Hari yang cerah di Jatinewyork, Bungi membuka tirai jendela kamarnya. Hidung mancungnya sibuk menikmati udara pagi yang Tuhan sediakan. Berjalan sok anggun dengan senyum mengembang ke arah balkon, tangan kanannya sudah membawa secangkir teh hangat.
"Ngi, maneh kunaon S3?" sapa Tari yang membuat Bungi hampir kejengkang, karena terkejut mendapati makhluk astral tiba-tiba.
"Hah? Gue masih otw sarjana, woee. Belom magister," keluh Bungi.
"Seura seuri sorangan," ralat Tari.
"Hari ini cuma satu SKS," sahut Bungi setelah ber-oh ria. Tari yang sudah tau maksudnya mengangguk-angguk.
Begitulah, dulu saat hari-hari biasa rata-rata mahasiswa mengeluh karena harus berkorban bensin satu liter dan jam karet karena macet. Hanya untuk mendapatkan absensi dalam satu jam pelajaran. Sungguh merepotkan dan buang tenaga. Tapi sekarang justru terasa seperti sebuah keajaiban dunia.
Bungi melanjutkan me time-nya sambil menyeruput teh yang dibuatnya. Melihat ibu-ibu yang sudah semangat menyiram pagar hidup mereka. Ia jadi teringat pada mama nya, apa bisa Bungi pulang kampung natal ini?
"Bungi! Itu si Rendra nelpon," seru Tari karena geram. Masih sibuk melamun, Bungi tak sadar bahwa ponselnya berdering sejak tadi.
"Rapat koordinasi bentar di gedung F," ucap Rendra singkat, jelas, dan padat. Sambungan terputus setelahnya, bahkan Bungi belum sempat mengucapkan sepatah kata pun. Mungkin dia ogah sedikit mengorbankan kuotanya untuk menelpon Bungi.
Entah kenapa feeling Bungi tidak baik. Atau lebih tepatnya memang setiap akhir bulan adalah masa-masa suram bagi mahasiswi satu ini.
- - - -------- - - -
Bungi berjalan gontai memasuki rumah. Lebih mirip seperti penampakan zombie pada pukul delapan ini. Rambutnya tak beraturan, mukanya cemong karena debu. Tas selempang nya dia seret sekenanya.
"Tama, sini lo!!" seru Bungi garang.
"Woi, Bodat, lo manfaatin buat apalagi kartu gue?!"
Ya, ini semua ulah Tama. Sepupu kandungnya yang paling sering membuat emosi. Di awal bulan kemarin, Tama sengaja menguping percakapan via telpon Bungi dengan sang papa.
Hari itu Philip sedang diberi banyak berkat, maka dia juga memberi jatah bulanan lebih untuk Bungi. Seperti biasa, Tama pasti memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Rapat koordinasi tadi ternyata disambung dengan penataan properti dan set panggung untuk acara wisuda para seniornya. Tapi bukan itu masalahnya.
You have a new notification.
Selamat malam, untuk pembayaran semester pendek atas nama Bungi Wartasena. Harap dilakukan sebelum 24jam ke Ibu Diana Nasution."Mwoyaahh?!" Bungi terkejut melihat nominalnya. Memang biaya semester pendek setengah kali lebih mahal dari pembayaran SKS di semester biasa.
Inilah masalahnya, sejak kapan Bungi mendaftar semester pendek? Cuti semesternya pun bahkan sudah lewat tahun lalu. Setelah di usut ke grub chat WhatsApp dan Line, ternyata Tama yang mendaftar-atas nama Bungi. Namun kenapa harus Bungi yang membayarnya?! Mau tak mau dia mampir ke ATM sebentar karena harus membayar tagihan listrik juga.
"Kenapa sih, Teh?" Bian datang merangkulnya duduk di sofa ruang tamu. Disusul Tari dengan masker yang masih menempel diwajahnya.
Bungi menangis, tak tahan dengan cobaan akhir bulannya ini. Kepalanya serasa dipukuli dari segala arah.
"Udah lo tenang dulu," ucap Tari sambil mengusap punggung Bungi lalu ikut memanggil Tama, "woi lumut!"
"Si Tama tadi kayaknya pergi naik Vespa," terang Bian.
"Aya naon neng?" Rangga menuruni anak tangga dengan kedua tangan masuk ke kantong celananya.
"Urang kena kanker..." jawab Bungi lirih.
"Hah?!" ucap mereka bertiga bersamaan, terkejut.
Bungi langsung meralat kesalahan pahaman ini dengan mengeluarkan struk pembayaran listrik dan semester pendek tadi. Lalu melanjutkan tangisannya sambil menenggelamkan kepalanya di meja.
Rangga mengambil salah satunya, lalu hanya ber-oh ria. Begitupula yang lainnya, kanker yang Bungi maksud disini adalah kantong kering.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another (Side Of) B
FanfictionBukan apa-apa, ini cuma dokumentasi Bungi selama jadi mahasiswi sosiologi. Jangan banyak berekspektasi, memang gini aslinya mahasiswa. was #1 on ocrp was #3 on ngampus Copyright © freakids, 2020