————
Happy readings...
Typo bertebaran kek paku.
————Pagi ini mama Jes, terlihat mondar mandir memindahkan makanan dari dapur ke ruang makan. Banyak pelayan di rumah ini, namun Jesicca tak ingin orang lain mencampuri makanan anak-anak dan suami nya. Bukan bermaksud tak percaya, yang jatuhnya sok. Hanya saja, Jesicca harus selalu memastikan makanan sehat apa saja yang harus di makan anak dan suaminya, terutama untuk Nana, makanan Nana harus terpantau khusus.
Banyak pantangan makanan yang tak boleh Nana makan, Nana bosan kalau boleh jujur. Tapi ia tau, semua demi kebaikan nya. Jadi ia nurut.
Di meja makan sudah ada papa dan kakak nya, papa yang duduk di ujung meja makan dan kakak nya yang duduk di samping kiri.
"Selamat pagi, papa. Mama, dan kakak" sapanya dengan senyum yang begitu candu
"Pagi juga Nana nya kakak" balas Sam
"Heh, gak ya. Nana itu Nana nya papa" kata papa dam tak mau kalah
"Selamat pagi dek, ayok sini duduk. Patung Pancoran diemin aja udah" mama merangkul bahu lebar putra nya sembari tertawa mengejek kemudian mendudukan di sebelah sang kakak.
Sedangkan dua lelaki itu nampak mendengus kesal, apa katanya patung pancoran.
Setelah percakapan dengan sedikit candaan, mereka menikmati sarapan pagi dengan tenang. Tiga kepala disana, memakan menu sarapan nasi goreng spesial dengan taburan ayam suwir, danging, dan sosis. Berbeda dengan satu orang lainnya, pandangan nya tertuju di piring ketiga keluarga nya.
Sam yang menyadari adiknya itu belum memakan makanannya tak tinggal diam.
"Makan dek" ujar Sam, sambil mendekatkan mangkuk berisi salad sayur itu dekat dengan Nana.
Nana mendengus, kemudian mengambil sendok menyuapkan makanan nya kesal.
Nana sudah selesai dengan sarapannya, meskipun dengan ogah-ogahan. Dia tetap menelan semuanya.
Mama nya menyodorkan piring kecil berisi obat dan segala vitamin untuknya, Nana mengambil pil-pil pahit itu sekaligus, dan meneguk air di gelas yang di sodorkan mama nya, dia sudah terbiasa dengan ini.
"Pinternya anak papa" kata sang papa, setelah Nana meminum obatnya.
Nana memutar matanya malas, "Iya Nana pinter, papa doang sengklek" jawabnya, kemudian tertawa.
Bukan nya marah, papa malah tertawa. Menghampiri si bungsu kemudian menggelitiki anaknya itu.
Nana tertawa, begitu pun mama dan kakak nya. Bahkan Sam sudah ikut menggelitiki Nana disana. Sedangkan mama menonton dengan sesekali tertawa.
Senyum dan tawa Nana itu candu. Dan senyum Nana itu berharga, dan sebisa mungkin mereka akan selalu berjuang untuk mempertahan kan senyuman itu.
Mama menitikan air matanya, dan langsung di hapusnya cepat. Ah, bayi mungil nya sekarang sudah tumbuh sebesar itu. Bayi yang dulu sempat tak menangis itu, sekarang tengah tertawa. Waktu cepat sekali berlalu, Nana nya tumbuh secepat ini.
Nana tetap akan jadi bayi mama, selamanya.
Lamunan nya buyar, saat tubuh sang anak memeluknya berusaha mendapat perlindungan dari papa dan kakaknya.
Dengan sigap mama memeluk Nana, menyembunyikan Nana dari gangguan suami dan anak sulungnya."Hhahh udah pa, udah. Nana lelah" katanya di balik pelukan mama.
Mama yang mendengar Nana mengeluh langsung khawatir dan melepaskan pelukannya kemudian berganti dengan tangkupan tangan di kedua pipi Nana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Brother: Gamaliel
Teen Fiction"Mama, adek gak mau ya satu sekolah sama kakak!" -Nafindra rein Gamaliel "Lebay Lo dek, kaya yang bisa jauh aja dari kakak" -Samuel daniend Gamaliel "Yah, telat dek. Mama udah daftarin adek di sekolahan kakak" kata Jesicca "Pfft, mampus" ejek Sam ...