"... See you next week!" tutup Bungi mengakhiri siaran radio malam ini. Tangannya bergerak lincah memutar lagu-lagu request dari para pendengar.
Dilihatnya jam dinding putih susu yang menggantung di salah satu sisi tembok ruangan, delapan lebih dua puluh menit, masih cukup untuk Bungi mampir ke warung lesehan di lampu merah.
Motor matic itu melaju pelan di jalanan basah Kota Bandung, sehabis diguyur hujan seharian. Hawa sejuk dan nyaman untuk dibawa terlelap. Bising kendaraan dan pedagang asongan masih terdengar di pendengarannya.
Tiba di warung lesehan, matanya menangkap perawakan tubuh seseorang yang ia kenal. Bungi buru-buru memarkirkan sepeda motor dan menghampirinya. "Woi, naik apa lo?"
Tama menoleh, sudah tidak terkejut melihat sepupu yang memang sering muncul tiba-tiba. Menunjuk Ag*ya abu-abu yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdua.
Otak jahil Bungi mulai bekerja, hitung-hitung menghibur diri, refreshing ceunah.
"Siniin kuncinya, gue mau ambil jaket di bagasi," kata Bungi. Tama hanya memangut-mangutkan kepala dan menyodorkan kunci dari sakunya tanpa rasa curiga sedikitpun, matanya masih sibuk menatap pesanannya yang hampir jadi.
Secepat kilat bungi menukarnya dengan kunci motornya, berlari ke dalam mobil dan mengendarainya meninggalkan Tama yang masih kebingungan.
Bungi bersorak girang, sedangkan Tama hanya bisa menahan kesal sambil menenteng nasi lele lima porsi ditangannya. Mungkin saat kembali di asrama nanti mereka akan adu mulut hingga berbusa.
- - - -------- - - -
"Cici!" Tama masuk ke dalam asrama mengagetkan seisi rumah. Bungi hanya melongokan kepala dari balik lemari es,
sembari sibuk mengunyah salad buah
simpanannya."Elo tuh ya..." murka Tama sudah memenuhi dapur, telunjuknya mengarah ke muka Bungi, pertanda perang dingin dimulai.
Dengan sigap Bungi merangkul Tama. "Gue bawa kabar pengagum rahasia lo, loh," bisik Bungi.
"Sabodo, udah ga peduli lagi gue." Tama berbalik menghampiri anak asrama lainnya, membagikan nasi lele yang dia beli tadi.
Bungi berlari ikut duduk di sofa, menunggu bagiannya sambil mengadahkan tangan. Namun sayang, Tama sepertinya masih marah padanya. Tama pura-pura tak melihatnya, Bian, Rangga, dan yang lainnya malah ikut tertawa.
"Tam, buat gue mana~ itu kan masih sisa satu." Bungi mengeluh.
"Netflix premium sebulan, deh!'" tawar Bungi tak mau kalah, masih mencoba memikat perhatian sepupunya itu.
Bungi kembali meratap akan kelaparan tengah malam nanti. Sudah cukup permasalahannya soal ratap-meratap. Namun ternyata Bungi masih bisa bernafas lega setelah Tama menyodorkan seporsi nasi lelenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another (Side Of) B
FanfictionBukan apa-apa, ini cuma dokumentasi Bungi selama jadi mahasiswi sosiologi. Jangan banyak berekspektasi, memang gini aslinya mahasiswa. was #1 on ocrp was #3 on ngampus Copyright © freakids, 2020