.

"Ya Allah, ampunilah dosa ku dan dosa orang tua ku apabila selama ini kami sering lupa cara bersyukur. Ya Allah lagi dan lagi hambamu ini mengeluh, hambamu ini terlalu lemah ya Allah.

    Ya Allah aku mau nyerah aja rasanya. Tapi aku mikir lagi, kalau aku nyerah yang nyadarin ayah siapa? Yang jagain bunda siapa? Aku tau sebenarnya aku ga bisa nolong apapun yang ada aku hanya jadi beban. Kata ayah aku pembawa sial.

   Ya Allah apa aku emang terlahir untuk memberikan kesialan pada orang disekitar ku? Hikss.. kalau emang kehadiran aku malah membawa keburukan, a-aku mau pergi aja, pergi yang jauh sampai semua orang ga ada yang ketemu aku lagi. Dan aku akan pergi dengan bahagia. Karena aku tau kebahagian mereka adalah kepergian ku.."

____________________________________

B e r s a m b u n g

Cepat vote! Gratis kok^_^

Emm yaudah itu aja papay smpai jumpa di chapter slnjutnya<3

Rumit [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang