PAGI-nya seperti biasa, bukan lebih tepatnya lebih dari biasa. Karena mereka semua pergi ke sekolah bersama. Sebenarnya itu hanya ide-nya Lucas, katanya sekalian ingin pamer agar orang-orang tak meremehkan mereka. Yang lain sih setuju-setuju saja. Lagipula palingan para siswa hanya akan heran kenapa Mark dan Lucas bisa akur.
"Aku duluan."pamit Jaemin kemudian pergi menyusul Renjun yang sudah duluan ke kelas. Disusul yang lainnya pergi ke kelas mereka masing-masing. Termasuk Lucas dan Mark. Sekolah bahkan heran, tak biasanya Mark dan Lucas melupakan perdebatan mereka dipagi hari. Biasanya salah satu diatara mereka akan membuat masalah. Mungkin pengecualian untuk hari ini.
Mark dan Lucas memang belum bisa dibilang akur sepenuhnya. Mereka hanya menghindari perdebatan atau bahkan perkelahian yang sering mereka lakukan. Mereka berdua seperti sedang perang dingin. Setidaknya lebih baik bukan?
Sebenarnya Renjun yang mengancam mereka jika berkelahi lagi Renjun tak akan segan-segan menggunakan potensinya untuk membanting mereka ke tembok. Jangan lupakan Haechan yang menawarkan dirinya untuk menyengat Mark dan Lucas dengan tegangan listrik miliknya. Tentu saja Lucas dan Mark memilih jalan aman. Yaitu lebih baik diam.
Guru kemudian masuk mengakhiri desas-desus para siswa yang heran dengan Mark dan Lucas. Disusul dengan seorang laki-laki yang masuk mengikuti Irene— wali kelas 3-A. "Selamat pagi anak-anak."sapa Irene dan disambut beberapa sahutan murid. "Mark, Lucas? Kalian berbaikan?"tanya Bu Irene heran. Tak biasanya kedua orang itu saling diam. Biasanya mereka harus melakukan ritual perdebatan dulu setiap pagi sampai harus guru yang melerainya.
"Tidak mungkin!"sahut mereka bersamaan. Ternyata masih saja saling benci. Mungkin menanyakan Mark dan Lucas berdamai atau tidak itu memang sebuah kesalahan. Irene menghembuskan nafas pasrah, tak peduli dengan kedua muridnya yang mendadak bersikap aneh itu.
Kata perdamaian bagi Mark dan Lucas mungkin adalah kemustahilan, batin Irene. Jika saja Chenle di kelas yang sama dengan Mark dan Lucas. Lalu membaca pikiran Irene yang tadi, dia akan tertawa terbahak-bahak seperti orang gila.
"Sudahlah, Winwin silahkan perkenalkan dirimu."
"Selamat pagi semuanya. Namaku Winwin."ucapnya singkat dan mungkin terlampau datar. Kemudian disusul dengan senyum manis yang membuat orang terpesona. Kenapa Winwin terlihat sangat lugu?
"Baiklah, silahkan duduk."kata Irene. Winwin mengangguk lalu duduk di salah satu kursi yang kosong.
Pelajaran kemudian dimulai, para murid memperhatikan dengan khidmat. Sampai akhirnya Irene mengajukan pertanyaan. Biasanya di sesi ini Lucas dan Mark akan berebutan menjawabnya sampai diatara mereka berdebat dan tak mau mengalah. Dan berakhir guru yang mengajar melerai mereka. Dan pasti selalu mereka berdua yang mengangkat tangan duluan. Kontras sekali tangan mereka terangkat diantara dua puluh sembilan murid. Tapi sepertinya sekarang berbeda. Satu tangan lagi terangkat— milik Winwin. Dan jelas sekali Lucas dan Mark menatap tajam ke arah Winwin.
"Jadi Winwin, berapa hasil dari seribu delapan ratus koma lima ditambah dua puluh dibagi lima dikali tujuh puluh tiga dikurangin nol koma tujuh?"tanya Irene lagi mengulang pertanyaannya. Lucas dan Mark mendengus kesal, ternyata bukan mereka yang dipilih.
"Dua ribu sembilan puluh satu koma delapan."jawabnya cepat bahkan sebelum Irene sempat bernafas kembali Winwin sudah menjawabnya dengan benar.
"Benar."ucap Irene sambil tersenyum lalu kembali menjelaskan materi di depan papan tulis. Semuanya tak menyangka Winwin bisa menjawab lebih cepat bahkan dari Mark sekalipun. Semuanya menatap ke arah Winwin dengan tatapan takjub. Berbeda dengan Lucas dan Mark yang saling menatap. Kenapa Winwin bisa menjawab cepat dan tepat sekali? Bukankah terlalu mustahil untuk manusia?
Sial, mereka punya saingan baru sekarang.
* * *
'Kau benar-benar mengecewakan ayah Luke. Bisa-bisanya kau kalah dari murid baru itu.'
"Bukan begitu, seharusnya ayah mengerti aku tidak bisa memaksakannya."balas Lucas. Dia menghela nafas gusar mendengar ceramah sang ayah dari balik telepon yang membuatnya sangat jengkel.
'Ayah tidak mau tahu, kau harus belajar dan bisa mengalahkan Mark dan juga murid baru itu. Setidaknya buat ayah bangga.'
Kriss mematikan sambungan teleponnya dengan Lucas. Tak peduli bagaimana tanggapan Lucas yang terlihat sangat marah karena keinginan sang ayah yang selalu ingin dikehendaki. Padahal Lucas sudah berusaha keras.
Menjadi posisi kedua di dalam kelas bukanlah hal membanggakan bagi Kriss. Ayahnya terlalu ingin Lucas menjadi orang yang sempurna. Dan Lucas belum bisa mengabulkan keinginan sang ayah.
Mengalahkan Mark dalam pelajaran bukanlah hal yang mudah. Ditambah Winwin, Lucas ingin sekali rasanya tidak pernah lahir menjadi bagian dari keluarga 'Wong'. Padahal Lucas sudah berusaha setidaknya menyingkirkan Mark. Bahkan melakukan hal ekstrim seperti membuat Mark jatuh dari gedung.
Tapi kenapa sekarang Winwin malahan muncul? Menambah masalah saja huh.
Hampir saja Lucas membuang ponselnya ke tanah jika saja seseorang tidak menahannya. "Apa yang kau lakukan?" Tanyanya pada orang yang menahannya barusan. Refleks ia langsung melepaskan cekalan tangan pelaku.
"Seharusnya aku yang bertanya. Kenapa kau ingin membanting ponsel mahalmu itu? Kau sedang kesal?"tanya Yangyang. Iya, yang menahan Lucas adalah Yangyang.
"Kau mendengar percakapanku tadi di telepon?" Bukan jawaban yang Yangyang dapatkan malahan pertanyaan lagi. Kenapa Lucas terlihat khawatir saat menanyakan hal itu?
"Tidak."jawab Yangyang jujur. Dia memang tidak mendengar apa yang Lucas bicarakan dengan orang diteleponnya tadi. "Oh, memangnya apa? Kau baru saja memesan narkoba?"tuding Yangyang. "Astaga Luke, aku tak menyang—"
"Bukan sialan!"sela Lucas. Sebrengsek apapun Lucas dia tidak akan melakukan hal itu. Lagipula untuk apa dia memesan narkoba? Yang ada Kriss akan semakin menyiksanya. Sekarang saja Kriss terlalu menuntut Lucas agar bisa mengalahkan Mark dan Winwin.
"Hehe... aku hanya bercanda."ujar Yangyang kemudian duduk disebelah Lucas menikmati angin sore di rooftop tersebut. "Jika kau ada masalah kau bisa curhat padaku. Kau tahu aku orang yang pandai menjaga rahasia."ujar Yangyang tiba-tiba.
Lucas hanya menyunggingkan senyum tipisnya. Untuk apa dia harus curhat dengan Yangyang. Lagipula tak akan ada yang bisa mengerti dirinya. Hanya Lucas yang mengetahui masalah dirinya sendiri. Dia tak pernah memberitahu orang lain. Termasuk Sungchan, Xiaojun dan Hendery sekalipun.
"Untuk apa? Tidak penting sekali."tolak Lucas. Memangnya Yangyang bisa dipercaya?
"Padahal aku orang yang tepat jika diajak curhat. Jadi jika kau ada masalah jangan sungkan cerita padaku."
Tunggu, sebenarnya untuk apa Yangyang menawarkan diri menjadi tempat curhat untuk Lucas? Kenapa dia seakan tahu sekali jika Lucas memiliki masalah?
"Tapi, boleh aku bertanya?"
"Hm."
"Kenapa kau ingin balas dendam pada Mark?"
Lucas menoleh ke arah Yangyang. Bagaimana bocah itu bisa tahu niatnya? Sebenarnya apa potensi Yangyang? Kenapa Yangyang bisa mengetahui segalanya dengan mudah?
Apa rencana Lucas yang akan balas dendam pada Mark akan gagal hanya karena Yangyang mengetahuinya?
* * *
—»tbc.
Revisi: 1 November 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
[01.] RESONANCE Ft. NCT 2020 ✔
Fanfic[END] [FIRST BOOK SERIES OF RESONANCE NCT 2020's PROJECT] Semuanya berawal dari hilangnya Mark Lee. Membuat adiknya, Jisung Lee bertekad harus menemukan kakaknya yang menghilang secara misterius. Dimulai dari Jisung yang pindah ke sekolah barunya de...