6. Jatah Bulanan

12 3 0
                                    

"Teh, yakin teu hoyong bantosan? Bawaannya pasti banyak tuh, terus kan Teteh nanti ada jadwal siaran. Udah, gue aja Teh yang ambil ke sana."

Bungi berbalik badan sebelum sampai di pintu depan. Lelah diikuti Tama sejak pagi tadi demi sepucuk permohonannya.

Untuk kesekian kalinya Bungi dirajam bujukan Tama. Siapa pula yang membocorkan kepada Tama soal rencananya trip dadakannya ke kampung halaman, Jakarta Selatan. Anak muda yang satu ini pasti akan mencuri kesempatan dalam kesempitan.

Walaupun nantinya Bungi juga akan meminjam mobil Tama, tapi menggunakan alasan lain.

"Nye nye nye nye," Bungi memonyong-monyongkan bibirnya, "elo kayak gitu pasti ada mau nya kan? Apalagi sekarang? Laundry? Wegahh. Udah tiga bulan elo ngutang ke gue, ye, bambang."

"Dasar perhitungan. Itu kan, buat ganti ongkos bensin. Don't forget that you still borrow my car often, ok? Tapi sumpah seriusan, kali ini gue menawarkan ikhlas lahir batin," balas Tama.

Bungi menyipitkan matanya, merasa curiga. Teringat sesuatu, tangannya cekatan mengeluarkan ponselnya. Perlahan dia menjauh dari hadapan Tama. Pura-pura sedang menelepon seseorang.

"Halo, Om?" Bungi sedikit membesarkan volume suaranya, "iya, ini Bungi... Si Tama kayaknya mau clubbing lagi deh, Om. Mend-" ponsel Bungi direbut dua detik kemudian. Merasa bangga karena menangkap basah sepupunya yang menjengkelkan itu.

"Eitss... sia teh teu kedah nyarios ka bapa atuh." sela Tama.

Bungi menjulurkan lidahnya, mengejek Tama. Memang dari zaman reinkarnasi mereka berdua bukanlah pasangan yang serasi. Anggap saja magnet, maka Bungi adalah sang Kutub Utara dan Tama Kutub Selatannya.

- - - ------- - - -

"Ma, Bungi balik ke Bandung dulu. Besok main kesini lagi kok, hari ini ada jadwal siaran masalahnya. Gapapa kan?" ucap Bungi sembari memeluk lembut tubuh renta sang ibu.

"Iya, gapapa. Tadi mama udah nyiapin jatahmu buat di Bandung. Diawet-awet, jangan sampe kayak gini lagi, udah habis duluan sebelum tanggal." Bungi tersenyum lebar ke arah ibunya, menampakan gigi putih rapinya.

"Udah pamit Papa?"

"Oh iya belum, Paa~" suara sahutan terdengar dari pintu depan, rupanya sang ayah sedang memasukkan bahan makanan dll ke bagasi mobil Bungi-atau lebih tepatnya mobil cicilan Tama.

Bungi mencium punggung tangan kedua orang tuanya, berusaha mengisyaratkan betapa dia mencintai mereka. "Hati-hati dijalan, maskernya jangan lupa."

Bungi berdiri tegak, tangannya hormat ke arah sang ayah. "Siap pak!"

Another (Side Of) BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang