5. Nongki

14 3 0
                                    

"AKHIRNYA!!" Bungi berseru bahagia di kamarnya. Hatinya bergetar hebat seperti saat bertemu cinta pandangan pertama. Setelah sekian lama, berbulan-bulan ia merevisi makalah Pak Kumis. Akhirnya, hari ini, 16 September 2020. Bungi memproklamasikan kemerdekaannya dari beban bar komentar di Microsoft Word miliknya.

Samuel membuka asal pintu kamar Bungi, kepalanya melongok sebentar. "Kelar?" Bungi dengan semangat mengacungkan jempolnya.

Dipikir-pikir Bungi sudah cukup lama tinggal di dalam asrama sejak Corona melanda. Kang Emil masih menerapkan PSBB sementara, tidak mungkin dia mengontak teman-temannya-karena akan dibubarkan lebih dulu oleh orang tua berseragam abu-abu.

Tapi sepertinya tidak apa jika dia pergi sendirian. Ada satu tempat dimana dia bisa nongkrong, bercengkrama tanpa mengundang teman, dan juga tidak banyak orang. Granaina Caffee Shop.

- - - ------- - - -

20.04

Bungi duduk di meja barisan kanan, dekat dengan jendela yang mengarah ke jalanan Kota Bandung. Menunggu sang pemilik kafe yang masih melayani beberapa pelanggan.

"Oi, Bung!" Joshua melambaikan tangan ke arah Bungi, kemudian berjalan mendekat. "Udah bisa nongki nih, tumbenan niat kejar deadline beban studi."

"Maneh teh ngajak gelud?" tangan kanan Bungi sudah terkepal disamping wajahnya, bersiap meninju musuh bebuyutan didepannya itu.

Joshua hanya terkekeh pelan, meninggalkan lesung manis di kedua pipinya. Malam di kota kembang mereka habiskan untuk bercengkrama hal-hal yang tidak perlu, sekadar menghibur diri dari tekanan tugas dosen UNPAD yang tegasnya bukan main.

Sesekali melempar jokes Twitter, menanyakan kabar Karin-mantan pacar Joshua yang sudah setahun berlalu.

Ya, manusia sok seleb itu masih gamon hanya karena satu bubble chat;
Oh, iya, novel Susan Jackson-mu masih aku bawa. Sorry ya, besok aku kembaliin.

Dan benar saja, esoknya wanita bermanik cokelat itu menemuinya di parkiran fakultas. Meruntuhkan sikap sok tegarnya dan mematahkan tekad move on dari gadis impiannya itu.

Mau bagaimanapun mereka berdua tetap manusia. Apalagi hidup di negara +62 yang ber-stereotype kaum bulol, semua sudah dianggap wajar.

"Gue kesini mau nyari bakso, lo buruan launching menu baru kek, tiramisu soup meetballs gitu misalnya."

"Kita ke RS yok, Bung. Lo kayaknya mabok paper dari Pak Kumis."

"Yhahahayukk, gue butuh Whi*skas sebagai antibiotik pankreas gue." Dan drama komedi itu diakhiri dengan gelak tawa keduanya.

Another (Side Of) BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang