Prolog

3.8K 364 5
                                    

Hai hai aku kembali lagi dengan cerita baru padahal yang lama blom kelar /plak/. silahkan menikmati!

****


Aku adalah mahasiswi jurusan seni musik. Jade, tokoh favoritku dalam komik, baru saja meninggal dunia akibat peperangan. Jade bukan tokoh utama, dia hanyalah tokoh sampingan yang berusaha membantu putra mahkota yang merupakan pemeran utama. Sudah beberapa hari berlalu namun aku masih menangis setiap mengingatnya. Dunia tampak berbeda tanpa dirinya. Aku pun tidak melanjutkan membaca komik itu lagi. Padahal penulisnya sendiri adalah sahabatku, Shavia. Ia tau aku terpuruk karena aku setiap harinya menangisi kematian Jade, dan dia merasa bersalah akan hal itu.

1 minggu berlalu setelah kematian Jade namun aku masih berada di tempat yang sama. Patah hati terdalam karena husbando meninggal tanpa mendapatkan kebahagiaan yang seharusnya ia dapatkan. Beginilah nasib penggemar second male lead yang berakhir tragis. Shavia mengajakku pergi ke tempat wisata untuk menghiburku, aku mengiyakannya untuk menghargai usahanya. Dari luar aku tampak baik-baik saja, namun tidak dengan di dalam diriku. Marah, kesal, sedih, benci dengan jalan cerita Jade, semua menjadi satu.

Shavia menunjukkan padaku ada suatu danau yang mana dapat mengabulkan permintaan apapun hanya dengan melempar koin apapun ke dalam danau. Ia berdoa dengan sungguh-sungguh lalu melemparkan sebuah koin sungguhan ke dalam danau. Aku mengikutinya, namun tak punya satupun koin. Aku menemukan sebuah koin untuk bermain di game center yang kudatangi beberapa minggu lalu. Aku berdoa dengan sungguh-sungguh dalam hati.

"Aku ingin melihat senyum hangat Jade." Satu kalimat sederhana yang membuatku mampu melempar koinnya dengan sangat jauh. Shavia terkagum dan bertepuk tangan untukku.

"Ina, Kenapa kamu suka Jade? Padahal jelas-jelas fisiknya nggak sempurna lagi. Putra mahkota juga tampan kok." Shavia bertanya padaku.

"Meskipun Jade ngga punya lengan kiri. Aku juga nggak tahu kenapa, hahaha." Aku menatap lurus ke danau dan berusaha tertawa. mungkin Shavia merasa tawaku adalah tawa yang dipaksakan.

Aku dan Shavia pulang menggunakan kereta. Semua berjalan lancar sebelum aku mendengar bel kereta yang sangat keras. Shavia yang kaget langsung menggenggam tanganku.

"In, kok perasaanku nggak enak ya."

"Aku jug-"

Belum sempat bel itu berhenti, dan belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, suara teriakan penumpang lain menjadi musik pengiring kematian. Disusul oleh suara benturan dari depan. Aku dan Shavia berada di gerbong 1 yang terdampak guncangan dahsyat. Gerbongku oleng ke kanan. Aku terantuk dan terbanting.

Shavia tak mau melepaskan genggamannya dariku sampai gerbong kami rupanya masuk ke dalam danau. Aku menarik Shavia untuk keluar namun tampaknya ia sudah pingsan. Gerbong semakin jatuh ke dalam dan aku tak kuat menahan tekanan udara yang membuat telinga dan hidungku sakit. Air di dalam gerbong menjadi merah pekat. Aku juga mengeluarkan darah yang kuyakini dari hidung dan telingaku. Tenggorokanku tercekik, genggamanku dan Shavia mulai melonggar, air mengisi paru-paruku dan gelap menghinggapiku.



Continue.

SL SYNDROME : I Go To Another Dimension To Save The Second Male Lead (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang